“Jangan Bosan Ya, Sering Kunjungi Sayaâ€
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto
|
| ||
Bantuan yang dimaksud ialah bantuan untuk mendirikan kembali rumah warga yang rubuh akibat terkena musibah kebakaran. Secara bertahap, relawan Tzu Chi membangun rumah warga hingga saat ini. Tanggal 15 Mei 2013, sebanyak 35 orang relawan Tzu Chi He Qi Pusat datang dan berkumpul di acara ini. Sekitar pukul 14.30 WIB, relawan datang dan memperkenalkan diri serta mengajak para warga untuk bisa bersama-sama membangun lingkungan menjadi lebih baik dan mengimbau untuk dapat ikut serta menjadi relawan membantu lebih banyak orang yang membutuhkan. “Pada hari ini, relawan Tzu Chi yang datang merasa sangat gembira melihat wajah-wajah bahagia para warga yang telah dibantu oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Tentunya kami berharap para warga tidak hanya menjadi orang yang dibantu saja, tetapi mereka juga dapat membantu orang lain yang membutuhkan bantuan,” terang Like Hermansyah, Ketua He Qi Pusat. Jalinan Jodoh Baik Widianto sendiri sebenarnya telah mengenal Tzu Chi jauh sebelum bencana kebakaran terjadi. Pada tahun 2011 lalu, Widianto sempat mengikuti kegiatan sosialisasi Tzu Chi di Gedung ITC Mangga dua. Beberapa bulan kemudian, Widianto pun meluangkan waktu sesudah berdagang untuk ikut kegiatan bakti sosial kesehatan Tzu Chi di daerah Cibinong. Widianto adalah seorang pedagang Cakwe yang mengharuskan dirinya untuk meracik bahan-bahan dari malam hari untuk dijual kembali pada keesokan pagi harinya.
Keterangan :
Pada bulan Februari 2012 lalu ketika Widianto dan keluarga pulang mudik ke Riau untuk berkumpul dengan saudara di sana. Rumah orang tuanya yang terletak di jalan Lautze Dalam 2 No. 27 ini ludes dilalap kobaran api yang melanda pemukiman warga Lautze Dalam kala itu. Beruntung beberapa saat setelah kejadian, relawan Tzu Chi yang kerap mengunjungi Widianto memberitahukannya untuk mencoba mengajukan permohonan bantuan renovasi rumah, karena rumah orang tuanya hanya lantai dua saja yang habis terbakar. Selama proses pembangunan berjalan, orang tua dan saudaranya tinggal di rumah Widianto. Widianto pun berujar jika dirinya dan keluarga merasa sangat bersyukur dengan adanya bantuan pembangunan rumah dari Tzu Chi ini. Sejak rumah orang tuanya terbakar, mereka tinggal di rumah Widianto yang berada di depan jalan raya (500 meter dari rumah orang tuanya). Rumah Widianto yang kecil memiliki dua buah kamar tidur yang harus dihuni oleh 11 orang. Selama beberapa bulan mereka hidup berdesak-desakan. Kini, keluarganya dapat lebih leluasa dalam beraktivitas, karena rumah orang tuanya yang memiliki luas lebih kurang 43 meter persegi dan memiliki sebuah loteng yang cukup untuk 11 orang telah selesai dibangun. “ Saya merasa bersyukur karena sudah dibantu oleh Tzu Chi, mungkin ini jalinan jodoh kali ya,” ujar Widianto sembari tersenyum bahagia. Widianto pun kini berusaha untuk dapat meluangkan waktunya untuk bersumbangsih bagi orang banyak di Tzu Chi.” Saya memang punya rencana ke arah (menjadi relawan) itu. Sekarang saya juga mulai sisihkan uang untuk disimpan ke celengan buat disumbangkan ke Tzu Chi,” terang Widianto yakin. Hidup dengan Layak
Keterangan :
Sesampainya di sana, ternyata kami telah ditunggu oleh Mbah Suwarni. Nenek berusia 96 tahun tersebut sedang duduk di depan rumahnya, menunggu kedatangan kami. Ketika tiba di depan rumahnya, saya pun terperanjat karena beberapa bulan yang lalu saya pernah mampir ke rumahnya yang masih dalam tahap pembangunan. Pada saat itu rumahnya begitu kecil (hanya berukuran 0,8 x 1,2 Meter, satu lantai) tetapi kini telah bertambah menjadi 1,8 x 3,2 Meter. Ternyata, relawan Tzu Chi yang menggambarkan denah bangunan rumah untuk Mbah Suwarni merasa tidak tega melihat rumah Mbah Suwarni yang begitu kecil. Apalagi ketika mendengar jika dulu Mbah Suwarni dan cucunya ingin mandi, mereka harus mandi di depan rumah mereka yang berupa gang buntu seluas 70 cm dengan ditutup dua buah bilik. Dengan dibalut sebuah handuk, mereka mandi secara bergiliran. Relawan pun mencoba meminta tetangga Mbah Suwarni untuk menjual 0.8 x 2,4 Meter tanah rumahnya untuk diberikan ke Mbah Suwarni sehingga rumah Mbah Suwarni dapat memiliki sebuah dapur untuk masak dan WC untuk mandi dan buang air kecil. Kini, setelah luas rumah mereka bertambah mereka tidak perlu lagi mandi di luar rumah mereka. Relawan pun menambahkan sebuah loteng untuk Mbah Suwarni dan Kiki tidur dan bersantai. Melihat kepedulian relawan terhadap dirinya, Mbah Suwarni pun kini semakin senang karena ia dan cucunya dapat hidup dengan layak seperti tetangga lainnya. Ketika hari menjelang sore, kami pun berpamitan. “Kalian jangan bosan-bosan ya datang jenguk saya,” ujar Mbah Suwarni kepada saya dan Noni Shijie yang hendak pamit. Mendengar permintaannya yang sangat sedehana, tetapi sangat berarti baginya, membuat saya sangat terharu dan sedih. Tetapi mengingat jika para tetangga sekitar selalu menjaga dan menemaninya setiap hari, saya pun merasa tenang dan yakin Mbah Suwarni akan baik-baik saja. | |||