“Saya Bangga Mereka Punya Cita-cita†(Bag. 2)
Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
|
| ||
Zainah menimbang dalam-dalam sewaktu memutuskan apakah akan ikut tinggal di Perumahan Cinta Kasih atau tidak. Ia seorang ibu, yang pasti mengkhawatirkan pergaulan anak-anaknya jika masuk ke lingkungan warga eks bantaran kali yang masih membawa kebiasaan lama mereka. Hanya saja bila pindah ke rumah susun, maka ia dapat menukar berjam-jam waktu perjalanannya menjadi lebih banyak waktu bersama anak-anaknya. Ketika masuk ke rumah susun, ia sangat membatasi anak-anaknya bergaul keluar supaya tidak ikut-ikutan bahasa percakapan tetangganya yang kasar terhadap anak mereka sendiri, yang lalu diikuti oleh anak-anak pada sebayanya. Di saat yang sama Zainah mulai membaurkan diri dengan beberapa tetangga yang juga adalah orang tua murid-muridnya. Dari sana ia jadi lebih memahami alasan sikap dan keputusan mereka. Ia menemukan banyak keputusasaan di sana yang kemudian berkembang jadi ketidakpedulian. Kendala utama keputusasaan ini tumbuh dari rasa tidak berdaya karena terbatasnya keterampilan yang dialami para orang tua. Sejumlah ibu ataupun bapak yang baru usia 30-an, ternyata buta huruf. Karena tergerak rasa prihatin, Zainah ikut mengusulkan Pusat Kelompok Belajar Masyarakat (PKBM) di Sekolah Cinta Kasih, agar di pagi hari anak-anak sekolah, dan sore hari gantian para orang tua belajar menulis membaca berhitung dan keterampilan lainnya. Meski hanya berlangsung beberapa tahun, beberapa orang tua menjadi lebih berpendidikan dibanding sebelumnya. Keterbatasan ekonomi adalah kendala kedua. SD dan SMP Cinta Kasih memasang biaya uang sekolah yang sangat rendah supaya terjangkau para orang tua yang rata-rata buruh atau pedagang kecil. Tapi, “Anak-anak setelah SMP tidak berpikir untuk melanjutkan lagi karena mereka melihat orang tuanya tidak mampu membiayai. Dalam benak mereka, setelah lulus SMP terus cari kerja seadanya lalu supaya dapat uang. Tapi pekerjaannya ya setingkat itu saja, tidak mungkin lebih baik dari orang tua mereka,” kata Zainah. Para guru berperan ikut memperjuangkan, agar Sekolah Cinta Kasih dengan biaya sangat murah ini, menambah tingkatan dengan SMK. Setidaknya dengan bekal ijazah itu, pekerjaan yang didapat anak-anak setelah lulus sedikit lebih menjanjikan. Dan Zainah mendapati perubahan sikap yang menakjubkan dari para orang tua ketika anak-anak mereka mendapat kesempatan melanjutkan hingga SMK. Mulai ada binar-binar harapan akan masa depan anak-anaknya. “Saya selalu coba menjelaskan pada orang tua bahwa anak adalah investasi keluarga yang paling bernilai. Jauh lebih besar nilainya daripada tanah atau emas. Maka kita harus membekali pendidikan pada anak-anak kita,” paparnya.
Ket : - Setelah pindah tinggal dalam kompleks Perumahan Cinta Kasih, Zainah semakin menyatu dengan kehidupan murid-muridnya. (kiri) Masa Depan untuk Mereka
Ket: - Sebagai seorang guru, Zaenah dan guru-guru lainnya di Sekolah Cinta Kasih harus dapat menjadi contoh dan teladan murid-muridnya, salah satunya dalam perilaku dan budi pekerti. (kiri). Ketika ia dan para guru pergi ke Taiwan untuk studi banding dengan Sekolah Tzu Chi di sana, mereka sempat bertemu dengan pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi itu. Zainah ditunjuk untuk mempresentasikan kemajuan sekolah dan menceritakan pengalamannya selama mengajar di sana. Ia tidak berhasil melewatkan sesi itu tanpa tangis. Segala emosi yang dipendam menghadapi segala permasalah sekolah seperti tertumpah bersama cucuran air matanya. “Orang-orang mungkin hanya melihat bahwa Sekolah Cinta Kasih yang sekarang bagus, murid-muridnya rapi dan tertib. Tapi mereka tidak mengalami bagaimana proses untuk meraih hari ini,” tuturnya. Setelah menyelesaikan presentasinya, Zainah bersujud dan mencium tangan Master Cheng Yen, “Kami sangat berterima kasih pada Master. Di sekolah, para murid selalu mencium tangan kami waktu bertemu kami sebagai gurunya, maka saya pun ingin mencium tangan Master sebagai guru kami.” Ini adalah tahun ketujuh Sekolah Cinta Kasih berdiri. Zainah sungguh dilingkupi rasa bahagia sekaligus bangga ketika melihat murid-muridnya berdiri di atas pentas untuk memperagakan isyarat tangan, berpidato, mengikuti lomba bahasa Inggris atau apapun. Ketika tak tampak lagi bayangan bahwa mereka terdahulu pernah tinggal di pemukiman kumuh bantaran kali. Ia telah memasuki usia 44 tahun, dan berharap Sekolah Cinta Kasih menjadi perhentian terakhir, serta terus mewujudkan misi yang diberikan Master Cheng Yen padanya, “Anda adalah guru yang baik, didiklah anak-anak dengan baik.” | |||
Artikel Terkait

Menjalin Jodoh Baik Dengan Donor Darah
11 Maret 2013 Donor darah bukan saja baik bagi kesehatan karena kita bisa regenerasi darah baru sehingga menghindari pengentalan darah, namun juga dapat menolong sesama yang menderita. Master seringkali menghimbau kita untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk berbuat kebajikan.Keresahan Warga Palu Akan Hunian Tetap Lambat Laun Berkurang
28 Agustus 2019Barangkali kalau ditanya siapa yang terlihat paling semangat datang ke Aula Baruga kota Palu di hari terakhir verifikasi (26/8/2019), jawabannya adalah oma Lince Malaha (62 tahun). Ia sudah tiba di Baruga pukul 06.30 WITA, saat relawan Tzu Chi tengah mempersiapkan segalanya.
Bersama-sama Menjaga Kesehatan Gigi
28 Februari 2017Mengingat pentingnya fungsi gigi, pada tanggal 16 Februari 2017 relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas menggelar kegiatan penyuluhan kesehatan gigi di SDN 01 Silat Hilir, Semitau, Kalimantan Barat. Relawan medis, dokter Daniel R. Hutahuruk menyampaikan materi penyuluhan kesehatan gigi di hadapan 76 orang pelajar.