15 Hari di Pakistan Menyusuri Jejak Gempa

Jurnalis : Dok. Tzu Chi Indonesia, Fotografer : Dok. Tzu Chi Indonesia
Catatan Budi Widjaja (Relawan Tzu Chi):

Gempa besar melanda Pakistan dan India. Tanggal 20 Oktober , saya diinformasikan kemungkinan saya akan diberangkatkan untuk tugas kemanusiaan oleh Tzu Chi ke Pakistan. Setelah mempersiapkan beberapa waktu, akhirnya saya diberangkatkan pada tanggal 1 November 2005 dan bertugas selama 15 hari. Berikut catatan harian saya selama keberadaan saya di Pakistan .

02/11/05 , Perjalanan untuk mencapai ke kota Muzafarabad , Pakistan , membutuhkan waktu 3 hari 2 malam. Lamanya perjalanan disebabkan sulitnya kondisi jalan dan jalur penerbangan yang tersedia untuk mencapai lokasi gempa. Sepanjang perjalanan saya melihat bagaimana gempa bumi menghancurkan wilayah Kashmir ini. Jalan-jalan terbelah, tanah longsor, gedung hancur dan para korban yang mendirikan tenda darurat di sepanjang jalan. Tidak terbayangkan betapa indahnya kota Muzafarabad sebelum terjadi gempa. Dimana kota ini terletak di lembah yang diapit oleh 2 buah pegunungan, Nelluem dan Jahleum Valley, serta dialiri oleh salah satu sungai terbesar yang memberikan sumber air hingga ke Arab Saudi.

Pos komando Tzu Chi terletak di wilayah UN Camp bersama NGO lainnya. Dan untuk mencapai ke camp ini , kami harus melalui sebuah jembatan gantung yang selamat dari gempa dan hanya dapat dilalui 1 buah mobil dalam sekali jalan. Adapun tugas utama saya adalah mencari lokasi dan membangun perkampungan tenda. Untuk itu, saya sering melakukan perjalanan keliling wilayah kota untuk mensurvey lokasi dan berhubungan dengan militer dan pemda setempat.

03/11/05 , Siang ini, kami mendapat kesempatan untuk mensurvey daerah Nelluem Valley , daerah dimana pusat gempa terjadi. Jalan menuju Nelluem valley baru saja dibuka oleh pihak militer. Dan kami sangat terkejut melihat bagaimana gunung terbelah dan puluhan desa tenggelam ke dalam longsoran tanah. Menurut kesaksian para korban, gempa hanya berlangsung beberapa detik saja dan dalam sekejap, bukan saja rumah atau harta benda yang hancur , tetapi seluruh desa hilang dari pandangan. Jalan yang dibuat oleh militer hanyalah selebar 2 meter, dengan 1 sisi jurang sedalam lebih dari 100 meter dan sisi lainnya tebing yang setiap saat siap mengalami longsor. Begitu dasyatnya gempa yang terjadi , menyebabkan lebih dari 70.000 jiwa meninggal dan 2 juta orang kehilangan tempat tinggal. Dikarenakan 80% bangunan menjadi rata dan 20% bangunan tidak layak tinggal juga menyebabkan kami kesulitan untuk mencari tahu keberadaan para korban dan mendapatkan lahan yang layak untuk membangun perkampungan tenda.

 

Ketika kami melakukan survey, sering kali kami bertemu dengan masyarakat yang meminta bantuan. Terkadang mereka sedikit memaksa hingga menggedor jendela mobil kami. Hal ini terkadang sangat menyebalkan, karena kami tidak tahu apakah mereka adalah korban gempa atau hanya mengambil asas manfaat. Namun, suatu sore, ketika kami sedang berbelanja sayuran, tiba-tiba ada seorang bapak yang menegur dan menyalami kami. Beliau mengatakan “Sukriya” yang artinya terima kasih. Kemudian bapak tersebut berlalu pergi tanpa mengharapkan apapun juga dari kami. Disaat itulah kami menyadari bahwa mereka yang menjadi korban tidak memiliki apapun lagi, selain harga diri dan mereka yang memaksa meminta bantuan mungkin ada yang melakukannya dengan terpaksa hanya untuk mempertahankan hidup. Dengan kesadaran itu, kami merasa sedih karena belum dapat menyalurkan bantuan untuk mereka, dan kami bertekad untuk secepat mungkin mencari jalan keluar agar bantuan dari dunia Tzu chi dapat segera tersalurkan dengan benar dan tepat.

 

Pada malam hari, kami selalu makan malam bersama dengan anggota tim yang lain dan dilanjutkan dengan sharing. Dimana kami diberikan kesempatan untuk mengutarakan perasaan dan isi hati selama bertugas. Banyak sekali anggota kami yang merasa sangat sedih melihat kehancuran yang terjadi dan berharap kita bisa berbuat lebih banyak lagi. Kami semua tidur di dalam tenda dan beruntung bahwa setiap anggota memiliki sleeping bag yang dapat menghangatkan tubuh kami. Bayangkan udara pada malam hari dapat mencapai 0 derajat Celcius, sedangkan banyak korban yang harus tidur beratapkan langit dan hanya berselimutkan selembar selimut tipis. Sering kali, kami melihat anak kecil yang berlari dan menangis karena kedinginan di pagi hari.

 

 

Pada malam ini pula, saya mendapat kesempatan untuk hadir di rapat NGO dan PBB. Dan saya berkesempatan untuk berdiskusi dengan beberapa rekan dari organisasi UNHCR, organisasi yang berkonsentrasi pada penanganan pengungsi. Ada beberapa masukkan yang saya terima, mereka menyarankan agar kita tidak membangun perkampungan tenda, karena dapat menyebabkan masalah baru, urbanisasi. Dan perlu disadari bahwa lokasi areal yang rata dan luas di dalam kota sangatlah sulit untuk didapat, karena kondisi alam pegunungan. Di lain pihak, para korban kebanyakan masih ingin bertahan di tanah mereka sendiri karena takut ternak dan properti mereka akan hilang. Hal ini sangat mengganggu perasaan saya, karena kami juga mendapat masukkan dari NGO lain bahwa banyak korban yang mengharapkan untuk dibangunkan perkampungan tenda, dikarenakan para korban merasa trauma dengan tanah longsor dan banyak pula yang sudah kehilangan seluruh harta benda ataupun desa mereka. Bahkan beberapa dari mereka ada yang berjalan berhari-hari untuk mencapai kota dan mengharapkan adanya suatu tempat untuk berlindung dan bertahan selama musim dingin.

 

04/11/05 , Hari ini adalah hari raya Idul Fitri, dan pagi ini kami mendapat pengarahan dari Master untuk segera mencari cara mendistribusikan tenda bantuan Tzu Chi . Dikarenakan kondisi cuaca yang semakin memburuk setiap harinya dan sulitnya mencari lahan datar dan luas untuk dibangunkan camp pengungsi , maka master memutuskan agar tenda bantuan didistribusikan saja kepada para korban agar mereka dapat membangunnya di lokasi mereka masing- masing. Untuk itu kami berkoordinasi dengan pihak militer Pakistan yang sangat membantu dalam pengadaan data dan informasi lainnya.

Team dokter Tzu Chi melakukan bakti sosial pengobatan di sebuah desa dekat Hattian Balla Division. Untuk mencapai desa ini, kami harus melintasi sebuah jembatan gantung yang rusak dan menelusuri tanjakan sepanjang 100 meter yang berada di sisi jurang akibat longsor. Perjalanan menuju desa cukup melelahkan dan sedikit mengkhawatirkan karena kondisi lapangan. Namun, semua kekhawatiran kami hilang ketika bertemu dengan penduduk desa yang menyambut kami dengan antusias yang sangat besar karena mengetahui bahwa kami datang untuk memberikan pengobatan. Kami dieluk-elukan bagaikan pahlawan yang kembali dari medan perang. Kami begitu terharu karena semua orang yang kami temui selalu memberikan salam dan memeluk kami.

 

05/11/05 , Kembali hari ini kami melakukan pengobatan di desa Hatian Balla. Hari ini kami disuguhi makanan dan minuman dari para penduduk yang bersyukur dengan adanya pengobatan di wilayah mereka. Mereka sangat berharap agar kita dapat terus menjaga kesehatan mereka, dan untuk itu, mereka berusaha semaksimal mungkin agar membuat kehadiran kami terasa senyaman mungkin. Meskipun kebutuhan pangan mereka terbatas, tetapi mereka berusaha agar kebutuhan kami terpenuhi. Hal ini sedikit mengganggu perasaan hati kami, karena kami yang seharusnya datang menolong dan menyalurkan bantuan untuk mereka tetapi mereka yang malah membantu kami.

Beberapa penduduk bercerita bahwa selama 1 minggu setelah gempa terjadi, jalur darat untuk ke kota terdekat terputus. Dan satu-satunya jalur untuk mendapatkan bantuan adalah melalui jalur udara, dengan bantuan helicopter. Mereka menunjukkan betapa dahsyat tingkat kehancuran yang diakibatkan pada desa mereka, dimana rumah berhancuran, dan kuburan keluarga terbuka kembali akibat tanah yang terbelah.

Pada hari ini, Kepala rumah sakit Hualien yang juga bertugas di sini bersama kami, harus memberikan penanganan darurat kepada seorang ibu yang sedang mengandung 8 bulan dan sudah mengalami dehidrasi serta diare selama 4 hari belakangan ini. Penanganan yang harus dilakukan adalah memberikan bantuan infus pada ibu ini, namun kami tidak memiliki infus set (selang dan jarum) untuk itu dokter dengan sabarnya memberikan 30 suntikan cairan infus secara perlahan-lahan untuk membantu ibu ini. Begitu sabarnya sang dokter duduk disebelah sang ibu hingga pakaian sang dokter harus terkena darah sang ibu.

Pengobatan di desa ini dilakukan selama beberapa hari, dikarenakan banyaknya penduduk desa lain yang datang dari sisi lain pegunungan ketika mendengar adanya tim dokter Tzu chi yang memberikan bantuan medis di sini. Untuk itu, kami tidak membawa pulang perlengkapan kami , tetapi kami tinggalkan di sebuah tenda di lokasi pengobatan ini. Dan pada malam harinya, fasilitas ini dijaga oleh seorang pemuda dari desa. Sangat mengharukan ketika kami mengetahui bahwa pemuda ini tidak berani tidur di dalam tenda tetapi dia tidur diluar tenda dan hanya berselimutkan selembar selimut tipis, karena takut akan keselamatan peralatan kami . Hari ini, kami memberikan selimut tambahan dan meminta dia untuk tidur di dalam tenda saja bersama perlengkapan kami.

 

06/11/05 , Pasukan militer Pakistan membantu menyediakan 6 truk militer untuk mengantarkan bantuan selimut dan tenda Ttzu chi ke pos Hattian Balla Division. Perjalanan menuju pos Hattian balla memakan waktu sekitar 2,5 jam menelusuri pinggir jurang. Pengangkutan ini disediakan dan dikawal oleh pihak militer dikarenakan sensitifnya kondisi yang ada. Dimana hingga hari ini, baru sekitar 35% dari seluruh wilayah yang terkena bencana yang sudah terbantu. Sementara 65% lainnya belum menerima bantuan apa pun dikarenakan kurangnya jumlah bantuan yang tersedia dan jalur tranportasi yang terputus.

Beberapa perwira militer Pakistan sangat tersentuh melihat usaha Tzu Chi dalam membantu misi kemanusiaan. Dan beberapa dari perwira angkatan darat Pakistan berniat untuk bergabung dan menjalankan misi kemanusiaan Tzu Chi. Salah satunya adalah Lieutenant Colonel Ihsan yang sangat terharu setelah membaca buku pengenalan tentang Tzu chi dan bahkan sangat senang dapat berinteraksi dan belajar tata cara Tzu chi, seperti bahasa isyarat tangan dan lainnya.

 

Hari ini kami diundang untuk menghadiri rapat PBB yang membicarakan mengenai peta lokasi bantuan yang sudah mendapatkan penanganan dari NGO yang ada . Adapun tujuan dari rapat ini adalah untuk menghindari terjadinya pemberian bantuan berlebihan pada suatu daerah sementara daerah lainnya belum ada yang membantu. Organisasi Islamic Relief yang sangat berperan pada penyaluran bantuan kemanusiaan di Pakistan begitu banyak menandai titik point di peta yang menunjukkan bantuan yang sudah tersalurkan.

 

Kebetulan saya yang ditugaskan untuk melaporkan ke PBB atas semua bantuan atau aktifitas yang sudah dilakukan oleh Tzu chi . Ketika saya diharuskan untuk menandai di atas peta, saya sedikit merasa malu, dikarenakan Tzu Chi hanya dapat menandai 1 atau 2 titik saja. Namun rasa malu ini hilang ketika salah seorang staff UNHCR memberikan pujian atas apa yang sudah dilakukan oleh Tzu Chi. Kebetulan, beliau sempat melihat aktifitas kami dari atas helicopter ketika melintasi pegunungan Jelluem dan menyaksikan betapa besarnya antusias penduduk yang keluar dari berbagai sisi pegunungan untuk mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi. Untuk itu, beliau memberikan selamat atas usaha Tzu Chi di Pakistan. Meskipun hanya 1 atau 2 titik saja yang dapat dilakukan, tetapi ketika usaha itu dilakukan dengan cinta kasih dan bersungguh- sungguh, maka bantuan itu terasa begitu besar di hati penduduk Pakistan.

 

07/11/05 , Kami mendapat bantuan dari UNJLC yang bersedia menyediakan transportasi helicopter untuk tim Da Ai , agar mereka dapat meliput kondisi pusat gempa melalui udara dan beberapa daerah lain yang masih belum bisa dijangkau dengan kendaraan darat.

 

Pada kesempatan ini pula kami bertemu dengan beberapa pengusaha Pakistan yang tergabung di dalam Dewan Group. Mereka membantu kami mencarikan lahan atau areal di luar kota Muzafarabad yang sangat cocok untuk membangun perkampungan tenda. Pada awalnya, kami tidak tahu harus melakukan apa, karena Master berpesan untuk mendistribusikan saja seluruh bantuan yang ada. Namun, Dewan Group meyakinkan kami bahwa masih banyak korban bencana yang sudah tidak memiliki lahan untuk mereka tinggali sedangkan mereka membutuhkan tempat tinggal agar dapat melewati musim dingin. Kami segera melaporkan informasi ini kepada master dan master memberikan petunjuk untuk mencoba mencari lebih banyak informasi akan hal ini.

Bersama Dewan Group, kami menemui pemilik lahan di desa Chatter Klass.(15 km dari Muzafarabad). Dimana beliau memiliki lahan datar lebih dari 10.000 meter persegi. Lahan yang sangat indah dan tepat untuk membangun perkampungan tenda. Ketika bertemu kami Pemilik lahan sangat antusias untuk ikut berpartisipasi. Melihat begitu banyak NGO asing yang datang dari berbagai belahan dunia untuk membantu penduduk Pakistan , beliau merasa mempunyai hutang moral yang harus dibayarkan. Untuk itu, beliau bersedia meminjamkan lahannya untuk digunakan sebagai perkampungan tenda selama lebih dari 6 bulan. Di saat bersamaan , kami juga mendapatkan informasi dari OXFAM dan UNICEF bahwa mereka bersedia untuk membantu fasilitas sanitasi di perkampungan tenda ini.

Kami segera melaporkan semua ini kepada master, dan master sangat senang dan memberikan petunjuk kepada kami untuk segera membangun perkampungan tenda secepatnya.

 

08/11/05 , Hari ini kami mengadakan rapat dengan Dewan Group (relawan lokal) untuk merencanakan konsep pembangunan tenda di Chatter Klass. Dikarenakan pengalaman Tzu Chi dalam membangun perkampungan tenda, Dewan group bersedia untuk belajar dan mengikuti arahan Tzu Chi serta menyediakan tenaga yang dibutuhkan. Adapun rencana kami adalah perkampungan dibangun mengarah ke utara dan selatan, agar fasilitas sanitasi dapat dibangun di ujung lorong dan fasilitas masjid dapat dibangun di sisi barat perkampungan dan menghadap ke barat. Tenda dikelompokkan berdasarkan cluster. Setiap cluster terdiri atas 12 tenda dan dilengkapi dengan 4 fasilitas sanitasi di setiap ujung cluster. Tenda dibangun 45 derajat menghadap ke lorong cluster, agar setiap keluarga memiliki privasi ketika membuka pintu tenda. Setiap tenda dinaikkan sekitar 20 cm dari permukaan tanah dengan batu dan triplek, untuk membantu mengurangi dinginnya cuaca. Pada perkampungan ini pula, tersedia fasilitas air, listrik dan dapur umum.

 

09/11/05 , Setelah seharian kami merencanakan pembangunan dan melengkapi kebutuhan perlengkapan yang ada, hari ini kami memulai pembangunan perkampungan tenda di Chatter Klass. Hari terasa berjalan begitu cepat, tidak terasa dalam satu hari ini, kami berhasil membangun lebih dari 200 tenda. Begitu mengharukan proses ini berjalan, hingga saudara Akui (senior) yang membantu mengawasi jalannya pembangunan ini melihat bagaikan bunga yang bermekaran di suatu padang rumput. Bunga cinta kasih yang kami tanamkan.

Pembangunan ini tidak hanya karena cinta kasih Tzu Chi semata. Tetapi, cinta kasih dari beberapa pihak lain seperti teman-teman relawan yang datang dari Canada, England, Spain, Hongkong, Australia, New Zealand, Rep of Chech, Finlandia dan relawan Pakistan. Banyak dari mereka datang dengan biaya mereka sendiri dan memiliki tujuan yang sama dengan Tzu Chi, yaitu mengembangkan Cinta Kasih dan meringankan penderitaan sesama.

Ketika malam hari tiba, kami mencoba mencari kehangatan dengan berdiri mengelilingi api unggun. Di kesempatan ini, kami banyak belajar mengenal satu dengan yang lain. Meskipun begitu banyak perbedaan dari fisik, budaya dan bahasa, satu hal yang sama diantara kita semua adalah keinginan untuk melihat senyuman yang terindah dari para korban yang terbantu.

Dikarenakan Chatter Klass terletak begitu tinggi di atas permukaan laut dan diapit oleh pegunungan, maka bulan terbenam atau menghilang di balik pegunungan pada pukul 1 pagi. pada saat itu, kami dapat melihat bagaimana cahaya dari rumah penduduk di pegunungan bagaikan bintang di langit. Bila biasanya kita harus melihat bintang di atas langit, tetapi di sini kami bagaikan melihat bintang di sisi kanan dan kiri kami. Serasa tinggal di atas negri di awan.

10/11/05 , Hari ini sangat berbeda dengan hari-hari lainnya. Terasa begitu lama waktu berjalan dan begitu sedikit progress yang dicapai. Tetapi kami terus berusaha membangun fasilitas-fasilitas vital lainnya, salah satunya adalah sanitasi. Kami mencoba untuk terus menggali dan menggali, namun sangatlah sulit. karena banyaknya bebatuan besar di dalam tanah sehingga menghabiskan seluruh energi kami.

Pada malam hari, kami kembali berkumpul di sekitar api unggun.Beberapa teman dari pasukan Mujahidin, menanyakan dengan rasa keingin-tahuan yang begitu besar mengenai tujuan dan misi kami di Pakistan dan apakah kami memiliki unsur-unsur politik dan agama di belakang ini semua karena mereka melihat begitu kerasnya usaha kami untuk membantu. Dengan penuh cinta kasih kami jelaskan semuanya kepada mereka, bahwa kami mencoba melatih diri dan beribadah sesuai dengan agama masing-masing dengan cara menolong yang lain. Bahwa kami tidak memiliki kepentingan politik atau agama dalam menjalankan misi kemanusiaan ini. Bahwa kami ikut sedih melihat, mendengar , dan merasakan penderitaan yang harus dialami para korban. Bahwa semakin lama kami mempersiapkan fasilitas untuk mereka, semakin lama mereka harus terus menderita. tidur beratapkan langit dan hanya berselimutkan selembar kain, sementara kami memiliki tenda dan pakaian yang menghangatkan tubuh kami.

11/11/05 , Hari ini kami dibangunkan dengan suara palu yang menghantam bebatuan. Kami sangat terkejut melihat begitu antusiasnya para relawan kembali bekerja. Begitu cepatnya hingga 200 tenda yang sudah terbangun sudah tersusun rapi sebelum tengah hari. Beberapa lubang sanitasi sudah mulai tergali, rumput telah terpotong rapi, dan lebih mengejutkan lagi, beberapa pasukan mujahidin berebut peralatan untuk membantu bekerja. Bahkan ada seorang anak yang terus mengatakan bahwa dia tidak ada pekerjaan, lalu kita mengarahkan dia untuk melakukan sesuatu. tetapi, tidak lama kemudian, anak ini datang kembali dan meminta petunjuk untuk melakukan hal yang lain. Sungguh sangat giat para relawan hari ini bekerja. Kami pun bertanya kepada para relawan, apa yang membuat mereka sangat giat pada hari ini? Mereka katakan bahwa apa yang mereka dengar tadi malam sangat menggugah hati mereka, sehingga mereka ingin menyelesaikan semua tugas secepat mungkin. Benar-benar mengharukan.

 

Pada hari ini pula kami dikejutkan oleh kedatangan tim UNHCR yang menginspeksi kondisi perkampungan tenda kami. Mereka begitu terpukau dengan apa yang sudah kami lakukan dalam tempo beberapa hari, dan mereka memberikan banyak pujian atas konsep pembangunan perkemahan ini. Kami mengatakan bahwa ini semua hanya dapat terwujud karena kerjasama dari banyak pihak. UNHCR sangat merekomendasikan agar camp ini dijadikan sebagai model camp untuk pembangunan perkampungan tenda lainnya.

 

Matahari mulai tenggelam ketika kami mendengar bahwa ada sekitar 12 keluarga yang telah berjalan kaki selama 5 hari untuk mencapai kota Muzafarrabad. Mereka sangat lelah dan mengharapkan adanya suatu tempat untuk beristirahat. Mendengar hal ini, kami sangat khawatir, karena kondisi perkampungan tenda yang belum memadai. dimana sanitasi belum terbangun, tenda belum dinaikkan dari permukaan tanah, dan dibersihkan dari hujan. Kami juga sudah sangat kelelahan setelah bekerja seharian. Tiba-tiba , ada seorang relawan yang mengatakan bahwa bila rekan kami masih ada yang bekerja, mereka juga tidak akan berhenti bekerja. Kata-kata ini sangat menggugah seluruh relawan yang kelelahan. Seperti mendapatkan siraman energi, kami bangkit dari tempat duduk dan terus bekerja agar 12 keluarga itu dapat istirahat dengan tenang pada malam hari ini.

12/11/05 , Pukul 01 pagi, 12 keluarga datang dengan mengendari angkutan yang disediakan oleh rekan dari kota muzafarabad. Kami mengenakan pakaian yang cukup tebal karena cuaca pada malam itu sangat dingin. Sementara itu, para keluarga yang baru tiba hanya mengenakan selembar selimut tipis sebagai pelindung tubuh mereka. Terlihat di wajah mereka rasa takut, lapar, dingin dan lelah ketika mereka turun dari truk. Bahkan ada beberapa dari mereka yang muntah di dalam truk dikarenakan perut yang kosong. Para relawan segera mengantarkan mereka ke tendanya masing-masing, dan memastikan tenda telah dibersihkan. Kami juga segera menyediakan air minum dan telur rebus untuk mereka. Hati kami sangat sedih ketika menerima kedatangan mereka, merasakan penderitaan yang harus mereka alami selama ini. Tidak berapa lama setelah mereka menempati tenda baru, beberapa langsung tertidur kelelahan dan sebelum tertidur, mereka masih menyempatkan diri untuk mengucapkan “Sukriya” (terima kasih) dengan disertai senyuman kecil yang penuh dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Hilang sudah rasa lelah, sedih, dan kekhawatiran kami ketika melihat senyuman itu.

 

Pada pagi harinya, kami dibangunkan dengan suara anak-anak tertawa dan suara orang bekerja. Para lelaki menggali tanah, ibu-ibu merapikan tendanya masing-masing, dan anak-anak mendorong gerobak angkut untuk membantu orang tua mereka. Begitu giatnya para korban memulai hidup baru mereka pada pagi hari ini. Kami pun segera membantu dengan memulai pembangunan fasilitas sanitasi. Beberapa pasukan Mujahidin yang bertugas sebagai keamanan, meletakan senjata mereka dan mengangkat palu dan gergaji untuk membantu membangun fasilitas sanitasi. Sangat mengharukan melihat semua kegiatan ini berlangsung.

Ketika kami sedang mengerjakan sanitasi, tiba-tiba, pimpinan anggota Dewan Group, mengantarkan seikat bunga kepada kami. Kami semua terkejut dan beliau katakan bahwa bunga ini sebagai simbol rasa syukur mereka atas terwujudnya perkampungan tenda ini berkat Tzu Chi. Dengan rasa syukur dan haru, kami menolak bunga itu, dan kami katakan bahwa semua ini bukan hanya karena Tzu chi semata, tetapi dikarenakan cinta kasih dari semua pihak yang berpartisipasi. Untuk itu, kami memberikan ikatan bunga tadi kepada keluarga pertama yang menempati perkampungan tenda sebagai simbol selamat datang. Kami katakan bahwa kami semua yang telah berpartisipasi dan bekerja keras beberapa hari ini mendoakan agar mereka selalu diberikan kekuatan untuk memulai hidup baru. Beberapa dari para relawan sangat tersentuh dengan adanya ceremony spontan ini dan bahkan beberapa dari kami sempat meneteskan air mata, melihat senyuman kebahagiaan dari para keluarga korban.

13/11/05 , Kicau burung di pagi hari membangunkan kami dari tidur yang lelap. Pada pagi hari ini, kami kembali melihat begitu banyak relawan yang tersentuh dengan program Tzu Chi. Bahkan beberapa dari mereka menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan kami agar dapat meneruskan program Tzu chi di Pakistan . Mendengar bahwa kami akan segera kembali ke negara kami masing-masing, mereka merasa sedih dan berharap kami dapat tetap disana bersama mereka. Kami ingatkan pada mereka bahwa meskipun kami tidak berada di Pakistan secara fisik, tetapi cinta kasih kami akan selalu bersama mereka.

Hari ini kami membangun fasilitas ibadah (masjid) bersama para relawan lokal. Mereka sempat terkejut melihat bahwa meskipun mayoritas anggota Tzu Chi beragama Buddha, namun pengetahuan kita akan Islam cukup banyak. Mereka sangat terkesan melihat bagaimana kami juga memperhatikan aspek budaya dan agama mereka sebelum membangun perkampungan tenda ini. Bahkan salah satu anggota relawan lokal mendesak agar saya secara pribadi bersama-sama membangun masjid ini. Bahwa ini adalah sesuatu yang akan selalu dikenang di hati mereka, bahwa Tzu Chi pernah datang ke Pakistan dan menanam benih cinta kasih dengan dibangunnya perkampungan tenda dan masjid ini secara simbolis.

Malam ini, kami kembali duduk mengelilingi api unggun dibawah sinar bulan purnama dan bintang-bintang di langit. Tak terasa besok kami akan segera berpisah. Kami bernyanyi riang, mencoba menutupi kesedihan hati kami masing-masing. Kami mencoba untuk memberikan pengetahuan sebanyak mungkin tentang bagaimana mengelola perkampungan tenda ini. dimana para relawan harus selalu memperhatikan kesehatan, makanan, minuman, keamanan, sekolah, dan kegiatan untuk para korban. Tetapi yang tak kalah pentingnya mereka harus memperhatikan kebutuhan mereka sendiri terlebih dahulu, karena mereka akan menghadapi lebih banyak masalah dan juga harus selalu senantiasa menjaga cinta kasih yang kami tanamkan.

Beberapa relawan sempat meneteskan air mata dan mereka katakan bahwa “Tzu Chi akan selalu diingat dalam hati kami dan akan kami ceritakan kepada banyak orang bahwa Tzu Chi pernah datang, berjuang dan menanamkan cinta kasihnya untuk para penduduk Pakistan . Terima Kasih telah menjadi guru dalam hidup kami.”

 

14/11/05 , Begitu berat pagi hari ini kami harus bangun dari tidur dan memulai merapikan peralatan kami pribadi. Begitu berat kaki kami gerakkan untuk meninggalkan tanah Pakistan . Tetapi kami juga harus kembali ke rumah kami. Siang ini, para relawan lokal mengadakan sebuah ceremony acara perpisahan. Dan saya diberikan kesempatan secara pribadi untuk menyampaikan beberapa pesan. Pesan saya, “ Tidak ada pesta yang meriah tanpa perpisahan. Janganlah khawatir saudaraku. Seperti pesan Master, bahwa makanan akan habis dimakan, tenda suatu hari akan rusak, tanah akan ditinggalkan, tetapi benih cinta kasih yang kami tanamkan akan terus tumbuh dan berkembang. Jangan takut dan teruslah berjuang saudaraku demi kemanusiaan. Jaga dirimu masing-masing agar dapat membantu yang lain. Jadilah muslim yang baik, muslim yang dapat menjadi tumpuan banyak orang, yang selalu menyenangkan orang banyak disekitarnya, yang selalu sabar dan penuh cinta kasih. Ini semua bukanlah suatu akhir, tetapi suatu awal kehidupan. Masih panjang jalan di depan, Teruslah berjuang saudaraku. “

Ceremony dilanjutkan dengan makan siang dan foto bersama. Kemudian, kami berpelukkan dan berpamitan. Begitu erat pelukan kami, begitu berat kami meninggalkan. Rasa haru menyelimuti kami semua. Begitu banyak Cinta Kasih yang tumbuh.

15/11/05 – 16/11/05, Perjalanan kembali ke Indonesia . Demikian pengalaman saya selama 15 hari di Pakistan dalam misi kemanusiaan Tzu Chi untuk korban Gempa Pakistan . Akhir kata, saya bersyukur dan berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba pengetahuan dan pengalaman melalui tugas bantuan International Tzu Chi. Dan salah satu pengalaman yang paling berkesan dalam hati saya adalah kekuatan cinta kasih yang selalu dikembangkan akan dapat mengalahkan semua rintangan dan tidak terlupakan bahwa semua prestasi yang tercapai dapat terwujud akibat dukungan dari banyak pihak dan kesatuan dari tim yang saling mendukung.”

 

Gan En,

Budi Widjaja


Artikel Terkait

Sumbangsih untuk Korban Kebakaran Manggarai

Sumbangsih untuk Korban Kebakaran Manggarai

22 Juli 2019

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat dan Xie Li Thamrin Tzu Chi Sinar Mas bergotong royong memberikan bantuan berupa 238 paket kebakaran di Manggarai, Jakarta Selatan.

”Takut Ketiban Rumah”

”Takut Ketiban Rumah”

07 September 2009
Pengungsi yang berada di posko ini tidak hanya yang rumahnya hancur saja, tetapi ada juga yang rumahnya retak-retak sehingga penghuni rumah tersebut merasa takut untuk tinggal di dalam dan memilih mengungsi di posko.
Mengenal dan Merasakan Lebih Dekat

Mengenal dan Merasakan Lebih Dekat

07 Agustus 2015
Sebanyak 60 relawan muda dengan antusias mendengarkan dan mencatat setiap penjelasan yang diberikan oleh relawan serta merasakan langsung apa yang mereka pelajari.
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -