Bagi Jie Tju Foeng (kiri), Denasari (tengah), dan juga Lie San Ying (kanan), terus terang, Aaron bisa dikatakan merupakan penerima bantuan implan koklea dari Tzu Chi yang paling jelas saat berbicara. Karena itu ketiganya sangat bahagia.
Jie Tju Foeng, Denasari, juga Lie San Ying begitu gembira saat bertemu Aaron, penerima bantuan Tzu Chi berupa biaya implan koklea tahun 2014 dan 2017. Ketiga relawan senior ini sekaligus takjub karena Aaron dapat berkomunikasi dengan sempurna. Orang lain mungkin tak sangka jika Aaron dulu tak bisa dengar sama sekali karena gangguan pendengaran yang sangat berat.
“Implan koklea itu kan memang paling bagus di usia 2-6 tahun. Nah memang usia 2 tahun itu paling tepat. Jadi saya melihat ini kenyataannya nih, jadi bukti nyata, memang betul,” kata Jie Tju Foeng, yang akrab disapa Cucu saat berkunjung ke rumah Aaron di area Mangga Besar, Jakarta Barat, 6 Mei 2024.
Hal ini tentu akan jadi catatan bagi relawan Tzu Chi, jika mendapati pemohon bantuan implan koklea yang masih dalam usia golden age, harus segera ditindaklanjuti.
“Yang usianya masih semuda ini, masih satu dua tahun, kita harus benar-benar serius memberikan perhatian dan harus cepat,” tambah Cucu.
Aaron kini berusia 12 tahun dan duduk di bangku sekolah dasar. Ia tumbuh menjadi anak yang baik, penurut, sopan, dan menyenangkan. Selain itu Aaron juga mahir bermain alat musik Guzheng atau kecapi Tiongkok. Ia belajar dari ayahnya, Franky yang merupakan pengajar Guzheng.
Dibantu Tzu Chi
Kedua orang tua Aaron, Frankie dan Lenawati awalnya tak menyadari jika si bungsu tak bisa dengar dan berpikir Aaron adalah anak yang cuek. Saat usia setahun lebih, kakek Aaron menimangnya dan memanggil Aaron berkali-kali namun tak ada respon sama sekali. Kakek dari Aaron menilai ini hal tak biasa dan menyampaikan kecurigaan tersebut pada Franky.
Aaron memainkan Guzheng dengan mahir.
Franky pun mulai terpikir, apakah iya? Ia pun mengetes dengan memukul panci dengan suara yang keras dekat telinga Aaron, tetap saja Aaron tak merespon. Franky lalu membawa Aaron ke dokter THT di Rumah Sakit Proklamasi, Jakarta Pusat untuk cek BERA (Brain Evoked Response Auditory), salah satu tes untuk mendeteksi gangguan pendengaran.
Setelah dicek bertahap selama satu bulan barulah diketahui, Aaron mengalami gangguan pendengaran berat di atas 100 desibel, di kedua telinganya. Dokter pun memberitahu bahwa Aaron tak akan terbantu dengan ABD (alat bantu dengar), melainkan harus operasi implan koklea yang alatnya satu telinga mencapai ratusan juta rupiah. Ditambah lagi biaya operasi yang kala itu belum ada layanan BPJS.
Franky dan sang istri sangat shock dengan hasil tes bera, yang sama sekali tak pernah mereka bayangkan. Ditambah lagi biaya operasi dan alat implan yang tak sedikit itu. Sebuah pukulan yang sangat berat bagi keduanya.
“Tapi di luar itu saya percaya kita masih punya Tuhan,” kata Franky.
Dengan keyakinan yang dipegang teguh tersebut, Franky percaya bahwa ia akan mendapatkan jalan keluar. Orang-orang yang mengetahui kondisi Aaron kemudian membantu, meski Franky tak pernah meminta. Sedikit demi sedikit uang terkumpul.
Selain mengajar Guzheng di beberapa sekolah, Franky juga mengajar secara privat, salah satunya kepada beberapa relawan Tzu Chi yang tergabung dalam satu grup. Atas informasi yang ia terima bahwa Tzu Chi Indonesia kerap memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, Franky pun akhirnya mengajukan bantuan ke Tzu Chi Indonesia dalam hal biaya alat implan koklea.
Melalui proses survei, pengajuan bantuan untuk Aaron pun disetujui. Bantuan dari Tzu Chi ditambah nominal yang sudah orang tua Aaron kumpulkan, Aaron pun menjalani operasi pemasangan implan koklea pertama pada 15 Agustus 2014 yakni saat Aaron berusia dua tahun. Implan kedua dipasang tiga tahun kemudian pada 28 April 2017.
Telaten dan Sabar
Keberhasilan implan koklea sangat tergantung pada sesi terapi. Keseriusan kedua orang tua dalam mendampingi Aaron nyatanya berbuah manis. Aaron kini sudah dapat mendengar dan berbicara dengan jelas. Aaron juga tumbuh menjadi anak ceria dan percaya diri.
”Terima kasih atas perhatiannya, karena Aron sudah pakai alatnya.” kata Aaron kepada Jie Tju Foeng, Denasari, juga Lie San Ying.
Kunjungan kasih ini memberikan sukacita terutama bagi kedua orang tua Aaron (kanan) yang merasa terus diperhatikan oleh relawan Tzu Chi.
Pada kunjungan kasih ini, Aaron memainkan tiga lagu untuk para relawan melalui petikan nada Guzheng yang indah. Jie Tju Foeng, Denasari, juga Lie San Ying menikmati irama musik sambil bernyanyi.
Kunjungan kasih ini memberikan sukacita pada Aaron, terlebih bagi Frankie dan Lenawati. Keduanya merasa terus diperhatikan oleh Tzu Chi setelah sekian tahun berlalu.
“Kami sangat excited, bersyukur kami masih diperhatikan. Karena kan selama ini kami yang terus memperhatikan Aaron, saya juga sebagai ketua komunitas di gereja selalu memperhatikan anggota saya. Tapi saya butuh perhatian juga, hehehe..” ujar Franky.
“Happy banget (dikunjungi). Tadi main tiga lagu, bermain Guzheng ini tidak susah kok,” sambung Aaron.
Jie Tju Foeng, Denasari, juga Lie San Ying sangat bangga dengan kedua orang tua Aaron. Keduanya adalah orang tua teladan yang tak menyerah dan terus berjuang bagi kemajuan anaknya.
“Saya sangat apresiasi orang tua Aaron yang punya tekad saat itu, padahal saat itu uang segitu besar sekali, tapi yakin bisa untuk Aaron. Akhirnya pikiran positif diberikan jalan, trus sangat sabar dampingi Aaron. Orang tua yang luar biasa karena tidak mudah memiliki anak yang ada masalah dengan pendengaran, karena ini berhubungan dengan emosi juga,” kata Cucu.
Sebelum pulang, Denasari memberikan pesan untuk Aaron. “Harus rajin belajar supaya cita-citanya tercapai. Tidak lupa juga harus punya jiwa sosial, bantu teman-teman. Jangan lupa berdoa sama Tuhan. Rajin beribadah. Sayang sama papi, sama mami,” pesan Denasari. Aaron mendengar nasihat Denasari dengan menganggukkan kepala dan memberikan senyum yang manis.
Editor: Metta Wulandari