Aceh Pulih Aceh Sehat
Jurnalis : Riana Astuti, Fotografer : Riana Astuti, Halim Kusin (He Qi Barat), Ong Tjandra (He Qi Barat), Lina (Tzu Chi Aceh)Perhatian tulus diberikan relawan untuk pasien Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-103 di Aceh. Melalui perhatian ini, pasien mendapatkan ketenangan selama pemeriksaan.
Kesehatan menjadi faktor penting dalam kehidupan. Bila tubuh sehat dibarengi pikiran yang tenang maka segala macam daya upaya yang dilakukan untuk melangsungkan kehidupan dapat berjalan dengan baik. Untuk mencapai kondisi ideal tersebut tidaklah mudah karena ketidakberdayaan ekonomi yang menjadi salah satu pemicu. Tsunami Aceh 10 tahun silam membawa perubahan pada warga Aceh sendiri. Mereka harus kembali berjuang untuk memulihkan keadaan seperti sedia kala.
Mencoba bangkit dari keterpurukan memang tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkannya kerja keras dan saling bahu membahu untuk bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi. Mengetahui permasalahan yang dihadapi warga Aceh dalam lingkup kesehatan, Yayasan Buddha Tzu Chi kembali merangkul seluruh warga Aceh dengan menggelar Baksos Kesehatan gratis Aceh. Baksos Aceh ini merupakan Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-103 yang dilaksanakan pada 5 dan 6 Desember 2014 di Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh.
Setelah melakukan screening, pasien katarak harus mencuci kaki agar steril. Pendamping, yang merupakan anggota keluarga pasien ikut membersihkan kaki pasien.
Sumbangsih Berbagai Pihak
Jumat pagi, pasak tenda sudah berdiri kokoh. Warga Aceh memadati tenda yang sudah terpasang. Di dalam kerumunan warga, terjalin kehangatan serta keramahtamahan dari relawan Tzu Chi yang kental. Tiap warga yang datang didampingi oleh relawan dengan senyuman indah. Anggota TIMA (Tzu Chi International Medical Assosiation) beserta relawan saat itu masih memberikan kesempatan kepada calon pasien yang telat untuk mendaftar. Calon pasien melakukan serangkaian screening guna memastikan diri agar warga dapat dioperasi.
Terlihat iringan rombongan TNI datang menuju tenda baksos. Ternyata Mayor Jenderal Agus Kriswanto datang dan langsung berinteraksi dengan pasien. Melihat kondisi dari tiap pasien Agus Kriswanto pun mengimbau agar warga Aceh dapat menumbuhkan kesadaran diri untuk menjaga kesehatan. “Saya sangat setuju sekali dan pastinya Tuhan meridhoi kegiatan ini. Kita semua dapat menyaksikan bahwa masih banyak warga yang sakit yang tidak mampu melakukan pengobatan. Kerjasama yang dilakukan ini pun senantiasa sangat membantu kesehatan warga Aceh,” ujar Agus Kriswanto.
Dr. Ruth O. Anggraeni bersama Awaludin Tanamas tengah mendampingi Pangdam Iskandar Muda Mayor Jenderal Agus Kriswanto ketika meninjau kegiatan Baksos Kesehatan Aceh Ke-103 yang sedang berlangsung.
Dalam melangsungkan keiatan ini pihak TNI turut membantu melakukan sosialisasi kepada pasien yang tersebar dipelosok wilayah. Pasien yang datang pun tinggal di berbeda wilayah seperti Bireun, Neuheun, Banda Aceh, Meulaboh, Lhokseumawe, bahkan ada yang dari Blang Pidie yang terletak di Aceh Barat. “Pada baksos ini kepercayaan masyarakat Aceh kepada Yayasan Buddha Tzu Chi sangat baik. Pasien rela datang dari rumah mereka dengan menempuh jarak berkilo meter, berjam-jam hanya untuk sembuh dengan mengikuti baksos ini,” papar dr. Ruth O. Anggraeini. Dokter Ruth pun mengatakan dirinya sangat terharu melihat ada seorang nenek yang menengok cucunya yang sedang melahirkan. Ketika nenek itu datang ke Rumah Sakit Kesdam dan tahu bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan baksos, ia langsung ingin memeriksakan matanya yang katarak. Kesehatan di Aceh memang perlu mendapat perhatian lebih. Untuk kedepannya akan diupayakan sosialisasi tentang promosi kesehatan untuk warga agar dapat menjaga pola hidup. Aceh harus segera dipulihkan baik dari batin warga maupun kesehatan warga.
