Aksi Nyata untuk Lingkungan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoUntuk mengatasi krisis energi dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kehidupan manusia, SMAN 10 Malang membuat kompor dengan menggunakan tenaga surya.

Dalam rangka mendorong penggunaan teknologi, produk, dan jasa yang berwawasan lingkungan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asian Productivity Organization (APO) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI sejak tanggal 4–7 Maret 2010 menggelar Eco-Product Internasional Fair (EPIF) 2010 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat.

Pameran yang berlokasi di Plenary Hall dan Assembly Hall JCC dengan total luas area lebih dari 5.000 meter persegi ini diikuti oleh 157 perusahaan dan institusi di bidang perbankan, riset dan development, otomotif dan elektronika, pertambangan dan energi, kehutanan, perkebunan, kimia, tekstil, mebel, aneka kerajinan sampai spa dan obat-obatan tradisional.

Memerangi Pemanasan Global
Pameran Eco-Product International Fair (EPIF) 2010 ini dibuka oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI Hatta Radjasa, didampingi para menteri dan pejabat pemerintahan serta berbagai pihak yang berkepentingan di dalam industri yang berwawasan lingkungan. Selain pameran, EPIF 2010 juga menyelenggarakan konferensi bertemakan lingkungan hidup dengan menampilkan pembicara yang kredibel di bidangnya, serta memberikan penghargaan kepada ‘green business’ yang dalam menjalankan bisnisnya bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup.

Penyelenggaraan pameran bertaraf internasional ini sejalan dengan langkah-langkah masyarakat di dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan. Indonesia adalah negara ke-124 dari lebih 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Bahkan, Indonesia juga menjadi salah satu negara pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari KTT ke-15 Perubahan Iklim dari United Nation for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, bulan Desember 2009 dengan berbagai program mitigasi.

foto  foto

Ket : - Para pengunjung memadati area pameran Eco-Product Internasional Fair. Pameran ini diadakan dari              tanggal 4–7 Maret 2010 di Jakarta Convention Centre. (kiri)
       - Aneka produk yang ramah lingkungan dan memanfaatkan energi alternatif dipamerkan dalam acara ini.           Salah satunya adalah kendaraan ini. (kanan)

“Pameran EPIF 2010 ini adalah sebuah pameran konsep yang mengedepankan pemakaian teknologi, produk, dan jasa yang berwawasan lingkungan, mulai dari proses pengerjaannya sampai menjadi sebuah produk,” kata Rahmat Gobel, Ketua Steering Committee EPIF 2010. Ia menambahkan bahwa bagi Indonesia, EPIF adalah sebuah kesempatan emas untuk memperkuat daya saing industri di dalam negeri agar dapat bertahan dalam percaturan ekonomi global dan memperluas penetrasi pasar global melalui ‘green products’ (produk-produk yang ramah lingkungan).

EPIF juga merupakan sarana untuk mendorong para pelaku usaha dalam negeri agar menerapkan teknologi ramah lingkungan di dalam proses pembuatan produk-produknya, sehingga bisa bersaing di pasar global. Selain itu, EPIF juga menjadi ajang penyebarluasan dan pertukaran informasi ekonomi dan lingkungan hidup yang teraktual di Asia dan seluruh dunia.

Peran Muda-Mudi dalam Memecahkan Permasalahan Krisis Energi
Selain melibatkan perusahaan-perusahaan besar, pameran ini juga menampilkan berbagai produk “terobosan” yang dihasilkan oleh para generasi muda. Salah satunya adalah SMA Negeri 10 Malang yang membuat “Kompor Tenaga Surya”. Menggunakan media alat seperti parabola yang dilapisi aluminium poil, alat ini menyerap energi dari matahari untuk kemudian diubah menjadi panas yang dapat digunakan untuk memasak. “Ide ini berawal dari kesadaran kita bahwa matahari adalah sumber energi yang tidak terbatas, jadi kita berpikir bagaimana cara memanfaatkan cahaya matahari tersebut di lingkungan sekolah,” kata Riky Sugiarto Putra, salah satu anggota Tim Inti “Toyota Youth Program” SMA Negeri 10 Malang, Jawa Timur.

Kenapa kompor? Riky punya alasan tersendiri, “Kami kan tinggal di asrama, dan kami sering melihat kendala dari teman-teman yang masak, terus kami juga lihat dari televisi kalau ada antrian BBM, jadi kami berpikir bagaimana sih caranya untuk membantu krisis energi ini,” tambah Riky. “Lagi pula kalau kompor biasa itu kan menimbulkan polusi, kalau kita pakai energi surya itu kan tidak mengeluarkan polusi sama sekali,” kata Yusuf Adi Putro, siswa lainnya.

Bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mereka kini tengah merancang bagaimana mengaplikasikan teknologi yang ramah lingkungan ini dapat diterima dan diterapkan dalam masyarakat. “Produk ini belum dijual, kami masih harus melakukan berbagai pertimbangan agar simple dan mudah diterapkan. Kami masih harus lakukan berbagai perbaikan, termasuk bagaimana pemanfaatannya di saat musim hujan,” aku Riky dan Yusuf jujur.

Untuk pembuatan kompor ini sendiri, keduanya menyebutkan biayanya sekitar Rp 145 ribu rupiah. “Kalau ingin lebih murah lagi bisa dibikin dari kayu, sengnya bisa diganti tripleks, dan alumunium poil-nya bisa diganti dengan bungkus (aluminium) cokelat atau rokok,” kata Riky. Setelah dilakukan sosialisasi, tanggapan masyarakat pun cukup baik.

Saat ini,  mereka juga sedang mengupayakan penggunaan termometer (alat pengukur suhu tubuh) yang setelah diteliti ternyata komposisinya bisa mengubah kalor menjadi listrik. “Jadi sekali kerja kita dapat 2 hasil, selain memasak, kita juga mendapat listrik,” kata Yusuf optimis. “Kami juga berharap kita bisa mengatasi krisis energi yang ada di masyarakat dan mengajak masyarakat untuk lebih mampu bersama-sama melawan krisis energi,” tegas Riky.

foto  foto

Ket : - SMAN 10 Depok memanfaatkan kincir angin untuk memompa air dari Situ Lio untuk menyiram tanaman             dan kamar mandi yang ada di lingkungan sekolah mereka. (kiri).
         - Seorang pengunjung tampak tertarik dan antusias dengan cara kerja dan pemanfaatan kompor tenaga             surya yang dibuat siswa-siswi SMAN 10 Malang, Jawa Timur. (kanan)

Aplikasi di Dunia Nyata
Salah satu pengunjung, Mei Sasongko yang datang bersama keluarganya mengaku senang dan tertarik dengan banyaknya produk-produk yang ramah lingkungan. Hal ini juga mencerminkan sudah merebaknya kepedulian pelaku dunia usaha akan produk-produk yang aman dan ramah lingkungan. “Bagus, ternyata sudah banyak produk-produk yang masuk kategori ramah lingkungan. Kita tunggu saja aplikasinya di dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Mei yang bekerja sebagai karyawan swasta ini sengaja datang ke pameran selain untuk “refreshing” juga untuk menumbuhkan kepedulian istri dan anaknya terhadap lingkungan. “Di rumah sih dah mulai nerapin, dimulai dari hal-hal yang kecil dulu, seperti buang sampah pada tempatnya dan menghemat penggunaan air,” terang Mei dan istrinya. Baginya, mengunjungi pameran ini juga membuatnya memperoleh banyak manfaat dalam lingkungan.

Ketika dimintai pendapatnya terhadap produk-produk ramah lingkungan yang dihasilkan oleh para siswa SMA yang mengikuti program “Toyota Youth Program”, Mei mengaku sangat bangga dan terkesan.  “Bagus ya, ternyata meskipun masih muda tapi dah kepikiran hal-hal yang seperti itu (pelestarian lingkungan -red) dan ikut mencoba mengatasi krisis energi yang terjadi di masyarakat,” kata Mei. Masalah pelestarian lingkungan memang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, pengusaha, maupun organisasi yang peduli lingkungan, tetapi juga menuntut peran dari setiap orang untuk turut berpartisipasi. Sebuah tindakan nyata tentunya lebih bermakna daripada ribuan ucapan.

  
 
 

Artikel Terkait

Mencintai Sesama dan Lingkungan

Mencintai Sesama dan Lingkungan

12 April 2016 Puluhan relawan Tzu Chi dari Xie Li Kalteng 3 menebar cinta kasih melalui dua kegiatan, di antaranya kegiatan bakti sosial donor darah dan pelestarian lingkungan. Dalam kegiatan ini ada sebanyak 520 batang pohon yang ditanam di luas areal tanam mencapai 1,56 hektar.
Bukan Saudara Nun Jauh Di sana

Bukan Saudara Nun Jauh Di sana

09 Juli 2013 Harapan inilah yang mempertemukan Samsu dengan relawan Tzu Chi hingga menjadikan dirinya sebagai salah satu warga yang layak mendapatkan bantuan bedah rumah.
Sembuh Fisik, Sembuh Batin

Sembuh Fisik, Sembuh Batin

24 Juni 2010
Kelainan mata Angga bermula ketika ia terjatuh dari sepeda saat kelas 5 SD. “Setelah jatuh, dia (Angga-red) memang tidak langsung mengeluh tentang matanya. Tapi lama-kelamaan saya perhatikan muncul bintik putih pada mata kanannya. Bintik itu lama-lama semakin besar, dan baru-baru ini ia mengeluh kalau matanya seperti berpasir,” ucap Tajudin, ayah Angga.
Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -