“Kunjungan Kasih Telah Mengubah Tabiatku”

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

Untuk menjaga hatinya, Endang selalu membawa buku kata perenungan 108 Master Cheng Yen di sakunya. Dengan buku ini, banyak manfaat kehidupan diperoleh, untuk dirinya, keluarga, dan orang di sekelilingnya.

 

Awalnya, malam itu Endang Supriatna masih terlihat penuh senyum saat dipersilahkan naik ke atas panggung oleh pembawa acara dan berbagi cerita di atas podium yang telah disediakan untuknya. Kata-kata pun lalu meluncur deras darinya yang bercerita tentang perkenalannya dengan Tzu Chi. 

 

 

Jodoh itu Harus Diusahakan
“(Saya) tahu Tzu Chi dari DAAI TV. Saya lihat awalnya juga ga tau. Saya kira stasiun televisi apa. Dai (dai=juru dakwah Muslim –red) kan artinya Muslim. Tapi kok kelihatannya banyak (maaf) Tionghoanya,” tutur Endang mula-mula. Karena itu, ia pun lalu mencari Tzu Chi hingga akhirnya tiba di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Di sana karena takut, ia pun tidak berani untuk masuk bertanya. Yang dipikirkannya saat itu adalah ia takut tidak diterima. Ia pun sempat datang melihat kantor Tzu Chi di Mangga Dua, Jakarta. Setibanya di sana, ia kembali melihat kebanyakan komunitasnya orang Tionghoa. Kembali, ia pun tak berani untuk masuk dan mengenal Tzu Chi.

Melihat itu, istrinya pun berujar, “Kamu tidak usah cari ke mana-mana, kalau belum jodoh kita tidak bisa.” Suatu saat, Endang yang seorang salesman cat ini menemui Asen Shixiong, salah satu konsumennya di daerah Kelapa Gading. Lalu Asen mengajaknya bergabung menjadi relawan Tzu Chi. “Dari situ (saya) baru tahu dan mulai ikut,” ujarnya.

Acara pertama yang diikuti adalah perayaan Waisak Tzu Chi yang diadakan di JITEC Jakarta. Saat mengikuti acara, ia awalnya berpikir akan mendapatkan tempat sendiri. “(Saya) berdiri terus selama dua jam. Berdiri dan mengikuti acara walau ga ngerti,” kata Endang yang lalu diselingi gelak tawa para hadirin yang mendengarkan. Waktu itu, ia juga tetap memperhatikan istrinya yang juga ikut karena khawatir tak kuat berdiri lama-lama. Walaupun harus berdiri lama dan tidak mengerti, Endang tetap mengikuti acara hingga selesai. “Mungkin ini jalan saya di Tzu Chi,” begitu pikirnya waktu itu. Salah satu motivasi Endang bergabung di Tzu Chi adalah karena ia memang suka dengan kegiatan sosial. 

Menerawang Masa Lalu
      Tak lama, senyum di wajah Endang perlahan meredup. Matanya mulai terlihat menerawang masa-masa sedih yang pernah dialaminya. Ia mulai menyadari banyak perubahan yang ia dapatkan saat menjadi relawan Tzu Chi. Ia yang dahulu bertemperamen keras kini mulai bisa lebih lunak. Pekerjaannya sebagai seorang salesman yang bertemu dengan berbagai macam karakter manusia, salah satunya sifat keras, mau tak mau mempengaruhi pula dirinya. Dan sikap kerasnya itu tetap terbawa saat ia pulang ke rumah. “(Saya) dahulu kurang harmonis dengan anak-anak. Pulang suka marah-marah. Anak-anak ga nyaman dengan papanya,” ujarnya mulai terisak-isak. Isak itu pun semakin terdengar jelas saat ia semakin menceritakan kisahnya di masa lalu. Di keluarga kebanyakan umumnya, semestinya kalau ada ayah di rumah, anak-anak tentunya senang, namun tidak dengan keluarga Endang.

foto  foto

Ket : - Endang tak kuasa menahan derai air mata saat mengingat masa-masa lalunya di mana anak-anaknya tak
           nyaman bersamanya. Setelah bergabung di Tzu Chi, hidupnya pun perlahan berubah lebih indah,demikian
           pula keluarganya. (kiri)
         -Ruangan pun sunyi, saat Dewi Shijie berbagi sharing mengenai kehidupannya yang berubah 180 derajat            berkat membaca buku Sanubari Teduh. Para relawan Tzu Chi Singapura dan Malaysia pun bertepuk tangan            pertanda dukungan bagi Dewi untuk terus bersemangat dalam hidupnya. (kanan)
           

“Karena papanya keras suka main tangan. Kalau ada apa-apa maunya menang sendiri. (Saya) kan kepala rumah tangga. Segala sesuatunya (saya) yang mengatur,” imbuhnya mengulang kenangannya di masa-masa itu. Jadinya, anak-anak pun setelah pulang tidak pernah mencari Endang. Yang mereka cari adalah mamanya. “Mereka selalu tanya, ‘Mama mana?’ Tidak pernah tanya saya,” katanya terisak-isak. Senyum di wajah Endang kini pudar, kesedihannya di masa lalu ia ungkapkan kepada para hadirin. Ungkapan kesedihan betapa hidupnya di masa lalu penuh derita, terperangkap di rumah sendiri karena sikapnya yang keras.

“Jadi (saya) terkadang gimana yah, pengen pulang cepet ke rumah tapi anak merasa gak nyaman,” galaunya. Hadirin yang mendengarkan sharing Endang pun tertegun dan menyimak dengan penuh arti. Sebagai ungkapan perhatian, cinta kasih, dan dukungan, para relawan yang hadir memberikan tepuk tangan untuk Endang.

Kunjungan Kasih yang Mengubah Hidup
Setelah masuk dan bergabung menjadi relawan Tzu Chi, Endang sering ikut kegiatan yang sifatnya kunjungan kasih. Saat kunjungan kasih, ia bertemu dengan orang yang tidak ia kenal. “Kita peluk dan kita belai, padahal mereka bukan anak kita lho. Menyebarkan cinta kasih kepada sesama. Tapi kenapa cinta kasih ini tidak bisa (saya) salurkan ke anak dan keluarga saya,” pikirnya waktu itu. 

Ia berpikir, kalau bisa berbuat untuk orang lain mengapa ia tidak bisa berbuat hal yang sama untuk keluarganya. Setelah ikut kunjungan kasih dan kegiatan lain itulah, Endang akhirnya mencoba untuk berubah. “Kini (saya) banyak mengalah untuk anak,” tandasnya. Kebahagiaan pun perlahan menyelimuti kehidupan keluarganya. “(Saya) sebahagia (ini) sekarang. Kalau anak pulang sekolah dan melihat sepeda motornya, sekarang anak saya selalu tanya ke mamanya, ‘Papa mana, Ma, kok pulang cepat?’” katanya tersenyum.

Titik air mata pun lantas berhenti menetes dari kelopak mata Endang saat menceritakan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Sekarang ia bahagia karena anak-anak pun mau diajaknya bepergian. Dahulu hampir tak pernah mau. Ia pun berharap, ke depannya keluarganya akan lebih harmonis lagi.  

foto  foto

Ket : - Liliawati Rahardjo sedang berbagi sharing kepada para hadirin seputar keikutsertaannya menjadi relawan
            Tzu Chi Indonesia. (kiri)
        - Tak lupa, para relawan Tzu Chi Hu Ai Kelapa Gading juga menampilkan isyarat tangan yang            dipersembahkan untuk para relawan mancanegara ini. (kanan)

Selain Endang Supriatna, Dewi Shijie juga sempat memberikan sharing seputar kehidupannya yang berubah usai membaca sebuah kutipan dari buku Sanubari Teduh yang dibelinya di Jing-Si Books and Café Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Buku 108 Kata Perenungan
Untuk menjaga hatinya, Endang selalu membawa buku 108 Kata Perenungan karya Master Cheng Yen. “Mungkin sekarang agak lecek karena selalu dibawa,” ujarnya sambil mengangkat buku itu. Kembali tawa para hadirin berderai pertanda kagum mendengar ucapannya. Salah satu kutipan yang selalu diingatnya adalah kutipan yang bertema marah. Dalam kata perenungan itu dikatakan “Marah adalah menghukum diri sendiri atas kesalahan yang diperbuat oleh orang lain”. Inilah kata perenungan yang telah mengubah tabiat Endang. “Untuk apa kita marah, yang rugi kita dan anak-anak kita sendiri,” tukasnya.

Kata perenungan lain dari Master Cheng Yen yang selalu diingatnya adalah “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam hidup ini, berbakti kepada orangtua dan melakukan kebijakan”. Maka ia pun berharap, Tzu Chi dapat lebih maju dan semua orang dapat merasakan cinta kasih. Endang pun lantas mengakhiri sharing, dan tepukan tangan pertanda dukungan dari para relawan Tzu Chi terdengar membahana di seisi ruangan acara.

Kedatangan Relawan Singapura dan Malaysia
Sharing di atas adalah salah satu rangkaian dari kegiatan tiga hari yang diikuti oleh para relawan Tzu Chi dari Singapura dan Malaysia. Mereka datang sejak Jumat siang, 7 Agustus 2009 pukul 15.00. Yang lebih dahulu datang adalah relawan Tzu Chi Malaysia. Mereka langsung bergegas menuju ke Jing-Si Books and Café Kelapa Gading. Hal yang sama dilakukan oleh para relawan Tzu Chi Singapura yang datang satu jam kemudian.

Dalam kata sambutannya, Liu Su Mei, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengucapkan terima kasih atas kedatangan para relawan Tzu Chi mancanegara ini. Liu Su Mei juga sempat mengatakan bahwa Kelapa Gading merupakan tempat asal para relawan mula-mula melakukan kegiatan Tzu Chi di Indonesia.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi Indonesia dengan rapi menyambut kedatangan relawan Tzu Chi Malaysia yang juga               berbaris rapi. Inilah salah satu budaya kemanusiaan yang sama-sama dipahami dan diterapkan oleh               semua relawan Tzu Chi.  (kiri)
           - Setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, para relawan Tzu Chi Malaysia segera menaiki bus
              yang telah disiapkan dan menuju ke Jing-Si Books and Cafe Kelapa Gading.  (kanan)

Sementara itu, Liliawati Rahardjo mewakili Tzu Chi Hu Ai Kelapa Gading dalam sharingnya mengatakan awalnya ia tidak berani masuk ke Tzu Chi karena tidak berani menanggung tanggung jawabnya. “(Saya) tidak ingin masuk ke Tzu Chi memang karena takut tidak dapat melakukannya dengan baik. Tetapi pada akhirnya atas ajakan shixiong dan shijie, saya masuk ke Tzu Chi,” ujarnya penuh senyum.

Salah satu kegiatan yang pernah diikutinya adalah kegiatan daur ulang. “Dalam melakukan kegiatan Tzu Chi, para relawan dapat saling sharing dan belajar banyak dari kegiatan yang diikutinya,” paparnya. Beragam acara dipertunjukkan malam itu. Para relawan Tzu Chi Singapura dan Malaysia tampak betul-betul menikmati acara di kunjungan hari pertama ini. Malam makin larut, acara pun berakhir, namun kisah sharing yang disampaikan tak akan lekang oleh waktu. Cinta kasih itu kini telah bersemi di hari setiap orang, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, dan kewarganegaraan.

 

Artikel Terkait

Pelatihan Diri Sejak Dini

Pelatihan Diri Sejak Dini

14 Oktober 2010 Tepat pukul 09.30 WIB, kelas budi pekerti dimulai dengan gerakan isyarat tangan lagu “Gan Xie” dari para Xiao Pu Sa (Bodhisatwa kecil). Dengan antusias para xiao pu sa lainnya mengikuti dengan bersemangat dan tertawa karena lagu yang jenaka dan menyenangkan. Lim Ai Ru dan Kevin Tan kemudian mengajarkan gerakan isyarat tangan terbaru yang berjudul Xiao Xiao De Shu (Pohon Kecil Ibarat Anak Kecil).
Seribu Paket Sembako untuk Warga Tanjung Morawa, Sumatera Utara

Seribu Paket Sembako untuk Warga Tanjung Morawa, Sumatera Utara

26 April 2022

Menyambut Hari Raya Idul Fitri, Tzu Chi Medan, tepatnya di komunitas Hu Ai Mandala membagikan 1.000 paket sembako untuk warga kurang mampu di Wisma Tanjung Indah, Kota Tanjung Morawa. Ada 101 relawan yang bersumbangsih pada pembagikan 1.000 paket sembako ini.

Putus Asa Bukanlah Sebuah Pilihan

Putus Asa Bukanlah Sebuah Pilihan

12 Maret 2018
Jumadi, pria asal Desa Wawasan, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan telah menderita tumor mata sejak tiga tahun yang lalu. Jumadi pun mengajukan bantuan kepada Tzu Chi Lampung pada Desember 2017. Ia lalu menjalani operasi pada awal Maret 2018.
Kekuatan akan menjadi besar bila kebajikan dilakukan bersama-sama; berkah yang diperoleh akan menjadi besar pula.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -