Ruby begitu semangat mengikuti terapi dengan Kak Afifah dari ABDI.
Dibanding dua sesi terapi sebelumnya, hari itu Ruby (5) sangat kooperatif. Ia sudah tak lari-larian, sudah tak merebut mainan lagi. Ia duduk tenang mengikuti instruksi terapisnya, Kak Afifah dengan baik. Setelah mendapat bantuan alat bantu dengar dari Tzu Chi Indonesia, Ruby menjalani rangkaian sesi terapi AVT (Auditory Verbal Therapy) di ABDI Matraman, Jakarta Timur.
Pada terapi siang itu, Kamis 2 Mei 2024, Ruby belajar melatih fokus dalam mendengar dengan menggunakan mainan sebagai medianya. Ruby juga belajar menyusun puzzle dan mengisi worksheet. Sang ibu, Erika (35) juga dilibatkan perannya sehingga bisa mempraktikkan di rumah.
Selain ditemani ibunya, Ruby didampingi dua relawan Tzu Chi, yakni Johan Effendi dan Lian Jiu Yan serta Kristin, staf Bakti Amal Tzu Chi Indonesia. Kehadiran ketiganya membuat Ruby dan ibunya tambah semangat. Menyaksikan bagaimana pedulinya Tzu Chi Indonesia dengan anak-anak yang memiliki gangguan pendengaran membuat Kak Afifah ikut senang.
Bagi Kak Afifah, daya tangkap Ruby semakin baik. Yang masih ia latih terus adalah fokus Ruby.
“Yang saya senang dari Tzu Chi-nya ini mau dan aware, soalnya belum banyak orang yang aware soal penurunan pendengaran apalagi yang di bagian anak-anak. Sementara anak-anak ini sangat butuh akses untuk mendengar. Lalu setelah pakai alat bantu dengar, kita harus apa? Karena mereka belum punya bahasa, mereka cuma dengar suara tapi tidak tahu apa yang didengar, jadi dengan membelikan alat bantu dengar dan ikut terapi, itu membantu Ruby memahami apa yang dia dengar,” ujar Kak Afifah.
Bagi Erika, dukungan Tzu Chi kepada anaknya merupakan sesuatu yang sangat ia syukuri. Tzu Chi tak sekedar membantu biaya pembelian alat bantu dengar, para relawan juga memberikan support yang membuat Erika merasa memiliki keluarga baru. Apalagi ia adalah orang tua tunggal.
Ruby sendiri terlahir prematur 7 bulan. Erika saat itu bahkan dirawat selama empat bulan di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Erika baru menyadari sepenuhnya bahwa Ruby memiliki gangguan pendengaran saat berusia dua tahun. Sebelumnya Erika hanya mengira jika Ruby hanya mengalami keterlambatan bicara. Makanya meski sudah terapi wicara setahun lebih, belum juga ada perkembangan.
Kehadiran para relawan dalam sesi terapi membuat Ruby merasa di-support banyak orang.
Sang terapis pun menganjurkan Erika agar Ruby menjalani tes Bera. Benar saja, Ruby mengalami gangguan pendengaran yang terbilang berat, yakni 110 dan 120 desibel. Erika lalu memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan toko agar bisa fokus mencari solusi untuk Ruby.
Doa Erika pelan-pelan terjawab. Ada orang tua pasien yang memiliki anak dengan gangguan pendengaran menganjurkannya mengajukan bantuan kepada Tzu Chi. Ia pun bergegas mengajukan bantuan pada Tzu Chi, 27 November 2023. Dengan kesabaran dan doa, bantuan itu akhirnya disetujui.
“Saya banyak-banyak terima kasih buat Yayasan Buddha Tzu Chi sudah membantu anak saya Jovanca Ruby. Enggak menyangka banget kami sudah dibantu sampai segininya, membuat saya merasa bahwa Tuhan baik banget sama saya,” tutur Erika.
Di sela kesibukan bekerja, baik Johan dan Lian Jiu Yan masih menyempatkan diri menemani Ruby. Keduanya menjemput Ruby dan Erika terlebih dulu di kediaman mereka di Duri Selatan, Tambora, Jakarta Barat menuju ke Kantor ABDI di Matraman, Jakarta Timur.
Setelah menjalani beberapa kali terapi, Ruby sudah bisa mengungkapkan kemauannya seperti 'Ruby mau minum', 'Ruby mau makan', sebuah kemajuan yang sangat disyukuri Erika, sang ibu.
“Untuk Ruby ini kami cukup berjuang, berjuangnya meyakinkan tim survei (di komunitas He Qi Pusat) bahwa Ruby ini memang butuh untuk dibantu dan juga kondisi keuangan keluarganya memang kurang. Urgent juga karena kan kondisinya butuh secepatnya untuk bisa mendengar, Ibu dari Ruby ini juga sudah berusaha sana-sini untuk mendapatkan,” kata Johan.
Karena itu Johan sangat senang dengan kemajuan pada Ruby meski sedikit demi sedikit. Contohnya saja, sekarang ini Ruby lebih interaktif dengan lawan bicara dan pelan-pelan dapat mengungkapkan kemauannya.
“Sebelumnya kan tidak, tadi kami bisa main bola, nah itu beda banget dari yang pertama. Kalau dulu dipanggil kan tidak menengok, tidak ada respon, kami ajak main juga sekarang dia mau,” kata Johan.
Editor: Arimami Suryo A.