Ada Penghiburan dan Perhatian di Yayasan Galuh
Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur), Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur)Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur datang untuk memberikan penghiburan, kepedulian, dan perhatian kepada pasien rehabilitasi di Yayasan Galuh, Bekasi.
Relawan Tzu Chi menjalin jodoh dengan Tony Anwar, salah satu penerima bantuan Tzu Chi komunitas He Qi Timur yang dirawat di Yayasan Galuh. Yayasan Galuh adalah sebuah panti rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa, yang berlokasi di Bekasi.
Keluarga dekat Tony Anwar menjelaskan bahwa Tony tidak memiliki anak dan istri. “Adik kandung Tony memiliki keluarga dan mereka merasakan akan lebih tenang bila kakaknya dititipkan di panti rehabilitasi,” jelas Johan Kohar, penanggung jawab kunjungan kasih pada Minggu 9 Februari 2020.
Johan Kohar (67) menambahkan bahwa keluarga Tony meminta bantuan kepada Tzu Chi untuk mengunjungi Tony yang baru saja pindah ke Yayasan Galuh.
“Keluarganya menceritakan bahwa di tempat lamanya Tony kurang perhatian dan tempatnya tidak bersih. Kami diminta bantuan untuk melihat keadaannya sekarang, apakah lebih baik dari tempat yang lama dan sepertinya Tony lebih nyaman di panti rehabilitasi ini,” tutur Johan.
Kunjungan kasih tersebut juga dilatarbelakangi atas janji relawan kepada Tony yang akan datang lagi ketika ia berulang tahun.
Bukan sekadar mengunjungi, Johan Kohar bersama 19 relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur juga datang untuk memberikan penghiburan, berbagi kepedulian dan perhatian kepada pasien yang direhabilitasi. Relawan juga melakukan pendekatan dengan cara mengajak mereka bernyanyi juga berbaur layaknya keluarga sendiri.
Kunjungan kasih tersebut dilatarbelakangi atas janji relawan kepada Tony Anwar (kaos biru) yang akan datang lagi ketika ia berulang tahun.
“Mereka adalah orang-orang yang perlu diperhatikan. Selama ini di misi amal, Tzu Chi membantu secara fisiknya, sedangkan ini secara mentalnya. Kami tertarik untuk memberikan mereka penghiburan, pendampingan. Bila mereka mulai memasuki fase yang agak sadar, mereka tahu masih ada orang lain yang memperdulikan mereka,” jelas Johan. Master Cheng Yen sering mengatakan relawan Tzu Chi harus gan en, zhung zung, ai, bersyukur, menghormati dan cinta kasih. “Ini tempatnya. Selama ini orang tidak terpikir untuk datang ke tempat ini. Ada rasa was-was. Tetapi kami datang dengan hati bersyukur. Kami membawa misi dan visi Master,” lanjut relawan He Qi Timur ini.
Berkarya dan Saling Menghibur
Kedatangan relawan Tzu Chi ke Yayasan Galuh,
Bekasi, sangat menghibur para penghuni panti rehabilitasi ini. Siti Komaria
(49), salah satu penghuni panti rehabilitasi, sangat gembira melihat kedatangan
relawan. Dengan leluconnya, ia memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris yang campur-campur.
“My name Siti Komaria. Campur-campurlah ya, Sedikit bergaya. My live, di Indonesia, belakang bandara Soekarno Hatta. Five brother. Kami enam bersaudara,” canda Siti Komaria.
Siti Komaria bertanya kepada salah satu relawan, “Situ pintar bahasa Indonesia ya?” Salah satu relawan kemudian mengungkapkan keinginannya untuk belajar kepada Siti Komaria. “Saya juga lagi belajar. Belajar dan mengajar. Study speak Indonesia,” lanjutnya sambil menggunting gulungan kain.
Sebagai ungkapan rasa syukur, relawan Tzu Chi memberikan suatu persembahan isyarat tangan lagu Satu Keluarga.
Siti menambahkan beberapa bulan tinggal di panti rehabilitasi ini, ada kegiatan merajut seperti ini. Menurut ingatannya, ia bergabung di Yayasan Galuh pada awal Desember 2018. Namun ia tiba-tiba tidak ingat hari ini tahun berapa. Cara bicaranya kemudian seperti anak kecil.
Siti juga bercerita bahwa ia dititipkan oleh keluarganya di Yayasan Galuh. “Barusan adik kandung saya dari bandara Soekarno-Hatta besuk,” ceritanya sambil menunjukkan suatu bungkusan makanan kecil yang katanya dibawakan oleh sang adik.
Siti Komaria sebenarnya sangat rindu dan ingat dengan keluarganya. Ia mengingat masa kecil mereka sangat rukun, damai, dan bahagia. Satu keluarga saling perhatian, saling membantu, dan mengasihi. Ia juga betah tinggal di yayasan karena bisa memiliki banyak teman.
Berbeda dengan Siti Komaria yang pembawaan dirinya ceria dan banyak berbagi cerita, Bagus P Ritang (27) yang telah dua tahun tinggal di yayasan lebih banyak diam. “Selain gambar, kerjalah di sini. Apa saja dikerjain. Senang,” jawabnya singkat. Bukan cuma menggambar, ternyata Bagus juga senang bernyanyi. Ia menunjukkan kebolehannya dalam bernyanyi tanpa ekspresi.
Dalam kunjungan kasih ini, insan Tzu Chi komunitas He Qi Timur juga memberikan bantuan kebutuhan hidup yang merupakan penggalangan dana dari relawan Tzu Chi.
Ketika melihat Bagas bernyanyi, teman-teman lainnya ternyata tidak mau ketingggalan. Satu persatu dari mereka menunjukkan kelucuan dan gaya tersendiri dalam bernyanyi. Kepolosan dan kelucuan yang mereka tunjukkan membuat relawan terhibur.
Sebagai ungkapan rasa syukur, relawan juga memberikan suatu persembahan isyarat tangan lagu Satu Keluarga. Mereka terhibur dan beberapa di antaranya ikut memeragakan isyarat tangan dengan hati senang.
Dalam kunjungan kasih ini, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur juga memberikan bantuan kebutuhan hidup yang merupakan penggalangan dana dari relawan Tzu Chi. Bantuan itu berupa 24 dus mi DAAI, 200 kg beras, 45 kg telur, 10 kg biskuit, 500 bungkus kopi instan, 12 botol cairan pencuci piring, dan 24 botol cairan pembersih lantai.
Melayani Mereka Layaknya
Keluarga
Pendirian Yayasan Galuh berlatar belakang sederhana, yakni ketidaktegaan
sang pendiri, Alm. Gendu Mulatip melihat
perlakuan yang kurang mengenakkan dari masyarakat terhadap orang dengan
gangguan jiwa. Dirintis pada tahun 1982, hingga saat ini, Yayasan Galuh sudah merawat
430 pasien. Pasien gangguan jiwa ini, beberapa diantarkan oleh keluarga, ada
juga yang ditemukan di jalan, atau didapat dari instansi.
Selain perawatan medis, berbagai kegiatan disiapkan setiap harinya untuk para penderita gangguan jiwa. Nina, salah satu pengurus yayasan menjelaskan bahwa dengan aktif melakukan sesuatu, pemikiran sadar mereka bisa sedikit demi sedikit terbangkitkan. Namun sebelumnya mereka akan diobservasi dan dievaluasi terlebih dulu hingga mengetahui kecocokan terhadap satu kegiatan.
Nina (berbaju putih) sangat berterima kasih kepada relawan Tzu Chi yang telah datang memberikan dukungan dan menghibur pasien gangguan kejiwaan.
“Kami di sini punya dokter spesialis kejiwaan. Untuk non medisnya, kami berikan terapi kreatif kegiatan setiap hari. Nah karena hari ini weekend, kami ada terapi kreatif membuat kain keset, merajut, dan menggambar. Ini adalah salah satu upaya kami untuk memberikan support kepada mereka,” ungkap Nina.
“Kami selalu keep in touch (menjaga hubungan) dan menganggap mereka adalah saudara. Kadang mereka memang galak, karena mereka pernah diperlakukan tidak enak, dibeda-bedakan. Makanya di sini kami selalu tekankan untuk tidak membedakan yang ini siapa, itu siapa,” tutur Nina membagikan tips menghadapi pasien yang memiliki tingkat gangguan jiwa yang berbeda dengan karakter yang berbeda pula.
Perhatian yang telaten dari lingkungan yayasan membuat tak sedikit penderita sakit jiwa bisa kembali normal dan sembuh. Namun, Nina mengaku masih mempunyai PR yang besar yakni membuat stigma masyarakat tentang “mantan” orang dengan sakit jiwa, membaik. “Membuat mereka bisa diterima kembali oleh keluarga, bisa. Tapi untuk masyarakat sosial, itu tidak mudah,” kata Nina. Walaupun begitu, Nina tetap harus bersyukur karena bisa berkontribusi dalam kehidupan seseorang, mengembalikan mereka kepada keluarga, dan menjalani hidup kembali. Terlebih ketika yang dulunya pasien sudah bisa berinteraksi dengan orang lain dan bisa diterima dalam lingkungan sosial ataupun masyarakat.
Editor: Metta Wulandari