“Stacy..., Mama Ai ni”

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Minggu, 23 November 2008, sebanyak 283 siswa kelas budi pekerti Tzu Chi mengikuti acara wisuda setelah setahun belajar. Para siswa juga memperagakan apa yang sudah mereka pelajari seperti isyarat tangan, drama, dan pertunjukan boneka tangan.

“Awalnya anak saya Stacy, dia kelakuannya seperti anak-anak lainnya, tapi lebih nakal. Tapi setelah mengikuti kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi, saya melihat adanya perubahan-perubahan dari diri Stacy. Sekarang, Stacy sering menuangkan teh untuk saya dan menulis surat. Nggak setiap hari sih, tapi saya sering menerima surat dari Stacy yang isinya cukup singkat, ‘I love You Mama’,” kata Yana Hariyanto haru. Satu hal lagi yang menggembirakan bagi ibu dua putri ini, perilaku Stacy juga menginspirasinya untuk lebih berbakti kepada orangtuanya.

Putri yang Hiperaktif
Wajar jika Yana senang dan terharu dengan perubahan yang terjadi pada putri pertamanya ini. Pasalnya, Samantha atau yang akrab dipanggil Stacy ini divonis oleh psikiater mengidap Attention Deficit Hyperactictivity Disorder (ADH) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Tak heran jika Stacy lebih aktif ketimbang anak-anak seusianya dan bahkan cenderung nakal. Umumnya, para penderita penyakit ini juga sulit beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungannya. Oleh dokter kemudian ia diberi obat untuk terapi penyembuhan. “Awalnya saya pikir harus seperti itu, tapi kalo dikasih obat terus, saya juga nggak mau. Saya mau penyembuhan yang alami. Akhirnya saya ketemu Lodiana (relawan Tzu Chi-red) yang tahu masalah saya ini. Dia bilang di Tzu Chi ada kelas bimbingan budi pekerti. Ya udah, mati-matian saya ikutin deh,” kata karyawan salah satu bank swasta ini.

Kebetulan saat itu usia Stacy tepat menginjak 7 tahun, dan syarat untuk mengikuti “Xiao Tai Yang” (Matahari Kecil) adalah berusia 4-7 tahun. Apalagi Yana menyadari sikap putrinya ini (hiperaktif) berawal dari kesibukannya bekerja. “Bukan kesalahannya (Stacy-red), tapi Stacy ini cuma cari perhatian,” kata Yana. Sebagai single parent, maka selain memfungsikan diri sebagai seorang ibu, Yana pun harus dapat memposisikan diri sebagai seorang ayah di mata anak-anaknya, Stacy (7) dan Stephanie (2).

Yana sendiri tidak terlalu merasa terbebani dengan tanggung jawab ini. Tapi, ia justru khawatir dampaknya terhadap perkembangan anak-anaknya. “Buat saya sebenarnya nggak terlalu berat, cuma saya lebih memfokuskan kepada mereka. Mereka butuh profil seorang ayah,” kata mantan istri Budi Saputra ini. Untuk mengatasinya, Yana mencoba untuk lebih sabar. Terlebih, Stacy maupun adiknya sama-sama memiliki rasa saling cemburu. “Saya pegang adiknya, Stacy marah, begitu pula sebaliknya,” terang Yana.

Meski mereka sendiri tinggal di Jelambar, Jakarta Barat, sementara kelas budi pekerti ada di Jing-Si Books & Cafe Pluit, Jakarta Utara, Yana tetap berusaha keras mendampingi Stacy mengikuti kelas budi pekerti Tzu Chi. “Apalagi anaknya juga suka,” kata Yana yang mengaku sangat terbantu dalam mendidik Stacy. “Saya tinggal mengulangi aja, Stacy ingat nggak, Tzu Chi ajarin apa?” tambahnya.

foto   foto

Ket : - Yana menyampaikan perubahan perilaku dan sikap Stacy, putrinya, sejak mengikuti kelas budi pekerti. Stacy
          oleh psikiater pernah didiagnosa mengidap gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas. (kiri)
         - Sejak mengenal Tzu Chi, Yana tidak lagi menganggap perilaku Stacy sebagai kenakalan, tetapi sebagai
           sebuah keunikan yang spesial. Setiap perubahan kecil yang terjadi pada Stacy, merupakan berkah tersendiri
           bagi ibu dua anak ini. (kanan)

Setelah setahun mengikuti kelas bimbingan budi pekerti, perilaku Stacy berubah drastis. Dia yang dulu hiperaktif dan sulit bertoleransi dengan orang lain ternyata dapat melakukan hal-hal yang membanggakan bagi Yana, ibunya. “Mungkin buat orang lain, menyediakan teh itu biasa. Tapi buat saya, ini sangat berarti,” kata Yana bangga. Meski awalnya tak menganggap perilaku-perilaku positif Stacy sebagai sebuah perubahan, tapi akhirnya Yana sadar bahwa dari hal-hal kecil itulah maka sesuatu yang besar bisa tercipta. Tidak hanya lebih perhatian, bahkan kini Stacy juga sudah mau meminta maaf, meski yang dilakukannya hanya kesalahan-kesalahan kecil. “Saya berterima kasih sekali kepada Tzu Chi yang telah mengubah perilaku anak saya dan juga terhadap diri saya sendiri,” ucap Yana. Kini, setelah mengenal Tzu Chi, Yana dapat lebih lapang dada melihat kenakalan Stacy. “Saya nggak menganggapnya sebagai kenakalan, tapi saya menganggapnya sebagai keunikan spesial,” ujarnya yang tak lagi membanding-bandingkan Stacy dengan anak-anak lainnya. “Saya menganggap semua manusia itu berbeda-beda, dan justru perbedaan itulah yang membuat kita jadi spesial,” tegas Yana bangga.

Pengalaman Setahun Belajar
Minggu, 23 November 2008, sebanyak 283 siswa kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi mengikuti acara wisuda sekaligus penutupan setelah setahun belajar. Mereka terdiri dari kelas-kelas Er Tong Ji Jing Ban (Kelas Anak Kecil), Xiao Tai Yang Bei (Matahari Utara Kecil), Xiao Tai Yang Xi (Matahari Barat Kecil), Ai De Xi Wang (Harapan Cinta Kasih), anak asuh Tzu Chi, Da Ai Mama Er Tong Ban, Da Ai Mama Xiao Tai Yang Bei, dan Da Ai Mama Xiao Tai Yang Xi.

Michell, siswi kelas 5 Sekolah Dasar Tarsisi Bareta ini menuturkan pengalamannya selama setahun belajar. “Yang paling berkesan itu bahasa isyarat tangan,” ujarnya. Selain bertambah teman, Michell pun mengaku menjadi lebih berbakti kepada kedua orangtuanya. “Biasanya kalau disuruh mama selalu nolak, tapi sekarang dah mau bantu mama di rumah,” tambah Michell. Senada dengan Michell, Elisa pun mengaku senang dan mendapat banyak manfaat mengikuti kelas bimbingan budi pekerti ini. “Kami jadi mengerti betapa besar budi orangtua dan kami juga diajarkan untuk mencintai bumi dan melakukan kegiatan daur ulang,” kata Elisa.

foto   foto

Ket : - Para Mama dan siswa dari kelas bimbingan budi pekerti dari He Qi Utara memperagakan isyarat tangan.
           Selama pendidikan, para siswa ini memang harus diantar atau ditemani oleh orangtua dan keluarga, tidak
           boleh dengan orang lain. (kiri)
         - Para siswa kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi yang berasal dari warga penghuni Perumahan Cinta Kasih
           Tzu Chi juga turut memperagakan isyarat tangan untuk memeriahkan acara. Di sini tampak harapan cinta
           kasih (ai de xi wang). (kanan)

Selaku koordinator kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi, Chi Ying merasa puas dengan hasil yang telah dicapai anak-anak setelah selama setahun belajar. Dalam kesempatan itu, setiap anak turut berpartisipasi dalam mementaskan beragam pertunjukan dalam acara penutupan kelas ini, seperti bahasa isyarat tangan, boneka tangan, drama, dan Kung Fu. Apa yang diajarkan di kelas ini, tentunya tak akan didapat dari sekolah-sekolah umum lainnya. “Saya harap kalian dapat terus bergabung dan tumbuh besar bersama dalam keluarga besar Tzu Chi. Nanti kalau sudah besar, kalian akan seperti shigu dan shibo (sebutan untuk relawan Tzu Chi perempuan dan laki-laki) yang bersumbangsih untuk orang lain,” Chi Ying berpesan. Dengan bahasa Mandarin yang diterjemahkan oleh pembawa acara, Chi Ying berharap, “Kalau masyarakat kita bertambah 1 orang yang baik, maka yang jahat akan berkurang 1. Nah, jika begitu, kehidupan kita akan aman dan sentosa.”

foto   foto

Ket : - Sebagai bentuk penghargaan dan rasa syukur atas bimbingan dari Da Ai Mama yang selama hampir
           setahun membimbing mereka, para siswa kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi memberikan kenang-
           kenangan berupa foto dan kartu ucapan. (kiri)
         - Sebagai wujud kepedulian terhadap sesama, para siswa kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi secara
           bersama-sama menyerahkan celengan bambunya untuk disumbangkan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi
           Indonesia. (kanan)

Mewakili relawan Tzu Chi lainnya, Wen Yu juga menyampaikan harapannya agar para orangtua dari kelas budi pekerti ini juga mau bergabung sebagai relawan maupun donatur Tzu Chi. “Anda mau masyarakat Indonesia baik, maka Anda harus ikut berkontribusi. Mungkin hari ini hanya anak-anak Anda yang baik, tapi kalau di luar lingkungannya narkoba, tentu sulit mengharapkan anak-anak kita tidak terpengaruh. Mari bersama-sama kita ciptakan masyarakat Indonesia menjadi lebih indah dan baik. Dan itu, tentunya menjadi tanggung jawab kita semua,” kata Wen Yu.

 

Artikel Terkait

Berbagi Semangat Pelestarian Lingkungan

Berbagi Semangat Pelestarian Lingkungan

31 Juli 2015 Dalam kegiatan ini, meski Tzu Chi tidak terlibat langsung dalam bakti sosial kesehatan, relawan Tzu Chi dengan sepenuh hati menggarap ladang berkah yakni berbagi semangat tentang pelestarian lingkungan.
Cinta Kasih Tzu Chi untuk Rivallino

Cinta Kasih Tzu Chi untuk Rivallino

21 Juni 2012 Sesuai dengan perenungan Master Chen Yen, ”Bersumbangsih tanpa pamrih yang membangkitkan rasa terima kasih dalam diri orang yang dibantu adalah menjalin jodoh baik”. Berjodohnya dengan Tzu Chi, kedua orang tua Rivallino pun bergabung mengikuti kegiatan Tzu Chi seperti, memilah daur ulang, dan menjadi donatur.
Perpisahan Awal dari Pertemuan

Perpisahan Awal dari Pertemuan

19 Juni 2019

Sebanyak 99 orang peserta mengikuti Kelas Pendidikan Budi Pekerti Tzu Chi (Tzu Shao: setingkat SMP dan SMA). Ada yang baru mendaftar, dan ada pula anggota Tzu Shao yang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di kota lain.

Kita harus bisa bersikap rendah hati, namun jangan sampai meremehkan diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -