Bacang Cinta Kasih untuk Gan En Hu

Jurnalis : Lina K Lukman (He Qi Pusat), Fotografer : Lina K Lukman (He Qi Pusat)
 
 

foto
Tutik Sulistiyowati dan Rizki yang datang menghadiri kegiatan gan en hu merasa sangat senang karena pemberian bantuan disertai dengan acara yang menghibur.

“Ibu-ibu dan bapak-bapak, masih ingat dengan lagu ini kan? Yuk, kita semua sama-sama menyanyikan lagu ini,” tanya Erna Shijie kepada 85 orang penerima bantuan untuk menyanyikan lagu “Senyuman yang terindah” sebelum memulai acara kegiatan Gan en hu yang diadakan tanggal 16 Juni 2013 oleh relawan Yayasan Buddha Tzu Chi  wilayah He Qi Pusat di gedung ITC Mangga Dua lantai 6, Jakarta Pusat.

 

 

Kegiatan kali ini berdekatan dengan hari bacang (penganan yang dibuat dari beras atau ketan yang diisi daging)  yang dirayakan oleh warga Tionghoa pada tanggal 12 Juni 2013. Perayaan hari bacang merupakan salah satu dari 3 tradisi dalam masyarakat Tionghoa, yang pertama adalah hari raya imlek (perayaan musim semi / pergantian tahun), kedua adalah hari raya bacang dan terakhir adalah perayaan kue bulan yang diadakan setiap bulan 8 pada penanggalan lunar.

Walaupun semua peserta penerima bantuan tahu dan pernah makan bacang, namun mereka tidak tahu mengapa dalam masyarakat Tionghoa ada tradisi hari bacang. Untuk itu Qiu Lan Shijie menjelaskan kepada peserta tentang asal mula tradisi hari raya bacang yang berasal dari zaman Tiongkok kuno, dimana pada zaman itu ada seorang menteri bernama Qu Yuan. Ia sangat setia kepada raja dan negaranya dan ia juga telah menyatukan 6 negara, namun karena suatu sebab ia diasingkan ke suatu tempat selama 9 tahun dan meninggal dalam pengasingannya.

Karena dalam masa pengasingannya itu ia mendengar bahwa negaranya hancur dan rajanya pun sudah meninggal, hal ini membuat ia menjadi putus asa dan melompat ke dalam sungai. Warga sekitar yang mendengar berita itu segera turun ke sungai ingin menolongnya tapi jasadnya tidak ditemukan, kemudian agar makhluk air tidak memakan tubuh Qu Yuan maka mereka membuang nasi kedalam sungai sehingga makhluk air memakan nasi tersebut. Tapi suatu hari di antara mereka ada seseorang yang dalam mimpinya bertemu dengan Qu Yuan yang berpesan untuk selanjutnya setiap tahun tanggal 5 bulan 5 nasi tersebut dibungkus dalam daun bambu baru dilempar ke sungai. Maka sejak saat itu  perayaan hari bacang diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan lunar.

Makna 4 sudut lipatan bacang.
Keluarga sehat sejahtera, semua rejeki berlimpah, keluarga bahagia dan keluarga selalu bersatu adalah 4 arti yang terdapat dalam lipatan bacang. Tapi di Tzu Chi kita diajarkan untuk mengubah cinta kasih yang kecil menjadi cinta kasih yang besar maka makna dari 4 sudut bacangnya pun berubah, “Sudut ke-1 harus Zhi zu (berpuas diri) dengan apa yang kita miliki dan tidak boleh serakah. Sudut ke-2 kita harus selalu Gan en (bersyukur) dengan berkah yang ada pada kita dan tidak boleh iri dengan apa yang orang lain punya karena rejeki setiap orang berbeda, yang penting kita mencari nafkah dengan cara yang halal. Sudut ke-3 Shan jie (bepengertian), tapi konteks pengertian kali ini ialah bukan kamu harus mengerti saya tapi kita harus berpengertian kepada orang lain dan jangan menilai orang dari sisi buruknya, kita harus menilai orang dari sisi baiknya, dan Sudut ke-4 Bao rong (merangkul), di Tzu Chi kita selalu diajarkan untuk merangkul sesama termasuk semua makhluk hidup, kita harus mengembangkan cinta kasih kita membuka pelita hati kita menjalin jodoh baik dengan semua orang,” jelas  Qiu Lan Shijie yang menjelaskan kepada peserta tentang makna arti dari 4 sudut lipatan bacang.

foto  foto

Keterangan :

  • Lim Nyuk Yin (kanan) yang ditemani oleh David, putranya (kiri).
  • PAda tanggal 16 Juni 2013, relawan He Qi Pusat mengadakan acara Gathering penerima bantuan Tzu Chi di Gedung ITC Mangga 2 Lantai 6 (kanan).

“Kita makan bacang tidak harus yang berisikan daging cincang. Kenapa? kita harus menghargai makhluk lain dan kita juga harus mempunyai hati yang welas asih dan bacang juga bisa berisikan sayuran,” tambah Qiu Lan Shijie sebelum mengakhiri sharing-nya.

Acara selanjutnya Ayen Rita Shijie menyampaikan bahwa karena banyak penerima bantuan Tzu Chi yang rumahnya jauh dari kantor He Qi Pusat, maka pada kegiatan kali ini peserta dibagi menurut wilayah tempat tinggalnya, yaitu: He Qi Timur dan He Qi Pusat. Pembagian wilayah ini dilakukan agar pada kegiatan Gan en hu selanjutnya, penerima bantuan bisa menjadi lebih mudah dalam menerima bantuan bulanan yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi.

Setelah itu peserta dipersilahkan untuk menyaksikan video ceramah Master Cheng Yen (Lentera Kehidupan). Dilanjutkan dengan relawan memperagakan isyarat tangan  lagu “La Che Xiang Qian Xing” yang menceritakan untuk menarik pedati memang sangatlah berat dan tidak mudah tapi dengan tekad dan usaha, kita bisa menarik pedati sampai ke tujuannya, yang artinya walaupun ada kesulitan dalam kehidupan namun kita tidak boleh putus asa.

Tetap bersyukur
“Perbuatan baik yang dilakukan oleh banyak orang lebih besar daripada yang dilakukan oleh satu orang saja. Tak peduli sebesar apa sebuah lilin, cahayanya tetap terbatas. Namun bila sebuah lilin kecil dapat menyulut ratusan ribu lilin lainnya, cahaya mereka dapat bersinar kemana saja.” (Sanubari Teduh ~ Jilid 2)

Lim Nyuk Yin (59) salah seorang penerima bantuan Tzu Chi sudah 6 tahun menjalani cuci darah karena gagal ginjal. Lim Nyuk Yin dalam kesehariannya hanyalah berjualan kue kering dengan penghasilan yang pas-pasan dan itu pun hanya kadang-kadang saja karena kesehatannya tidak memungkinkan dirinya untuk berjualan setiap hari. Bagi Lim Nyuk Yin biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali cuci darah cukup besar, karena itu ia mengajukan permohonan bantuan pengobatan pada Yayasan Buddha Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Qiu lan Shijie yang menjadi pembawa acara memberikan sharing mengenai asal muasal cerita perayaan bacang muncul kepada para peserta yang hadir (kiri).
  • Di akhir acara setiap peserta mendapat souvenir dari relawan sebagai kenang-kenangan cinta kasih (kanan).

“Mama sudah 5 tahun dibantu biaya cuci darah oleh Yayasan Buddha Tzu Chi dan sekarang ini mama jalanin cuci darahnya seminggu 2 kali tiap hari senin dan kamis. Walaupun saya baru beberapa kali mengantar mama kemari buat ambil biaya pengobatan, saya lihat relawan sangat baik dan ramah waktu melayani kami. Relawan Tzu Chi juga sangat sigap mengatasi masalah bencana banjir bulan Januari lalu itu dan kasih bantuannya tidak milih-milih, kalau memang membutuhkan dan tidak mampu pasti dibantu.” kata Lim David (24), putra Lim Nyuk Yin.

Di kegiatan ini juga terdapat beberapa orang anak kecil dan salah satu dari anak tersebut adalah Rizki Ramadhan (3). Sejak lahir Rizki di diagnosis dokter menderita Atresia Esofagus (kerongkongan menyempit atau buntu tidak tersambung dengan lambung)dan di tenggorokannya (leher) terdapat Nasal Kanul selang oksigen yang membantunya untuk bernafas namun ia terlihat sehat dan riang seperti anak-anak lainnya.

Pada umumnya ketika kita makan, makanan yang ditelan akan melewati esofagus (kerongkongan) menuju ke lambung, namun tidak demikian pada penderita Atresia Esofagus. Bayi yang menderita Atresia Esofagus tidak dapat menelan makanan secara normal yang disebabkan oleh tidak sempurnanya saluran yang membawa makanan dari mulut sampai ke lambung. Ini terjadi karena adanya kelainan pada sistem gastrointestinal (saluran pencernaan) dimana esofagus (kerongkongan) dan trakea (batang tenggorok) tidak memisah dengan normal selama perkembangan embrio (janin) saat berada dalam kandungan.

“Waktu 7 hari setelah lahir itu Rizki di operasi bikin saluran buat makan di lambungnya, umur 3 bulan di operasi lagi buat saluran napas, terus bulan Februari kemarin baru di operasi penyambungan saluran makan. Walaupun Rizki seperti ini tapi saya bersyukur punya anak seperti Rizki.” kata ibu Tutik Sulistiyowati (35) yang sejak setahun lalu menerima bantuan pengobatan Yayasan Buddha Tzu Chi.

Sehari-harinya ibu Tutik bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan penghasilan yang sangat minim dan ia harus menghidupi 3 orang anaknya, namun ibu Tutik sangat bersyukur telah mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi. “Relawan Buddha Tzu Chi sangat ramah dan baik pada kami, sudah bantu pengobatan Rizki. Kalau Rizki sudah agak besar dan bisa di tinggal, saya juga mau jadi relawan dan ikut bantu yang lain” ucap ibu Tutik dengan suara terharu.

Di akhir acara setelah menerima bantuan bulanan kemudian peserta juga mendapat bingkisan berupa mie instan dan bacang vegetaris yang sudah dipersiapkan oleh relawan dengan suka cita dan penuh cinta kasih.

  
 

Artikel Terkait

Pelajaran tentang Sopan Santun

Pelajaran tentang Sopan Santun

12 September 2019

Kedua kalinya, Tzu Chi Medan mengadakan kelas Bimbingan Budi Pekerti di Sekolah Putra Bangsa Berbudi, Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Topik kali tentang seseorang yang penuh dengan sopan santun.

Sui Mo Zhu Fu: Angpau Berkah dan Kebijaksanaan

Sui Mo Zhu Fu: Angpau Berkah dan Kebijaksanaan

14 Februari 2013 Minggu, 3 Februari 2013, Tzu Chi Banda Aceh menyelenggarakan acara Pemberkahan Akhir Tahun 2012  di Gedung Serbaguna PMI dengan tema “Giat Mempraktikkan Ajaran Jing Si dan Menjalankan Mazhab Tzu Chi di Tengah Masyarakat”. Acara ini dihadiri hampir 300 tamu undangan beserta relawan Tzu Chi.
Pekan Amal Tzu Chi 2019: Semarak Pekan Amal Tzu Chi

Pekan Amal Tzu Chi 2019: Semarak Pekan Amal Tzu Chi

21 Oktober 2019

Di sudut area kantin yang menjajakan makanan vegetarian, terlihat Tina Lee dan sejumlah relawan sedang sibuk berjualan, menggoreng, menyiapkan minuman, dan lain-lain. Mereka adalah relawan dari Da Ai Mama Tzu Chi School, yang sudah berpartisipasi dalam pekan amal sejak 2015.


Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -