“Mama yang Terbaikâ€
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha Perayaan Hari Ibu yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia He Qi Utara dibuka dengan pemberian sekuntum bunga oleh para anak kepada ibu mereka, sebagai ungkapan terima kasih yang sangat mendalam. | Ini bukanlah sebuah kegiatan yang luar biasa, tapi karena kesibukan kita terkadang melupakannya. Perayaan Hari Ibu Sedunia yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, wilayah He Qi Utara pada hari Minggu, 24 Mei 2009, mencoba mengingatkan kembali kepada kita untuk berterimakasih kepada jasa para Ibu, melalui sebuah perbuatan kecil yang sarat makna. |
Memasuki aula Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, saya langsung disuguhi dengan sebuah pemandangan menyentuh. Mata saya tertuju pada seorang manula yang tengah dipapah oleh beberapa anak muda. Dengan penuh kesabaran, tiga orang remaja berusia sekitar 15-20 tahun, yang notabene cucu dari nenek tersebut, perlahan mendudukkan nenek mereka pada sebuah kursi di tepi ruangan. Tidak selesai sampai di situ, salah satu dari mereka dengan sigap langsung meletakkan sepasang tangannya di pundak sang nenek, dan mulai memijitnya. Gerakan ini pun langsung diikuti oleh kedua cucunya yang lain. “Sesuatu yang sudah lama tidak saya lakukan,” gumam saya perlahan. Ternyata ini baru awal perjalanan pendewasaan hati saya. Sekitar pukul 14.00, acara yang diikuti oleh 400 orang— terdiri dari para relawan dan undangan— ini pun dimulai. Setelah menyaksikan penayangan ceramah Master Cheng Yen, saya dan para undangan kembali mengalami pendewasaan batin. Agus Hartono, relawan Tzu Chi yang juga bertindak sebagai pembawa acara meminta seluruh peserta anak untuk naik ke atas panggung sambil menyanyikan lagu “Shi Shang Zhi You Ma Ma Hao” (Di Dunia Ini yang Terbaik adalah Mama Kita). Setelah itu, dengan membawa sekuntum bunga aster, para peserta diminta untuk menuju ke ibu mereka masing-masing. Sambil berlutut mereka menyerahkan bunga tersebut. Tak pelak lagi, hujan air mata akhirnya jatuh juga, pelukan hangat dan ucapan maaf dari sang anak terdengar sendu di balik isakan tangis mereka. Ket : - Tetes air mata keharuan pun tidak lagi bisa terbendung. Cinta kasih antara ibu dan anak terurai dalam setiap “Awalnya saya tidak bersemangat ikut Mama hari ini, rasanya aneh saja kalau harus ikut kegiatan seperti ini. Tapi kegiatan hari ini buat saya sadar atas kesalahan saya kepada Mama. Saya janji mau berubah, saya tidak akan lagi mengecewakan Mama,” tutur Wilson Kristanto, putra dari Lie Fan Fan, salah satu relawan Tzu Chi. Yang Sederhana, yang Bermakna Tidak hanya itu, dalam sesi berikutnya, Roswita Widjaja memandu para peserta untuk melakukan beberapa games, seperti mengalami kehamilan, maupun mencari tangan mama. “Kami sengaja mengadakan permainan ini, dengan tujuan mempererat ikatan batin antara ibu dan anak,” tutur Roswita. Ket : - Sebuah drama berjudul "Ketika Aku Sudah Tua" yang mengundang gelak tawa para peserta juga ditampilkan Secara tidak langsung permainan sederhana yang penuh dengan makna tersebut juga menjadi sebuah alarm kepada mereka yang mulai lupa melayani sang ibu. “Karena kesibukan atau sesuatu hal, mungkin kita tidak sempat melayani ibu kita. Oleh sebab itu, di dalam perayaan hari ibu kali ini, kami menciptakan kesempatan tersebut. Ini adalah saat yang tepat untuk berterimakasih kepada mereka,” jelas wanita yang aktif mengajar di kelas Budi Pekerti Tzu Chi ini. Ketika sesi melap dan mencuci kaki mama dimulai, Yenkhe, salah satu tamu undangan terlihat sangat terharu. Sambil terisak ia membasuh dengan perlahan setiap jengkal kaki ibu yang sangat dicintainya itu. Yang dibasuh pun tak kalah terharu, sepanjang hidup Lilasary belum pernah ada salah satu anaknya yang melakukan hal demikian. “Saya baru kali ini melakukan hal ini. Sebenarnya (ini) bukanlah sesuatu yang sulit, tapi kenapa kita terlupa untuk melakukan hal sederhana seperti ini,” ucap Yenkhe. Ia mengaku sangat terharu dan bersyukur diberi kesempatan tersebut sebelum terlambat. Yenkhe juga berharap kegiatan yang sangat positif ini bisa terus dilakukan setiap tahunnya, “Terkadang, kita sebagai seorang anak memang suka melupakan jasa ibu. Kalau memungkinkan acara seperti ini tidak hanya untuk komunitas Tzu Chi saja, tapi juga untuk masyarakat umum. Jadi mereka pun selalu diingatkan untuk berbakti kepada orangtua.” Selain Yenkhe, Lo Hoklay, salah satu relawan Tzu Chi juga menuturkan betapa bahagianya masih diberikan kesempatan untuk berbakti kepada orangtuanya. “Selain menjadi seorang Mama, Mama juga menjadi sosok Papa bagi kami. Dan di Hari Ibu ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mama,” ucap Hoklay sambil memeluk erat sang bunda. Ket : - Bagi sebagian peserta, pembasuhan kaki dan melap tangan adalah sesi paling menyentuh dalam kegiatan Prajurit Celemek Biru “Kali ini para shijie-shijie tidak lagi melayani. Semua diambil alih oleh para shixiong,” tutur Like Hermansyah selaku koordinator kegiatan. Mendengar hal tersebut, saya pun baru menyadari bahwa sejak awal acara para shixiong (panggilan relawan laki-laki –red) memang terlihat sangat aktif. Mulai dari menyambut kami di depan aula RSKB Cinta Kasih, hingga melayani kami mengambilkan air minum. “Selain melakukan hal yang baru bagi mereka, kegiatan seperti ini juga menambah keakraban untuk para shixiong yang biasanya sibuk dalam beberapa kegiatan dan tidak bisa saling berinteraksi satu dengan yang lain,” tambah Like. Ket : - Dengan sigap dan cekatan, para "prajurit celemek biru" melayani para peserta dengan maksimal. (kiri) Belum habis perjalanan hati saya, kali ini saya kembali terkejut dengan “prajurit celemek biru” yang telah siaga melayani kami dalam acara makan malam vegetarian yang menjadi acara penutup di perayaan hari ibu ini. Dengan cekatan, para pria tersebut menyajikan beragam sayur-sayuran, dan beberapa bahan lainnya yang terdapat dalam menu shabu-shabu vegetarian. Walaupun awalnya merasa sedikit aneh, tapi pelayanan yang penuh cinta kasih dari mereka membuat saya kembali merasa nyaman menyantap makanan yang selain sehat, juga ramah lingkungan. “Setelah sekian tahun ini merupakan kesempatan pertama kami, para shixiong untuk memasak dan menjamu para shijie,” tutur Chandra Chaisir atau yang akrab disapa Athung ini. Walaupun harus standby sejak pukul 08.00 pagi untuk memasak, para shixiong tersebut mengaku sedikit pun tidak merasa lelah. “Biasanya kami bekerja di lapangan membagikan beras ataupun baksos. Tapi bekerja di dapur seperti ini ternyata juga bisa mengakrabkan dan menambah rasa kebersamaan di antara kami,” tambah Juryadi penuh semangat. Melihat semangat para shixiong ini, saya merasa semakin terharu. Melalui sesuatu yang sebenarnya sederhana seperti memberi bunga, memijit, atau membantu ibu memasak merupakan salah satu bentuk ungkapan terima kasih kita kepada jasa mereka. Karena di dunia ini yang terbaik adalah mama kita. | |
Artikel Terkait
Bersama Mensosialisasikan Pelestarian Lingkungan di Bekasi
05 September 2024Kegiatan pelestarian lingkungan rutin diadakan oleh komunitas relawan Hu Ai Bekasi di minggu ke-3 setiap bulannya. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.