Ingin Seperti Dulu
Diantara pasien yang datang, tampak Abdul Murat warga Aceh bertempat tinggal di perumahan cinta kasih, Neuheun. Usianya sudah tidak muda lagi, berkisar 60 tahunan. Setiap hari ia menjalani hidup dengan sebagai pedagang ikan di Pasar Peuniti, Banda Aceh. Sudah hampir setahun ini ia mengalami gangguan pada mata kanannya. Keterbatasan dana dan keterbatasan informasi tentang kesehatan menjadi salah satu kendala yang dihadapinya. Pada suatu waktu tiba-tiba saja ia tidak bisa melihat. Semua gelap. “Awalnya saya nggak tau kalo mata saya kena katarak. Gelap nggak nampak apa-apa. Seperti kayak mau mati,” cerita Abdul. Ia pun sempat bercerita pada temannya perihal keluhan pada mata kanannya. Salah seorang teman berkata bahwa ia terkena Diabetes Militus (DM). Meskipun begitu ia tetap saja tidak mau tahu. Abdul Murat masih memaksakan keadaannya untuk tetap bekerja dan tidak memeriksakan kondisi kesehatan mata dan hanya mengonsumsi obat yang dijual di warung.
Abdul Murat (tengah) warga perumahan cinta kasih mendapat kesempatan operasi katarak gratis.
Setiap harinya ia harus mengendarai motor dan menempuh perjalanan lebih kurang dua jam untuk sekali perjalanan. Dalam perjalanan ia hanya mengandalkan garis batas (cat putih) di jalan yang ia lewati. Abdul dulu juga menjadi salah satu korban tsunami Aceh. Sebelum tsunami melanda, ia hidup di bersama istri dan empat anaknya. Namun istrinya dan tiga anaknya menjadi korban bencana tersebut. Semua harta bendanya tersapu tsunami. Kini, sepuluh tahun berlalu ia telah menikah lagi dan dikaruniai seorang anak perempuan, sedangkan satu anak dari mendiang istrinya kini tengah berkuliah di Lhokseumawe.
Hampir setiap pagi mata Abdul Murat mengeluarkan cairan semacam lendir, terkadang ada tekanan atau denyut di matanya. Tidak hanya itu, di siang hari ia tidak bisa melihat, semua berbayang. “Pada siang hari seperti ini saya tidak bisa lihat, semua berbayang. Kalau malam biasa saja. Di Aceh ini kan panas sekali ya. Jadi kalau saya belanja ikan untuk ditengkulak saya sulit membedakan mana ikan yang masih bagus mana yang tidak. Selain itu ketika saya berjualan di pasar pun banyak sekali kendala. Misalnya saya nggak tau ikan yang saya jual itu sudah peot atau nggak. Dan yang paling sulit itu pas pilih udang,” tukasnya.
Rasa welas asih yang tertanam dibenak relawan terasa pada saat berinteraksi dengan pasien.
Mengetahui fungsi penglihatannya yang tidak stabil, saat berjualan di pasar ia kerap didampingi istrinya. Ini adalah caranya mengantisipasi transaksi jual beli yang mungkin saja salah, seperti salah memberikan uang kembalian dan sebagainya. “Kalau lagi jualan saya suka ditemenin istri, soalnya saya sering salah kasih kembalian ke pembeli. Pernah ada pembeli yang beli ikan seharga 30 ribu dia bayar pakai uang 50 ribu terus saya kembalikan 70 ribu. Saya kira itu uang 100 ribu. Sekarang mata saya payah,” kenangnya. Semenjak matanya katarak Abdul Murat sudah tidak berjualan ikan potong lagi, ia menjual ikan utuh. Kondisi matanya yang sudah parah bahkan membuatnya melihat segerombolan anak yang melintas di jalan seperti melihat segerombolan sapi.
Rejeki baik didapatnya, setelah selesai salat ia mendengar pengumunan di masjid bahwa adanya baksos gratis di rumah sakit Kesdam. Belum lagi penjaga keamanan perumahan datang ke rumah dan langsung mendaftarkannya untuk ikut ke baksos itu. Tertib mengikuti prosedur screening, Abdul Murat posistif terkena katarak dan langsung mendapat rujukan untuk diopersi. Tanpa perlu pikir panjang ia langsung menyetujuinya. “ Dalam diri saya masih ada harapan untuk sembuh seperti dulu. meskipun usia saya sudah tua saya ingin bisa melihat lagi. Semua cobaan hidup yang datang saya pasrahkan semua pada yang Maha Kuasa. Yang jelas di dunia ini saya sudah berusaha dan mencoba untuk ikhlas,” ujar Abdul Murat.