Namaku Muhammad Fauzan. Aku berusia 1,5 tahun. Pagi ini aku bersama ayah (Jandes Hanafi) sedang berada di SMA Negeri 1 Padang. Aku juga ditemani oleh pamanku, Sofrizal. Sebetulnya kesertaan paman ini lebih untuk menemani ayah, karena ayah tak bisa membaca, menulis, dan tak tahu letak gedung SMA Negeri 1 Padang. Menjemput Kesembuhan Pagi ini, aku datang untuk mengobati penyakitku. Sebetulnya selama ini aku tidak merasa sakit, hanya cukup repot saat hendak makan. Tapi menurut ayah, sejak lahir ke dunia aku memiliki kekurangan di bagian bibirku. Bibir atasku tidak sempurna. Menurut orang penyakit itu namanya penyakit bibir sumbing. Memang sih penyakit itu tidak menular tetapi membuat mereka yang menderita kehilangan kepercayaan diri. Beruntung kedua orang tuaku tetap sayang dan mencintaiku apa adanya. Sabtu pagi, 11 Desember 2010, pukul 08.00 WIB aku, ayah, dan paman sudah berangkat dari rumah mungil kami yang terletak di Kelurahan Padang Sareh Kecamatan Kota Tengah. Aku katakan rumah mungil karena ukurannya tak lebih dari 4x4 meter dan itu pun tanahnya dipinjamkan oleh si pemilik tanah. Ayahku adalah seorang pekerja keras yang ulet. Setiap hari dia pergi ke sungai menggunakan sampan untuk mengambil pasir. Dengan penuh tenaga ia menyelam ke dasar sungai dan mengambil pasir dengan menggunakan ember. Jika perahu telah penuh dengan pasir, sampan pun ia kayuh ke tepian sungai dan menurunkan pasir yang telah didapatnya. Seharian bekerja, dari pagi sampai menjelang malam ayah bisa mendapatkan uang sebesar 50.000 rupiah. Jumlah itu pas-pasan untuk menghidupi ibu, dan kedua kakakku. Namun apa daya itulah kondisi yang dihadapi oleh kami sekeluarga. Pukul 09:00 WIB kami tiba di gedung SMA Negeri 1 Padang. Di gedung olahraga yang dialihfungsikan sebagai ruang tunggu sementara, aku didaftarkan ke pos pendaftaran pasien baksos. Karena masih cukup pagi, aku mendapatkan nomor urut dua dan segera diperiksa oleh para relawan yang bertugas. Selesai diperiksa, aku, ayah, dan paman diminta untuk menuju ke ruang pemeriksaan anak. Di sana seorang dokter telah menunggu kedatanganku. Setelah diperiksa beberapa saat, oleh dokter aku diminta menuju ke ruang laboratorium. Keterangan : - Selesai menjalani pemeriksaan awal, Muhammad Fauzan lantas diperiksa darahnya oleh tim medis untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam kondisi baik dan siap menjalani operasi bibir sumbing. (kiri)
- Karena keterbatasan biaya, sejak berumur 4 bulan dan tak minum air susu ibu, Muhammad hanya meminum air yang dicampur dengan gula putih sebagai pengganti susu yang di luar jangkauan ayahnya. (kanan)
Suhu di dalam ruangan kepala sekolah yang dijadikan laboratorium ini ternyata dingin sekali. Berbeda dengan ruangan lain yang aku masuki sebelumnya. Di dalam ruang laboratorium ini, pasien-pasien lain juga tampak antri menunggu giliran. Tak lama namaku pun dipanggil. “Muhammad Fauzan,” panggil suster. Ayah lalu menggendongku dan menghampiri arah suara panggilan itu. “Mari kita ambil darah dulu ya,” kata suster itu lagi. Maka tak lama kemudian mereka pun mencoba mengambil darahku. Percobaan pertama di lengan kananku gagal. Mereka tak dapat menemukan urat nadiku. Maka percobaan di tangan kiri pun dilakukan dan hore, berhasil. Beberapa tetes darah berhasil diambil oleh mereka. Darahku itu lalu dites di sebuah mesin dan dari mesin itu pula keluar secarik kertas yang penuh dengan angka-angka. Pemeriksaan di laboratorium telah selesai, kini saatnya melakukan pemeriksaan foto rontgen paru-paru di Rumah Sakit Bhayangkara. Oleh relawan yang bertugas; aku, ayah, dan 4 pasien lainnya diantar dengan menggunakan sebuah mobil. Selesai foto rontgen, aku dan pasien lain kembali lagi ke SMA Negeri 1 Padang. Di sana kami diminta untuk menunggu hasilnya. Cukup lama kami menunggu. Aku melihat wajah ayah dan paman tegang. Mereka was-was aku tak lolos pemeriksaan dan batal menjalani operasi. Tak lama, namaku kembali dipanggil. Seorang dokter yang cantik memeriksa hasil foto rontgen dan status cek darahku. Keterangan : - Dalam screening ini, Muhammad Fauzan 2 kali diambil darahnya untuk diperiksa oleh tim medis. Pemeriksaan yang mendalam untuk hasil yang akurat dibutuhkan dalam mendukung kesuksesan operasi. (kiri)
- Untuk memastikan kembali bahwa kondisi kesehatan Muhammad Fauzan dalam kondisi baik, relawan Tzu Chi Padang membawa M. Fauzan ke dokter spesialis anak yang ada di Kota Padang. (kanan)
Detik-detik Pengharapan Awalnya semua baik-baik saja, namun tak seberapa lama ia berkata, “Pak sebentar ya, saya cari dulu petugas bagian laboratoriumnya.” Begitu katanya sambil meninggalkan meja pemeriksaan. Saat mendengar perkataan dokter itu, wajah ayah dan pamanku semakin tegang saja. Tak lama, seorang petugas laboratorium datang dan mengatakan sepertinya darahku harus dicek kembali agar hasil pemeriksaannya lebih akurat. Maka, aku dan ayah kembali ke ruang laboratorium. Ruangan yang di pagi harinya masih sangat dingin kini tak terasa lagi karena begitu banyaknya orang yang antri. Sama seperti pengambilan darah tadi pagi, lengan kananku dipegang oleh seorang suster sementara petugas laboratorium mengambil darahku. Belum berhasil. Maka kini giliran nadi di belakang telapak tangan kiriku yang dicari dan akhirnya berhasil. Beberapa tetes darah yang diperlukan sudah didapat dan segera dimasukkan ke dalam mesin. Sama seperti sebelumnya secarik kertas keluar dari mesin. Belum cukup dengan hasil yang pertama, petugas laboratorium kembali memasukkan darahku ke dalam mesin dan secarik kertas baru lain pun keluar. Kertas-kertas itu lalu di-staples di lembar statusku. Aku lantas diajak oleh petugas laboratorium untuk menemui lagi dokter cantik tadi. Di sana, dokter kembali memeriksa status, hasil lab, dan foto rontgenku. Kemudian meluncurlah kata-kata ini, “Terus terang saya masih ragu dengan kondisi anak bapak, namun agar saya lebih yakin. Alangkah baiknya jika anak bapak diperiksa lagi di dokter spesialis anak.” Dokter itu lalu meminta seorang relawan untuk menemani kami bertemu dengan relawan setempat (Relawan Tzu Chi Padang-red). Kini kulihat langkah ayah dan paman makin gontai saja. Mereka tak menyangka jika harus berbelit-belit seperti ini jadinya. Maaf ayah, maaf paman. Semoga aku dapat dioperasi ya. Dalam pertemuan itu, akhirnya aku pun dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. Di sana seorang dokter spesialis anak telah menungguku. Dari hasil pemeriksaan itu, menurut dokter tersebut di dalam suratnya dikatakan bahwa aku layak untuk menjadi operasi. Sontak kegembiraan dan kebahagiaan menyirami kami semua. Akhirnya aku lolos dan bisa dioperasi dalam Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke 72. Sampai ketemu lagi di saat baksos ya. |