Asa yang Tersisa untuk Rakim
Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto * Dr Ariyanto langsung menangani pasien yang tiba-tiba jatuh lemas saat antri menunggu giliran diobati di halaman tempat baksos diadakan. | Sebuah tandu yang di atasnya terbaring seorang laki-laki menyeruak masuk ke dalam ruang bakti sosial kesehatan umum. Siang itu, tanggal 24 Februari 2008, sedang berlangsung bakti sosial kesehatan umum dan gigi yang dilaksanakan oleh Tzu Chi perwakilan Sinar Mas di perkebunan Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebanyak 1408 pasien berhasil ditangani pada bakti sosial tersebut. |
Sebelumnya bakti sosial serupa juga diadakan di perkebunan kelapa sawit Tapian Nadenggan, Langga Payung, Labuhan Batu yang melayani 295 pasien. Bakti sosial tersebut melibatkan 23 dokter umum dan gigi, 6 perawat, 5 apoteker, dan beberapa relawan Tzu Chi perwakilan Sinarmas di kedua perkebunan tersebut dan relawan dari Jakarta. Laki-laki yang terbaring di atas tandu tersebut jika dilihat sekilas wajahnya masih seperti anak-anak, namun siapa sangka, laki-laki bernama Rakim itu telah berusia 27 tahun. Tandu pun diletakkan di lantai oleh 4 relawan Tzu Chi yang membawanya ketika telah sampai di ruang pemeriksaan. Lalu Rakim pun diangkat dan didudukkan di sebuah kursi. Dr Sabar yang sejak awal memperhatikan, segera bertindak. Dr Sabar menanyakan nama kepada Rakim, namun bukan jawaban yang ia dengar melainkan suara yang tak begitu jelas. Melihat ini, dr Sabar segera bertanya kepada relawan yang membawanya, “Mana yang mendampinginya?” “Tadi pas di depan, ibunya ikut, tapi sekarang tidak tahu sedang di mana,” jawab seorang relawan. Ket : - Ruang pemeriksaan pengobatan umum dipenuhi oleh para pasien. Dokter umum yang berjumlah 15 orang ”Coba dicari biar bisa langsung ditangani,” pinta dr Sabar kepada seorang relawan. ”Pake bedak yah, biar ganteng,” goda dr Sabar yang melihat wajah Rakim yang putih. Ia bahkan mengajak Rakim bercanda dan bersenda gurau. Tak lama, Suparti (51), ibunda Rakim pun datang menghampiri dr Sabar yang sedang berbincang-bincang dengan Rakim. ”Bu, sejak kapan anak ibu seperti ini?” tanya dr Sabar. ”Sejak usia 3 bulan, Dok, Rakim sudah seperti ini. Sejak kecil suka kejang-kejang, sering demam dan panasnya tinggi sekali,” jawab Suparti. Dr Sabar lalu memeriksa Rakim dengan teliti, ia bahkan mencoba meluruskan tangan Rakim yang membengkok dengan perlahan. Selang beberapa lama, dr Sabar berkata kepada Suparti, ”Paru-parunya bagus, dan tangannya masih bisa dilatih. Jangan putus asa ya, masih bisa (diobati), Bu,” tuturnya menyemangati Suparti. Ket : - dr Sabar menyemangati Rakim (27) yang mengidap keterbelakangan mental sejak usia 3 bulan. (kiri) Samin dan Suparti memiliki 6 orang anak dimana Rakim adalah anak tertua mereka. Sejak berusia 2 tahun, Rakim sudah harus menggunakan kursi roda kayu yang dibuatkan kakeknya. Baru di usia 11 tahun, ia mulai bisa berjalan meski hanya bisa di tanah yang rata. Jika membonceng sepeda motor pun, ia harus ditemani. Karena jika tidak, ia pasti akan jatuh terjerembab. Kondisi ini telah dirasakan oleh Rakim sejak 27 tahun yang lalu. Saat itu, ia panas tinggi dan kejang-kejang hingga akhinya kini ia tak bisa beraktivitas seperti anak muda kebanyakan. Saat ini perkembangan Rakim sudah lebih maju karena bila ingin makan dan minum ia bisa meminta dan memanggil sendiri. Bahkan jika namanya dipanggil saat ia sedang bemain di rumah kakeknya, ia dapat pulang ke rumahnya sendiri. Ia memang tidak bisa bicara selain kata “makan” dan “minum”, namun ia tetap bisa mendengar semua yang dibicarakan oleh orang di sekelilingnya. Untuk menjaga kondisi Rakim, dr Sabar memberikannya vitamin dan menganjurkan Suparti membawa Rakim ke Puskesmas terdekat untuk menjalani fisioterapi. ”Bu, nanti Rakim dibawa ke Puskesmas yah, dr Firmansyah akan membantu,” tutur dr Sabar seraya memperkenalkan dr Firmansyah yang akan membantu Suparti. Ket : - Pimpinan perkebunan Padang Halaban, Sumatera Utara juga memberikan tabungan celengan bambu Seusai diperiksa dr Sabar, Rakim dan ibunya dibantu 2 relawan Tzu Chi, akhirnya meninggalkan ruang pemeriksaan. Saat Suparti mengambil obat, salah seorang relawan menjaga Rakim. Jika tak dijaga, Rakim pasti akan jatuh dari kursi yang didudukinya. Selang 15 menit berlalu, Suparti datang membawa obat. Dibantu beberapa relawan Tzu Chi, Rakim dibopong menuju pintu keluar. Di pintu keluar, Rakim bersama ibu dan relawan Tzu Chi duduk di sebuah kursi sambil menunggu kedatangan anak Suparti yang lain yang akan datang menjemput. Tak lama, sebuah sepeda motor datang, dibantu oleh 2 petugas security, Rakim dinaikkan ke bangku sepeda motor. Setelah itu, Suparti pun naik dibelakangnya sambil tetap memegang Rakim yang duduknya bergoyang ke kanan dan ke kiri. Sepeda motor pun perlahan bergerak dan menjauhi lokasi bakti sosial. Rakim memang telah pulang ke rumahnya di kampung Lalang, namun jalinan benih-benih cinta kasih kini mulai terjalin antara Rakim dan Tzu Chi. | |
Artikel Terkait
Berfikir Positif Itu Harus
02 Desember 2024Kegiatan bernama kunjungan kasih dapat membuka pandangan seseorang dalam menatap kehidupan. Seperti kunjungan kasih yang rutin diikuti para relawan di Komunitas He Qi Pusat diharapkan dapat membuka pandangan 76 relawan dalam menatap kehidupan.
Satu Visi dalam Menebarkan Cinta Kasih
01 April 2015 Bersumbangsih tak hanya dapat dilakukan oleh orang kaya saja, jua tak harus berbentuk materi. Memberikan tenaga dan pikiran juga merupakan bentuk sumbangsih yang baik asalkan dilakukan dengan niat yang tulus dan penuh cinta kasih.Kemajuan Signifikan pada Trisya Usai Implant Koklea
03 Mei 2024Kabar gembira datang dari Diandra Batrisya (6) yang menerima bantuan implant koklea dari Tzu Chi Indonesia. Delapan bulan berlalu sejak implan koklea terpasang di kedua telinganya, banyak kemajuan pada Trisya.