Aksi Nyata untuk Lingkungan
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi PranotoUntuk mengatasi krisis energi dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kehidupan manusia, SMAN 10 Malang membuat kompor dengan menggunakan tenaga surya. |
| ||
Pameran yang berlokasi di Plenary Hall dan Assembly Hall JCC dengan total luas area lebih dari 5.000 meter persegi ini diikuti oleh 157 perusahaan dan institusi di bidang perbankan, riset dan development, otomotif dan elektronika, pertambangan dan energi, kehutanan, perkebunan, kimia, tekstil, mebel, aneka kerajinan sampai spa dan obat-obatan tradisional. Memerangi Pemanasan Global Penyelenggaraan pameran bertaraf internasional ini sejalan dengan langkah-langkah masyarakat di dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan. Indonesia adalah negara ke-124 dari lebih 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Bahkan, Indonesia juga menjadi salah satu negara pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari KTT ke-15 Perubahan Iklim dari United Nation for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, bulan Desember 2009 dengan berbagai program mitigasi.
Ket : - Para pengunjung memadati area pameran Eco-Product Internasional Fair. Pameran ini diadakan dari tanggal 4–7 Maret 2010 di Jakarta Convention Centre. (kiri) “Pameran EPIF 2010 ini adalah sebuah pameran konsep yang mengedepankan pemakaian teknologi, produk, dan jasa yang berwawasan lingkungan, mulai dari proses pengerjaannya sampai menjadi sebuah produk,” kata Rahmat Gobel, Ketua Steering Committee EPIF 2010. Ia menambahkan bahwa bagi Indonesia, EPIF adalah sebuah kesempatan emas untuk memperkuat daya saing industri di dalam negeri agar dapat bertahan dalam percaturan ekonomi global dan memperluas penetrasi pasar global melalui ‘green products’ (produk-produk yang ramah lingkungan). EPIF juga merupakan sarana untuk mendorong para pelaku usaha dalam negeri agar menerapkan teknologi ramah lingkungan di dalam proses pembuatan produk-produknya, sehingga bisa bersaing di pasar global. Selain itu, EPIF juga menjadi ajang penyebarluasan dan pertukaran informasi ekonomi dan lingkungan hidup yang teraktual di Asia dan seluruh dunia. Peran Muda-Mudi dalam Memecahkan Permasalahan Krisis Energi Kenapa kompor? Riky punya alasan tersendiri, “Kami kan tinggal di asrama, dan kami sering melihat kendala dari teman-teman yang masak, terus kami juga lihat dari televisi kalau ada antrian BBM, jadi kami berpikir bagaimana sih caranya untuk membantu krisis energi ini,” tambah Riky. “Lagi pula kalau kompor biasa itu kan menimbulkan polusi, kalau kita pakai energi surya itu kan tidak mengeluarkan polusi sama sekali,” kata Yusuf Adi Putro, siswa lainnya. Bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mereka kini tengah merancang bagaimana mengaplikasikan teknologi yang ramah lingkungan ini dapat diterima dan diterapkan dalam masyarakat. “Produk ini belum dijual, kami masih harus melakukan berbagai pertimbangan agar simple dan mudah diterapkan. Kami masih harus lakukan berbagai perbaikan, termasuk bagaimana pemanfaatannya di saat musim hujan,” aku Riky dan Yusuf jujur. Untuk pembuatan kompor ini sendiri, keduanya menyebutkan biayanya sekitar Rp 145 ribu rupiah. “Kalau ingin lebih murah lagi bisa dibikin dari kayu, sengnya bisa diganti tripleks, dan alumunium poil-nya bisa diganti dengan bungkus (aluminium) cokelat atau rokok,” kata Riky. Setelah dilakukan sosialisasi, tanggapan masyarakat pun cukup baik. Saat ini, mereka juga sedang mengupayakan penggunaan termometer (alat pengukur suhu tubuh) yang setelah diteliti ternyata komposisinya bisa mengubah kalor menjadi listrik. “Jadi sekali kerja kita dapat 2 hasil, selain memasak, kita juga mendapat listrik,” kata Yusuf optimis. “Kami juga berharap kita bisa mengatasi krisis energi yang ada di masyarakat dan mengajak masyarakat untuk lebih mampu bersama-sama melawan krisis energi,” tegas Riky.
Ket : - SMAN 10 Depok memanfaatkan kincir angin untuk memompa air dari Situ Lio untuk menyiram tanaman dan kamar mandi yang ada di lingkungan sekolah mereka. (kiri). Aplikasi di Dunia Nyata Mei yang bekerja sebagai karyawan swasta ini sengaja datang ke pameran selain untuk “refreshing” juga untuk menumbuhkan kepedulian istri dan anaknya terhadap lingkungan. “Di rumah sih dah mulai nerapin, dimulai dari hal-hal yang kecil dulu, seperti buang sampah pada tempatnya dan menghemat penggunaan air,” terang Mei dan istrinya. Baginya, mengunjungi pameran ini juga membuatnya memperoleh banyak manfaat dalam lingkungan. Ketika dimintai pendapatnya terhadap produk-produk ramah lingkungan yang dihasilkan oleh para siswa SMA yang mengikuti program “Toyota Youth Program”, Mei mengaku sangat bangga dan terkesan. “Bagus ya, ternyata meskipun masih muda tapi dah kepikiran hal-hal yang seperti itu (pelestarian lingkungan -red) dan ikut mencoba mengatasi krisis energi yang terjadi di masyarakat,” kata Mei. Masalah pelestarian lingkungan memang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, pengusaha, maupun organisasi yang peduli lingkungan, tetapi juga menuntut peran dari setiap orang untuk turut berpartisipasi. Sebuah tindakan nyata tentunya lebih bermakna daripada ribuan ucapan. | |||