Aliran Cinta Kasih di Tengah Longsor Cianjur

Jurnalis : Irvan (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Irvan (Tzu Chi Bandung)
 
foto

* Relawan Tzu Chi harus menyeberangi jembatan gantung untuk menuju lokasi pengungsian korban tanah longsor di Sindangresmi, Cianjur

Bila kita mendengar nama Cianjur maka hal pertama yang pasti kita ingat adalah manisan atau beras wangi nan pulen. Tetapi beberapa hari belakangan ini bila kita menyebut nama kota yang terletak di Jawa Barat ini maka pasti akan teringat kepada bencana tanah longsor yang sedang menimpa kota itu. Bencana tersebut tepatnya terjadi di wilayah Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber.

Malam yang Mencekam
Malam itu, 13 November 2008 menjadi saat-saat yang mencekam bagi masyarakat Kabupaten Cianjur terutama di Desa Nyalindung dan Cibokor. Bencana besar yang terjadi pada malam itu telah melahap rumah-rumah penduduk yang ada di kedua desa. Korban pun berjatuhan di desa yang terletak di tepi bukit itu. Pada kejadian itu memang tidak hanya satu desa yang terkena longsor, namun hanya di Desa Nyalindung yang terdapat korban meninggal dunia dan yang belum ditemukan. Sedangkan masyarakat Desa Cibokor masih sempat menyelamatkan diri sebelum longsor melahap kampung mereka.

Hingga 16 November korban longsor diperkirakan lebih dari 1.000 orang, 10 orang meninggal dan 3 orang dinyatakan hilang. Jumlah titik pengungsian dipusatkan di dua tempat, yaitu di Kecamatan Cibeber dan Desa Girimukti Kecamatan Campaka. Hingga saat ini pun jumlah pengungsi terus bertambah. Dikarenakan kontur tanah yang gembur dan berbukit sedikit demi sedikit terus longsor, para warga yang tinggal di kaki bukit sekitar Desa Nyalindung pun mulai mengungsi karena mereka takut terkena bencana longsor.

“Jadi pas malam-malam ujan besar sekali, Pak,” cerita Midah salah satu korban longsor di Desa Nyalindung, “tanah sama air jatoh di masjid langsung ke rumah saya. Saya lompat ditolong sama tetangga.” Namun ayahnya, Oko, tidak sempat lari dari sergapan longsor tersebut dan sampai tanggal 16 Oktober belum berhasil ditemukan.

foto  foto

Ket : - Selimut dibagikan oleh relawan Tzu Chi untuk mengusir dingin yang dialalmi para pengungsi mengingat
           hujan masih terus turun. (kiri)
          - Henny mengajarkan isyarat tangan kepada anak-anak di pengungsian. Anak-anak tampak antusias
           mempelajari salah satu budaya khas Tzu Chi ini. (kanan)

Ucap Syukur di Sela-sela Bencana
Sabtu, 15 November 2008, 13 relawan Tzu Chi Bandung dan Cianjur yang langsung diketuai oleh Herman Widjaja langsung mengunjungi posko pengungsian yang terletak di Desa Cibokor. Bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi adalah 250 kg beras, 30 dus mi instan, 60 liter minyak goreng, 10 pak pembalut wanita, sayuran, dan susu untuk anak kecil.

Relawan Tzu Chi juga menyerahkan secara langsung bantuan seperti minyak, sayuran, mi instan dan beras ke dapur umum, sedangkan untuk pembagian susu relawan Tzu Chi langsung membagikannya kepada anak-anak yang berada di pengungsian.

Anak-anak pun tampak senang, beberapa dari mereka tertawa riang setelah diberi susu oleh relawan. Anak-anak pun tampak senang setelah diajarkan isyarat tangan Satu Keluarga oleh relawan Tzu Chi. Kesedihan yang berlarut akibat bencana yang menimpa kampung mereka seakan hilang dalam sesaat itu.

foto  

Ket : - Harun Lam terharu atas derita yang menimpa korban longsor. Ia tak kuasa menahan air matanya ketika
           memberikan bantuan.

Minggu, 16 November 2008, relawan Tzu Chi kembali datang memberikan bantuan kepada korban longsor. Kali ini mereka datang di posko bencana di Desa Girimukti, Kecamatan Campaka. Tidak hanya relawan Tzu Chi Bandung dan Cianjur yang datang, relawan Tzu Chi Jakarta yang berjumlah 14 orang pun turut membantu meringankan beban para korban longsor. Bantuan yang diberikan kepada pengungsi di Kecamatan Campaka adalah berupa selimut, baju layak pakai, alat mandi, dan santunan sebesar Rp 500.000,- per keluarga bagi 9 keluarga korban yang meninggal dan belum ditemukan.

Pembagian santunan serta bantuan dilaksanakan di gedung olahraga Kantor Desa Girimukti. Pembagian bantuan dihiasi oleh senyum syukur para penerima bantuan. Tak hanya senyum, tetesan air mata sarat makna pun menghiasi pembagian bantuan hari itu. Harun Lam, salah satu relawan Tzu Chi, turut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh keluarga korban. Rasa haru yang begitu dalam saat memberikan bantuan membuatnya meneteskan air matanya hari itu.

Selain memberikan bantuan di gedung olahraga, relawan Tzu Chi juga secara langsung mengunjungi para pengungsi yang mendirikan tenda di sepanjang rel kereta api Sindangresmi yang lokasinya tak jauh dari Kantor Desa Girimukti. Para pengungsi ini membangun tenda-tenda seadanya di pinggir rel karena sudah padatnya tenda pengungsi yang disediakan di kantor desa. Di daerah ini bantuan yang diberikan relawan pun sama seperti yang dibagikan di kantor desa, yaitu selimut, pakaian, dan alat mandi.

foto  foto

Ket : - Walaupun hujan terus turun, relawan Tzu Chi tetap bekerja keras menyalurkan bantuan ke beberapa titik
           pengungsi. (kiri)
         - Banyak pengungsi yang mendirikan tenda di tepi rel kereta pai di Sindangresmi, bahkan sampai meluber.
           (kanan)

“Ya alhamdulillah saya terima bantuan yang dikasih sama Bapak-bapak kepada saya dan keluarga saya. Terimakasih Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Bandung, Jakarta, Cianjur yang sudah memberi bantuan kepada keluarga saya dan pengungsi yang lain,” ujar Midah, salah satu penerima bantuan.

 

Artikel Terkait

Menjaga Interaksi yang Baik Dengan Orang Lain

Menjaga Interaksi yang Baik Dengan Orang Lain

27 September 2023

Relawan Tzu Chi Pekanbaru menjadi salah satu narasumber dalam mengisi materi Latihan Dasar Kepemimpinan di SMA Dharma Loka, Pekanbaru.

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tiga Puluh Tahun Hidup dengan Penyakit Hernia

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tiga Puluh Tahun Hidup dengan Penyakit Hernia

06 Desember 2023

Baksos kesehatan Tzu Chi ke-142 di Lampung membawa kebahagiaan untuk Ismanto (42) yang mengalami hernia sejak sekolah dasar. Rasa sakit terus menghantui Ismanto saat bekerja. Setelah dioperasi, Ismanto kini terbebas dari sakit yang menyertainya selama 30 tahun lebih.

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -