"Menembus Batas" di DAAI TV

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoProf. Irwanto PhD dari Pusat Kajian Disabilitas UI menjelaskan sulitnya meraih fasilitas pendukung bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik. Melalui film dokumenter "Menembus Batas", ia berharap dapat membuka pandangan masyarakat terhadap orang-orang berkebutuhan khusus.

Tujuh belas tahun yang lalu sepulang belajar di Taman Kanak-kanak (TK), Habibie Afsyah nampak sangat gembira. Sekian jam bermain di TK telah memberikan kesan yang istimewa di hati Habibie. Nikmatnya bermain bersama teman-teman baru dan serunya permainan untuk hari esok menjadi angan-angan yang terus melintas di pikiran Habibie. Sambil duduk di kereta bayi yang didorong oleh pengasuhnya, Habibie beranjak pulang.

Selama di perjalanan, Habibie yang dipenuhi luapan kegembiraan terus mengobrol dengan pengasuhnya. Tiba-tiba di tengah jalan ada seseorang yang berkata, “Sudah besar kok masih dimanja. Dorong saja ke got!”

Melawan Keterbatasan
Pengasuhnya yang begitu sayang padanya langsung terdiam sejenak lalu melanjutkan perjalanan. Namun tak sedikit pun rasa sakit hati muncul di benak Habibie. Ia masih saja menikmati obrolan dan keceriaan di hari pertamanya masuk Taman Kanak-kanak. Tetapi berbeda dengan pengasuhnya, ia yang sedari tadi nampak tenang-tenang saja ternyata menyimpan perasaan luka akibat perkataan orang tadi. Baginya perkataan itu terlalu pedas dan tidak manusiawi. Maka ketika Endang Setyati, ibu kandung Habibie pulang bekerja, pengasuhnya langsung menceritakan kejadian siang tadi. Tetapi justru Endang menanggapinya dengan bijak. Tak sedikit pun Endang terpancing emosi. Bahkan ia menerangkan kepada pengasuhnya kalau mungkin orang itu tidak memahami kondisi Habibie.

Kondisi fisik Habibie yang lemah memang sudah nampak sejak ia berusia 8 bulan. Saat anak-anak lainnya sudah mulai belajar merangkak dan duduk mengikuti nalurinya, Habibie justru belum bisa melakukannya. Hal inilah yang mendorong kecurigaan Endang dan segera memeriksakan Habibie ke dokter. Setelah cukup lama berobat kesana-sini akhirnya Endang menemukan jawaban akan penyakit yang diderita Habibie. Melalui sebuah diagnosis yang mendalam, seorang dokter menjelaskan kalau Habibie menderita Mascular Dhystrophy Progressiva (MDP), yaitu adanya kerusakan di otak kecil yang menyebabkan terganggunya fungsi motorik dan perkembangan. Meskipun demikian, kemauan yang keras dari Habibie dan ibunya dalam melawan keterbatasan membuat ia sukses mengolah sebuah bisnis di internet.

foto  foto

Ket : - Yabin Yap, Manajer Program DAAI TV berharap film dokumenter "Menembus Batas" mampu menembus             sekat-sekat psikologis pemirsa dan menjadi refleksi diri. (kiri)
         - "Kesabaran dan keteguhan hati Endang Setyati membina Habibie Afsyah hingga berhasil menjadi             internet marketer membuat ia patut di juluki "Inspirator Mom". (kanan)

Membuka Wawasan Lebih Luas
Kisah hidup dari orang-orang yang mengolah kelemahannya menjadi sebuah kekuatan hingga menembus keterbatasannya adalah tema utama yang diusung dalam film dokumenter “Menembus Batas di DAAI TV”. Serial film dokumenter “Menembus Batas” di program Refleksi DAAI TV yang terdiri dari 13 episode ini akan ditayangkan setiap Selasa mulai 3 Agustus sampai 28 September 2010.

Film dokumenter ini adalah hasil kerja sama antara DAAI TV dengan Pusat Kajian Disabilitas FISIP Universitas Indonesia (UI). Dan tentunya film ini bukan sekadar film yang mendokumentasikan kehidupan orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, tetapi lebih dari itu film ini diharapkan mampu memberikan pesan: bersyukur, menghormati, dan mencintai. “Tontonan ini diharap akan menjadi tontonan yang membuka cakrawala yang lebih luas. Menembus sekat-sekat fisik, menembus sekat-sekat pemikiran, sehingga bukan saja menjadi tontonan yang membangkitkan semangat rekan-rekan kita, saudara-saudara kita, tetapi juga bagi kita masyarakat kita yang secara fisik lengkap tetapi secara rohani merasa kurang. Mudah-mudahan ini akan menjadi pembangkit semangat hidup mereka. Mereka bisa belajar dari saudara-saudara kita, orang-orang yang cacat,” jelas Yabin Yap, Program Manajer DAAI TV.

foto  foto

Ket: - Mascular dhystrophy progresissiva telah membuat pertumbuhan Habibie menjadi terhambat. Tetapi             kondisi ini tidak menghambat semangatnya untuk berkarya dan sukses. (kiri).
         - Harry Pattirajawane sedang memainkan gitar akustik mengiringi Lia, istrinya yang membawakan sebuah             "lagu di peluncuran program DAAI TV "Menembus Batas". (kanan)

Menginspirasi Masyarakat
Dalam acara peluncuran serial film dokumenter Menembus Batas yang diadakan di Serambi Salihara, pada Selasa 27 Juli 2010, lebih jauh Yabin berharap film dokumenter ini mampu memberikan ispirasi bagi orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup dengan merefleksikan dari yang ia saksikan. Menurut Yabin, kehadiran program ini merupakan sebuah usaha dalam mengubah pandangan umum terhadap orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik. Bagi Yabin istilah “keterbatasan” hanyalah hambatan dari keterbatasan fisik. Bahkan sesungguhnya banyak orang-orang yang memiliki kelengkapan anggota tubuh tetapi (sebenarnya) memiliki jiwa yang rapuh. Dari pemahaman inilah Yabin menyimpulkan bahwa setiap manusia yang mandiri, mampu memahami hidupnya, dan bisa menjalani hidupnya dengan baik, maka ia adalah manusia yang bebas atau manusia yang memiliki ketidakterbatasan, terlepas dari kelengkapan tubuh. Atas dasar alasan inilah DAAI TV bersedia bekerjasama dengan Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia (UI) untuk membuat film Menembus Batas.

Kebijakan ini tentu disambut gembira oleh Profesor Irwanto, Ph.D dari Pusat Kajian Disabilitas UI. Irwanto yang sudah 4 tahun mengepalai Pusat Kajian Disabilitas UI menilai, Indonesia sebagai negara yang besar masih memiliki diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Hal ini terlihat dari minimnya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak memiliki akses yang sesuai untuk penyandang cacat. Menurutnya masyarakat masih memandang orang-orang cacat dengan sebelah mata; sebagai orang-orang yang tergantung, orang yang tidak produktif atau orang yang perlu dikasihani. Namun pada kenyataannya banyak dari mereka yang mampu menembus semua keterbatasan yang ada di dirinya. Melawan pandangan dan sikap budaya hingga mampu berdiri di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang mendiri, bebas, dan berguna bagi masyarakat luas.

Karena itu melalui tayangan film dokumenter “Menembus Batas”, DAAI TV Indonesia bersama Pusat Kajian Disabilitas UI berusaha mempromosikan kesetaraan hak bagi para penyandang cacat sekaligus menginspirasikan banyak orang agar tahu berucap syukur atas karunia yang dimiliki, menghormati orang lain yang memiliki kekurangan, dan mencintai sesama. “Saya harap sumbangan kecil dari kami (Pusat Kajian Disabilitas UI dan DAAI TV -red) bisa memengaruhi cita rasa media elektronik yang selama ini kalau tidak terlalu pedas oleh politik, terlalu masam dengan hal-hal yang tidak mendidik. Mudah-mudahan program ini menjadi sedikit rasa manis yang bisa kita nikmati karena di dalam episode yang pendek ini orang belajar tentang hidup yang positif,” harap Irwanto.

  
 
 

Artikel Terkait

Uluran Kasih untuk Warga Kampung Sidoharjo

Uluran Kasih untuk Warga Kampung Sidoharjo

27 Januari 2023

Relawan Xie Li Lampung menyalurkan paket cinta kasih untuk Warga Kampung Sidoharjo Kecamatan Penawartama, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung akibat angin puting beliung menimpa warga kampung ini pada 18 Januari 2023.

"Kue Bulan"

22 September 2015 Bersumbangsih dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui dana, tenaga, maupun pikiran. Apapun yang dilakukan tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain.
Perhatian untuk Generasi Penerus Bangsa

Perhatian untuk Generasi Penerus Bangsa

26 Juni 2013 Lebih kurang 300 anak mengikuti baksos ini. Kegiatan baksos berupa khitanan missal, pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan mata, pemeriksaan gigi.
Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -