”Navigator of Life”

Jurnalis : Juniwati Huang (He Qi Utara), Fotografer : Juniwati, Widarsono
 
foto

Hok Lay, relawan Tzu Chi yang memperagakan (sebagai orang buta) salah satu games untuk mencerminkan bagaimana sulitnya orang yang tidak memiliki pegangan hidup dalam mencapai tujuannya.

Kegiatan bedah buku pada tanggal 2 April 2009 di Jing Si Books & Cafe Pluit diawali dengan latihan relaksasi diri sejenak yang dipandu Amelia, relawan Tzu Chi. Tujuannya untuk meningkatkan konsentrasi dan persiapan bagi peserta. Pengantar topik Navigator of Life diilustrasikan melalui artikel Gede Prama tentang kebutuhan manusia dalam pencarian seorang guru yang baik sebagai pembimbing hidupnya. Relawan Hok Lay yang secara sukarela berperan sebagai orang buta dalam games kecil juga menggambarkan sulitnya kita berjalan mencapai tujuan tanpa adanya bimbingan yang tepat, itu bagaikan orang buta yang kebingungan mencari arah.

Tempat pelatihan diri
Dengan kelembutan dan kesejukan gaya bicara yang khas, Oey Hoey Leng Shijie (panggilan relawan wanita di Tzu Chi -red) memfasilitasi sharing mengenai Navigator of Life dalam kesempatan tersebut. Hoey Leng berkecimpung di dunia Tzu Chi selama sekitar 10 tahun.

Beberapa peserta yang sebagian besar merupakan relawan Tzu Chi membagikan kesan dan pengalaman mereka mengenai alasan bergabung dengan Tzu Chi. Salah satu relawan melihat Tzu Chi sebagai sarana untuk berbuat baik bagi sesama umat manusia. Tzu Chi juga membantunya mengubah sifatnya yang dahulu pemarah. Relawan lain mengungkapkan bahwa pada awalnya melihat Tzu Chi dengan penuh kekaguman akan kebesaran organisasi dan bangunan Jing Si (griya perenungan) di Taiwan yang megah, serta keramahan dan kehangatan para relawan Tzu Chi. Namun seiring berjalannya waktu, banyak pelajaran berharga yang didapatkan sebenarnya berasal dari kegiatan Tzu Chi yang menumbuhkan welas asih dan kebijaksanaan dalam diri. Seorang relawan bercerita bahwa pada awalnya mengenal Tzu Chi karena jodoh dari DAAI TV dan mengantar istri yang terlebih dahulu menjadi relawan. Selanjutnya ia menjadi tertarik dan merasakan bahwa dirinya berkembang menjadi lebih baik setelah bergabung di Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Amelia yang bertindak sebagai pembawa acara dalam acara bedah buku dengan tema "Navigator of Life".
           (kiri)
         - Oka, salah seorang yang turut membagikan pengalaman hidupnya. Meski memiliki keterbatasan fisik,
           namun Oka tetap bersemangat menjalani hidupnya, dan tetap berusaha untuk mandiri. (kanan)

Kekurangan Fisik Bukan Halangan
Seorang relawan, Oka Shije, memberikan sharing yang menjadi inspirasi bagi semua peserta pada malam itu, dikarenakan cacat fisik pada jari-jari tangan serta kaki kanannya tidak menghilangkan semangat dirinya untuk bersumbangsih. ”Ayah saya menjadi pendorong utama saya untuk bangkit dan tidak kalah oleh kondisi fisiknya,” kata Oka. Ia sangat berterima kasih karena ayahnya telah melindungi dan memberikan kekuatan begitu besar dalam dirinya. Walaupun dengan kondisi fisik yang cacat, ia mengungkapkan bahwa dirinya mampu mengendarai kendaraan motor (yang telah dirancang khusus untuk mengakomodasi kondisi kaki kanannya -red), memotong sayur, menulis, dan bahkan sempat menjadi juara dalam suatu perlombaan menulis indah di wilayah tempat tinggalnya. Pencapaiannya mewakili semangat, kemandirian, dan tekadnya yang besar.

Saat ini Oka bekerja sebagai tenaga marketing dan memandang pekerjaannya sebagai tempat pembelajaran baru baginya. Bukannya mengasihani diri sendiri, Oka Shijie mengungkapkan dengan tegas, ”Kekurangan fisik bukanlah hambatan ataupun beban untuk orang lain.” Oka bertekad bahwa seperti apapun kondisi dirinya, ia harus dapat membantu orang lain. Dengan jujur, relawan tersebut mengungkapkan kelemahannya bahwa saat ini ia masih perlu banyak belajar untuk memaafkan orang lain. Perlahan namun pasti, melalui Tzu Chi, ia merasakan sudah mulai dapat lebih memahami dan menerima kondisi orang lain.

Sharing dari relawan-relawan lainnya pun mengarah pada satu kesimpulan, bahwa semua relawan mendapatkan manfaat bergabung dengan Tzu Chi terutama karena adanya perubahan yang dirasakan dalam diri mereka untuk menuju hal yang lebih baik. Dan Tzu Chi, menjadi suatu sarana pelatihan diri yang tepat bagi mereka.

foto  foto

Ket : - ”Ayah saya menjadi pendorong utama saya untuk bangkit dan tidak kalah oleh kondisi fisiknya,” kata Oka.
            Ia sangat berterima kasih karena ayahnya telah melindungi dan memberikan kekuatan begitu besar dalam
            dirinya. (kiri)
         - Kegiatan bedah buku pada tanggal 2 April 2009 di Jing Si Books & Cafe Pluit diawali dengan latihan
            relaksasi diri sejenak yang dipandu Amelia, relawan Tzu Chi. Tujuannya untuk meningkatkan konsentrasi
            dan persiapan bagi peserta. (kanan)

Memanfaatkan jodoh yang baik dengan Tzu Chi
Tidak semua orang beruntung dapat mengenal seorang guru yang baik dan berjodoh untuk mengikuti jalan sang guru. Saat ini para relawan Tzu Chi yang ada telah berkesempatan mengenal Master Cheng Yen sebagai guru yang membangun dunia Tzu Chi dan memberikan kita kesempatan melatih diri melalui Tzu Chi. Oleh karenanya, kita perlu menghargai jodoh yang baik tersebut dengan memanfaatkan kesempatan yang sudah kita dapatkan. Berada dalam kondisi di sini dan saat ini (be here and now) penting untuk kita jaga agar setiap waktu diisi dengan bermakna. Demikian ajakan dan nasehat Hoey Leng Shijie.

Dalam dunia Tzu Chi, saat kita pertama kali melangkah mungkin kita melihat Tzu Chi yang indah. Saat kita melangkah lebih dalam, kita mulai bertemu dengan berbagai orang dan mengalami konflik-konflik. Sampai dengan kita merasa tidak nyaman, dan memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan pekerjaan Tzu Chi. Hal tersebut banyak terjadi pada relawan-relawan Tzu Chi. Hoey Leng Sejie mengingatkan kita hambatan dan konflik yang ada bukan menjadi faktor negatif yang membuat kita melepaskan kesempatan baik ini, namun justru menjadi sarana bagi pelatihan diri. ”Di dunia Tzu Chi, kita bersama-sama belajar menjadi lebih baik,” kata Hoey Leng.

Menjalin jodoh yang baik seringkali merupakan kata-kata nasihat Master Cheng Yen. Sangat disayangkan bila karena bekerja di dalam Tzu Chi mendorong kita mengembangkan jodoh yang kurang baik dengan orang lain hanya karena konflik yang ada. ”Prinsip bekerja dalam Tzu Chi adalah bagaimana kita mengembangkan toleransi dan menjalin hubungan baik dengan semua orang,” ungkap Hoey Leng.

foto  foto

Ket : - Oey Hoey Leng, salah seorang relawan Tzu Chi yang juga turut sharing dan sekaligus menjadi
            fasilitator kegiatan ini. (kiri)
         - Hoey Leng mengakhiri sharing dengan perumpamaan yang sangat indah sebagai motivasi,
           ”Dalam Tzu Chi, kita bagaikan batu yang mengasah diri menjadi berlian.” (kanan)

Hoey Leng Shijie membagikan nasihat anaknya yang sangat baik, ”Mengeluh adalah pertanda tidak mampu,” ungkapnya. Tidak mampu untuk menerima keadaan di luar harapan kita. Pembelajaran dialaminya dari suatu pendapat dalam suatu email yang pernah diterimanya mengenai ”Opinion is the cheapest community”, pendapat adalah komunitas yang terendah. Maknanya adalah kita tidak seharusnya membiarkan pendapat orang lain membuat diri kita menjadi negatif. Bila mendapatkan pendapat yang positif misalnya pujian, tidaklah seharusnya menjadikan diri serakah. Bila mendapatkan pandangan negatif orang lain, tidak seharusnya menjadikan kita rendah diri. ”Hal yang terpenting adalah kita memahami apa yang menjadi tujuan hidup kita,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Hoey Leng juga memberikan pandangan sesuai dengan hukum karma bahwa apa yang kita lakukan dalam kehidupan saat ini akan menentukan kehidupan kita di masa mendatang. Kita dapat memprediksi bagaimana kehidupan di masa mendatang dengan melihat secara seksama dengan cara apa kita memanfaatkan waktu kita saat ini. Hoey Leng mengakhiri sharing dengan perumpamaan yang sangat indah sebagai motivasi, ”Dalam Tzu Chi, kita bagaikan batu yang mengasah diri menjadi berlian.”

 

Artikel Terkait

Kolaborasi dalam Perbedaan

Kolaborasi dalam Perbedaan

28 November 2014 konsep pelestarian lingkungan yang diterapkan di Tzu Chi salah satunya adalah konsep re-think (memikirkan kembali). “Re-think itu bagaimana berpikir ulang sebelum melakukan sesuatu yang ujung-ujungnya akan menimbulkan sampah. Kalau kita beli barang yang kita ingin atau butuh?
Menyambut Awal Tahun dengan Penuh Sukacita

Menyambut Awal Tahun dengan Penuh Sukacita

26 Januari 2023

Pemberkahan Awal Tahun di Kantor Tzu Chi Lampung, dihadiri sekira 250 orang. Melalui pemberkahan ini, semua tamu undangan dan relawan dapat melihat kilas balik Tzu Chi, baik internasional, Indonesia maupun Lampung.

Menggunakan kekerasan hanya akan membesarkan masalah. Hati yang tenang dan sikap yang ramah baru benar-benar dapat menyelesaikan masalah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -