“Wo Ciao Radiansyah”

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoSetiap minggu kedua dan keempat setiap bulan, relawan Tzu Chi mengadakan pembelajaran Kelas Bahasa Mandarin kepada para santri di Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman.

 

“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.” Kata-kata yang sering diucapkan oleh almarhum Habib Saggaf, pendiri Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman itu selalu terngiang-ngiang dalam ingatan Radiansyah, santri pondok pesantren tersebut. Hal ini pula yang mendorong mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman (STIANI) Parung Bogor, Jawa Barat ini tekun mengikuti pelajaran kelas bahasa Mandarin yang diadakan oleh relawan Tzu Chi setiap Jumat di minggu kedua dan keempat setiap bulannya (sebulan dua kali).

 

Perkembangan pesat yang dialami negara “tirai bambu” dalam berbagai bidang, seperti ekonomi dan teknologi beberapa tahun belakangan ini juga semakin menunjukkan betapa bahasa Mandarin kelak akan menjadi bahasa yang banyak dipergunakan masyarakat internasional. “Jadi selain bahasa Arab dan Inggris, kami juga bisa berbahasa Mandarin sehingga bisa belajar di sana ataupun berbisnis dengan mereka,” kata Radiansyah. Hal senada diungkapkan Sihabudin, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Nurul Iman (STIANI) jurusan Tarbiyah, “Kita di STIANI dituntut untuk juga bisa bahasa Mandarin, supaya dari kami ini ada yang bisa belajar ke sana, berinteraksi maupun berbisnis dengan mereka.”

Motivasi para santri ini semakin terpompa tatkala Umi Waheeda, istri almarhum Habib Saggaf beberapa bulan lalu memperoleh undangan ke salah satu universitas di Tiongkok. Menurut Umi, ada 4 hal utama yang perlu dipelajari dan dicontoh dari sikap dan sifat masyarakat Tionghoa, yaitu kedisiplinan, motivasi, inovasi, dan selalu bersemangat. “Itu yang ditekankan oleh Umi supaya kita bisa belajar dan meniru mereka,” ungkap Radiansyah.

foto  foto

Keterangan :

  • Radiansyah (depan) tengah mengajarkan teman-temannya menyanyikan lagu bahasa Mandarin yang dipelajarinya dari relawan Tzu Chi. (kiri)
  • Dengan bersemangat para santri belajar bahasa Mandarin. Materi pembelajarannya selain dari percakapan sehari-hari, juga berasal dari Kata Perenungan Master Cheng Yen dan Buku Budi Pekerti Tzu Chi. (kanan)

Membuka Kesempatan Lebih Luas
Hari Jumat, 24 Juni 2011, relawan Tzu Chi Tangerang kembali mengunjungi Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman. Setiap minggu kedua dan keempat relawan Tzu Chi memang rutin mengunjungi pondok pesantren Nurul Iman untuk mengajarkan bahasa Mandarin kepada para santri. Ada dua kelas yang dibuka, yakni untuk jenjang SMA dan universitas. Setiap kelas terdiri dari 40 – 50 murid.  “Tujuannya agar mereka bisa lebih memiliki kesempatan untuk belajar ataupun bekerja di luar negeri,” kata Lu Lian Chu, Ketua Tzu Chi Tangerang, “jika ada relawan Tzu Chi dari Taiwan pun mereka jadi bisa berkomunikasi.”

Kegiatan pembelajaran bahasa Mandarin ini sendiri sudah dimulai sejak 4 bulan lalu (bulan Maret 2011), dan materi yang digunakan pun beragam, mulai dari Kata Perenungan Master Cheng Yen, Buku Pendidikan Budi Pekerti Tzu Chi, dan juga buku materi umum lainnya. “Kita ajarkan bahasa percakapan sehari-hari,” kata Aripin, relawan Tangerang yang juga turut mengajar bersama Lu Lien Chu dan relawan Tzu Chi lainnya. Pemilihan materi dari buku kata perenungan dan budi pekerti Tzu Chi bertujuan selain mengajarkan bahasa Mandarin juga bisa menyelipkan pesan-pesan moral yang baik. “Kita juga masukkan pelajaran-pelajaran tentang bagaimana bersikap yang baik dan sopan dalam kehidupan sehari-hari,” terang Lu Lien Chu.

Minat para santri cukup besar dalam mengikuti pelajaran kelas bahasa Mandarin. Hal ini diakui oleh Aripin dan Lu Lien Chu. “Sangat besar, andaipun dari mereka ada yang tidak hadir jumlahnya sangat sedikit dan selalu ada keterangan yang jelas,” tandas Aripin. “Anak-anak sangat antusias, sangat bersemangat,” tegas Lu Lien Chu.

Selain mengadakan pembelajaran bahasa Mandarin, relawan Tzu Chi juga mengajarkan dan mengajak para santri untuk bercocok tanam. Di lahan persawahan milik Pesantren Nurul Iman, sebanyak kurang lebih 50 orang santri diajak untuk menanam sayur-sayuran dan kacang-kacangan. “Awalnya saya lihat banyak anak-anak (santri) yang tidak banyak kegiatan, jadi kita mengajak mereka untuk berkegiatan dan bekerja yang bermanfaat bagi mereka, baik dalam kehidupan maupun pengetahuan mereka. Hasilnya kan juga bisa mereka nikmati,” kata Lu Lien Chu, penggagas kegiatan ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Cara mudah mempelajari bahasa Mandari adalah dengan mempelajari kosa kata sehari-hari. Selain itu menerapkannya dalam percakapan sehari-hari juga penunjang keberhasilan siswa menguasai bahasa Mandarin. (kiri)
  • Selain mengadakan pembelajaran bahasa Mandarin, relawan Tzu Chi juga mengajarkan dan mengajak para santri untuk bercocok tanam. (kanan)

Lu Lien Chu berharap dengan pelatihan dan bimbingan dari relawan Tzu Chi para santri ini bisa meningkatkan keterampilan mereka, baik dalam berbahasa Mandarin maupun bercocok tanam. “Kita akan membimbing mereka terus sampai bisa berbahasa Mandarin dan juga sampai kebun sayurnya tumbuh,” tegas Lien Chu. Upaya ini pun sepertinya tak sia-sia. Para santri dengan tekun belajar bahasa Mandarin dan mengolah lahan mereka dengan sungguh-sungguh.

Ada satu resep yang cukup jitu dalam belajar bahasa Mandarin di Pondok Pesantren Nurul Iman, yaitu digunakannya bahasa Mandarin dalam percakapan sehari-hari di kalangan para santri. “Kita coba aja ngomong bahasa Mandarin ke teman-teman kita, walaupun nggak semuanya bisa mengerti dan dimengerti, kalau sering mendengar kan lama-lama akan ngerti juga,” ucap Radiansyah sembari tersenyum. “Wo Ciao Radiansyah (nama saya Radiansyah),” jawabnya ketika salah seorang relawan menanyakan namanya.

           

  
 

Artikel Terkait

Belajar Menghargai Perjuangan  Orang Tua

Belajar Menghargai Perjuangan Orang Tua

23 Mei 2018
Dalam pembelajaran Kelas Budi Pekerti yang diadakan oleh Tzu Chi Tanjung Balai Karimun pada Minggu, 20 Mei 2018, siswa-siswi diberikan materi tentang berbakti kepada orang tua. Mereka diajarkan untuk menghargai dan mensyukuri pemberian dan kondisi orang tua dalam keadaan apapun. 
Menembus Tapal Batas Lautan Biak

Menembus Tapal Batas Lautan Biak

01 Agustus 2018
Dengan tekad berbagi cinta kasih dengan tulus, relawan Tzu Chi Biak menempuh perjalanan darat dan laut sejauh lebih dari 120 kilometer untuk mengadakan Bakti Sosial Pengobatan Umum dan Gigi di Kampung Sowek di Distrik Kepulauan Aruri, Kabupaten Supiori.
Gathering Hu Ai Angke

Gathering Hu Ai Angke

14 November 2013 Tzu Ching adalah generasi penerus yang merupakan harapan masa depan. Dengan adanya mereka, barisan relawan semakin panjang, kita semua bersatu hati melakukan yang terbaik, menyebarkan cinta kasih dan membantu orang yang masih membutuhkan uluran tangan sesama.
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -