“Saya Kepengen Jadi Dokter!”

Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali), Fotografer : Sappho, Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali)
 
foto

* Seraya membawa poster berisi tentang ajakan menjaga lingkungan dan mewujudkan Sulawesi Selatan yang bersih, relawan Tzu Chi Makassar melakukan pelestarian dengan melakukan bersih-bersih jalan ketika prosesi perayaan Cap Go Meh.

Dewi Purnama Sari adalah seorang anak yang manis. Namun Dewi terlahir dengan kelainan pada kakinya. Kaki kiri Dewi hanya selutut dan telapak kaki kanan serta ruas-ruasnya tidak sempurna. Maimah, nenek Dewi, sangat terpukul ketika mengetahui cucunya terlahir cacat. ”Saya sangat sedih, pingsan langsung. Saya rebah di rumah sakit, nangis. (Saya) nggak kira anaknya lahir dengan begini,” cerita Maimah. Ibu Dewi, Ni Wayan Sari, yang pada saat itu masih berumur 18 tahun, hanya bisa meratapi ketidaksempurnaan anaknya, namun kurang memberi perhatian. Malah akhirnya ia meninggalkan Dewi.

Setelah ditinggal ibunya, Dewi dirawat oleh Maimah, tepatnya ketika Dewi berumur 1 bulan. Maka Dewi pun memanggil Maimah dengan sebutan “Mamak” (ibu –red), karena di mata Dewi, Maimah sudah seperti ibu kandungnya sendiri.

Mereka menempati sebuah rumah yang luasnya hanya 2x3 meter selama 2 tahun belakangan ini di daerah tambak ikan bandeng, dekat Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali. Maimah sendiri berprofesi sebagai pencuci baju dan tenaga pembersih area tambak dengan penghasilan Rp 300 ribu per bulan. Pernah pada suatu saat, ayah Dewi, Budi Purnomo mencoba untuk mencari istrinya di Karangasem, kampung halaman istrinya, namun nihil. Agar bisa bertahan hidup, Budi Purnomo terpaksa meninggalkan Dewi kepada orangtuanya dan merantau ke Surabaya sebagai kuli bangunan. Sebelum pindah ke Benoa, Maimah beserta suami dan anaknya tinggal di daerah Suwung, Denpasar, selama kurang lebih 20 tahun. Di sanalah Dewi pernah menghabiskan 2 tahun pertamanya.

Tiap hari Dewi harus berjalan menggunakan kedua lulut, menjadikannya kurang percaya diri dan sering malu. Namun harapan Maimah agar Dewi bisa bersekolah sangatlah tinggi. “Pinter, suka nyanyi, suka nulis-nulis,” kesan Maimah terhadap cucu semata wayangnya ini. Maimah sendiri yang mengajari Dewi untuk menulis. “Anaknya semangat, dan kalau dilihat orang dia bilang, ‘Ngapain kamu lihat-lihat kakinya Dewi, nggak liat apa?’,” tambah Maimah.

foto  foto

Ket : - Sejak kecil Dewi ditinggal begitu saja oleh neneknya sehingga mengagganp neneknya sudah dianggap
           seperti ibunya sendiri. (kiri)
         - Dewi dengan bangga memperlihatkan kepada relawan Tzu Chi bahwa ia sudah bisa berjalan. (kanan)

Adalah Rustam, seorang relawan Tzu Chi Bali yang melaporkan kasus ini kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Bali yang kemudian ditindaklanjuti oleh Herman. Ketika Herman dan beberapa relawan mengunjungi rumah Dewi, anggota keluarganya masih tertutup karena merasa aneh ada sekelompok orang tak dikenal yang bertanya-tanya mengenai kondisi Dewi. Akhirnya relawan memutuskan untuk membantu Dewi. Maka pada kunjungan kedua, Herman mencoba menjelaskan latar belakang kedatangannya dan menceritakan lebih lanjut mengenai Tzu Chi. Setelah mengerti, barulah Maimah berkenan menceritakan kondisi keluarganya dan mulai terbuka.

Tidak perlu waktu lama bagi relawan untuk mendekati Dewi yang pada awalnya masih dianggapnya asing. Setelah mulai dekat, barulah diketahui Dewi adalah anak yang cerdas dan lucu. Dewi kemudian ditangani oleh dr Diat yang kemudian menjadi dokter perawat Dewi. Lantas Dewi dibawa ke bagian rehab medis RSUP Sanglah dan bertemu dengan Ketut Wartawan agar dibuatkan kaki palsu.

Dari hasil pemeriksaan dokter, tidak ada masalah dengan kondisi kaki Dewi sehingga proses pembuatan kaki palsunya bisa berjalan lancar. Dokter mengatakan kondisi cacat yang dialami Dewi adalah akibat pertumbuhan tulang selama masa kehamilan yang kurang sempurna karena adanya usaha untuk menggugurkan kandungan tetapi gagal.

foto  foto

Ket : - Kaki palsu yang diberikan Tzu Chi telah memberikan sebuah harapan yang baru bagi Dewi. (kiri)
        - Inilah Dewi yang sekarang, dengan wajah yang manis berfoto bersama dengan Herman, relawan Tzu Chi
           Bali. (kanan)

Dewi sendiri sangat berharap suatu hari nanti bisa berlari-lari di Pantai Kuta seperti anak-anak lainnya. Maka pada tanggal 16 Januari 2009, Dewi mencoba menggunakan kaki palsu untuk pertama kalinya. Perasaan takut pun sempat dirasakan olehnya. “Awal pakai, nangis karena nggak pernah lihat kaki palsu,” ujar Herman. Pada hari yang sama, dilakukan fisioterapi agar Dewi terbiasa dengan kaki barunya. Tanpa diduga, hanya dalam 2 hari saja, Dewi bisa berjalan dengan menggunakan kaki palsu. Dokter pun terheran-heran karena untuk orang normal saja harus membutuhkan minimal 2 minggu sampai 16 hari. “Anak ini (Dewi –red) juga seneng bisa jalan, seneng karena nggak digendong lagi,” ujar Maimah.

Dewi sewaktu ditanya mengenai cita-citanya menjawab dengan lugas, ”Jadi dokter!“ Rasa mindernya jelas terlihat telah pergi jauh. Ia berharap dengan jadi dokter bisa mengobati orang sakit.

 

Artikel Terkait

Baksos Kedua di “Bumi Lancang Kuning”

Baksos Kedua di “Bumi Lancang Kuning”

22 Maret 2010
“Kalau nggak ada baksos seperti ini, saya nggak tahu harus bagaimana untuk mengobati anak saya,” tutur Dicky Marunduri dengan mata berkaca-kaca. Matanya terus lekat memandangi putra bungsunya, Yudi Andre Marunduri (2) yang baru saja selesai dioperasi hernia.
Renovasi Rumah Istri Pejuang

Renovasi Rumah Istri Pejuang

20 Maret 2018
Senin, 19 Maret 2018, empat relawan Tzu Chi mengunjungi rumah Mariati, istri dari almarhum Pelda (Pembantu Letnan Dua) Ento Hartono. Relawan pun tidak datang sendirian, tetapi bersama kontraktor dan pekerja yang akan merenovasi rumahnya.
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -