Bagaimana Menggenggam Berkah?

Jurnalis : Ciu Yen (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto
Berlokasi di Jing Si Books & Café Pluit rutinitas kegiatan bedah bukum kembali kami adakan pada hari Kamis 26 Juli 2012.

Memasuki bulan tujuh yang penuh berkah diminggu ke-3, pada hari Kamis 26 Juli 2012 pukul 19:00 – 21:00 WIB, seperti biasa berlokasi di Jing Si Books & Café Pluit rutinitas kegiatan bedah buku pun kembali kami adakan. Bedah buku kali ini kami berkesempatan mendengar sharingdari Leo Samuel Salim Shixiong, seorang relawan yang berasal dari Medan. Tema kali ini adalah tentang “Bagaimana Menggenggam Berkah?” Leo Shixiong,demikian sapaan akrab beliau berujar “Apakah yang terlintas dipikiran Shixiong-Shijie ketika mendengar kata “berkah” seraya memancing argumen dari 21 peserta yang hadir malam itu memulaisharingnya. Tentu saja setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda.

“Saya kenal Tzu Chi pada pertengahan tahun 2004, tapi hanya dengar saja. Belum pernah mau mendekatkan diri. Saat terjadi Tsunami Aceh barulah saya tersadar apa itu Tzu Chi. Saya menyadari Tzu Chi memang bukan berniat untuk menyebarkan agama dan murni menyebarkan cinta kasih dan apa yang dilakukan Tzu Chi adalah nyata dan langsung. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 2005, saya menuju ke kantor penghubung Tzu Chi Medan dan bertemu dengan relawan di sana lalu bertanya apakah saya boleh membantu? mereka terlihat sibuk sekali dan mengatakan boleh saya diminta untuk melipat dan mensortir baju-baju untuk dikirim ke Aceh. Setelah itu saya selalu menyempatkan diri hadir ke kantor Penghubung Tzu Chi Medan karena setiap akhir pekan selalu diadakan acara keakraban yang diselenggarakan kepada para pengungsi yang tinggal di Medan,” Ungkap Leo Shixiong. Memiliki kesempatan mengenal Tzu Chi adalah berkah tersendiri bagi Leo Shixiong karena menurut Leo Shixiong di Tzu Chi merupakan tempat untuk belajar bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya.

Kenapa harus menyadari berkah, menghargai berkah, dan menggenggam berkah?
Sewaktu menyadari berkah berarti kita menyadari apa yang telah kita miliki, setelah menyadari maka hargailah dengan tidak membanding-bandingkan dan tahu puas diri. Harus menghargai apa yang telah kita miliki bukan apa yang belum kita miliki, jika terus melihat apa yang belum kita miliki hanya akan menimbulkan gejolak batin yang berakibat tidak baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Master mengatakan, “Semua orang selalu memohon untuk memiliki, sedangkan yang disebut sebagai memiliki itu adalah kerisauan.” Hargailah berkah yang kita miliki dengan tidak melepaskan berkah yang sudah ada ditangan. Berkah harus terus diciptakan, bagaimana menciptakan berkah? Yaitu dengan menjalin jodoh baik. kita harus mengikat jodoh baik dengan banyak orang tentu saja hal yang paling mudah yang bisa kita lakukan yaitu dengan “tersenyum”hanya dengan memberikan sebuah senyuman tulus saja berarti kita telah mengikat jodoh baik dengan orang lain.

Master Cheng Yen mengatakan apa yang kita alami hari ini adalah akibat karma masa lampau kita, apa yang kita tanam itulah buah yang akan kita dapat. Jika kita  hendak mendapatkan lebih banyak berkah dikehidupan yang akan datang maka  mulai sekarang berbuat baiklah. Orang yang senantiasa terus menikmati berkah dan tidak menghimpun berkah maka penderitaan berada di depan. Seperti halnya menabung uang di bank, kalau terus menerus menarik uang dan tidak menyetornya maka  tabungan akan berkurang dan kalau terus ditarik maka uangnya akan habis. Sebuah bibit yang baik selayaknya di dalam kehidupan ini, haruslah giat menghimpun. Pada saat kita mendapat berkah kita harus lebih banyak menciptakan berkah. Melihat hal seperti ini, apakah kita masih harus terus menikmati terus saja berkah?  Karena itu penting untuk kita sadari berkah, menghargai berkah, dan menciptakan berkah.

foto   foto

Keterangan :

  • Bedah Buku kali ini kami berkesempatan mendengar sharing dari Leo Samuel Salim Shixiong dari Medan dengan membawakan tema “Bagaimana Menggenggam Berkah?" (kiri).
  • Di saat kita bisa membuat orang tua tidak khawatir itu artinya kita sudah berbakti, mari gunakan tubuh ini untuk terus bersumbangsih dalam masyarakat sehingga kehidupan ini bisa kita lalui dengan penuh makna (kanan).

Sebenarnya perjalanan hidup ini sederhana saja, Master mengatakan “Asalkan hal itu benar maka lakukan saja.” Di Tzu Chi melalui misi amal sosial kita bisa melihat penderitaan, disaat melihat penderitaan kita menyadari bahwa hidup ini tidak kekal dan didalam ketidakkekallan ada penderitaan. Master berharap dengan melihat penderitaan kita menyadari diri kita penuh dengan berkah.  Setelah menyadari diri kita penuh dengan berkah tentu saja harus menghargai berkah yang ada dengan terus menciptakan lagi berkah yang baru yaitu dengan sumbangsih, sesungguhnya orang dapat bersumbangsih adalah orang yang paling berbahagia tetapi bersumbangsih itu harus tanpa pamrih dengan demikian barulah jiwa kebijaksanaan bertumbuh.

Pada saat Yayasan Buddha Tzu Chi berdiri, harapannya adalah dapat membimbing orang yang mampu untuk menolong orang yang tidak mampu. Kita jangan menjadi kaum kaya yang miskin batiniah. kaum kaya yang miskin batininiah selalu terikat dengan apa yang dimilikinya hendaknya kita dapat menjadi kaum kaya yang kaya batiniah memiliki kekayaan adalah berkah namun batin kita harus lebih kaya lagi. Saat kita berkegiatan di Tzu Chi seperti survei kasus, kunjungan kasih berarti kita sudah melatih kerelaan hati, melatih untuk mengecilkan ego itulah orang yang kaya batiniah. didalam penderitaan kita melihat kaum miskin yang miskin batiniah “Seringkali waktu kita menjalankan misi peduli kasus kita melihat beberapa penerima bantuan kita bisa timbul keserakahan, melihat hal seperti itu kadang-kadang emosi kita diuji kok harus seperti itu?” ujar Leo Shixiong. Pemikiran tamak senantiasa ada dipemikiran dia, pemikiran seperti ini sangat berbahaya. Bagaimana kita menolong orang lain itu sangat penting, bukan hanya sekedar memberikan barang atau uang saja tapi yang paling penting adalah kita harus menolong secara batiniah mereka. Berikan pendampingan dan pemahaman yang benar bahwasannya pada saat sudah mampu kita harus bersumbangsih, kembalikan lagi cinta kasih untuk orang lain yang lebih membutuhkan, agar mereka menjadi kaum miskin yang kaya batiniah. telapak tangan yang menghadap ke atas menandakan penderitaan, hendaknya telapak tangan kita menghadap ke bawah itu adalah sebuah berkah.

Dua hal yang tidak boleh ditunda adalah berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan. Sepenggal lagu Gan En, Zun Zhong, Ai Menyayangi diri sendiri adalah bentuk membalas budi, bersumbangsih adalah bentuk bersyukur. Tubuh ini adalah pemberian orang tua, memiliki tubuh yang sempurna adalah berkah. Janganlah mengisi tubuh kita dengan hal-hal yang tidak baik seperti rokok, minum minuman keras, ataupun menggunakan obat-obatan. Disaat kita bisa membuat orang tua tidak khawatir itu artinya kita sudah berbakti, mari gunakan tubuh ini untuk terus bersumbangsih dalam masyarakat sehingga kehidupan ini bisa kita lalui dengan penuh makna.

 

 
 

Artikel Terkait

Komitmen Terhadap Kelestarian Lingkungan dan Aksi Nyata Mengatasi Perubahan Iklim

Komitmen Terhadap Kelestarian Lingkungan dan Aksi Nyata Mengatasi Perubahan Iklim

16 Mei 2023

Dalam puncak acara penanaman mangrove di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo, relawan Tzu Chi juga turut berpartisipasi.   

SMAT: Celengan Bambu untuk Para Duta Pariwisata

SMAT: Celengan Bambu untuk Para Duta Pariwisata

20 Maret 2014 BNNP juga menggandeng Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam kegiatan ini untuk melakukan Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi (SMAT). Ali Johardi mengaku bahwa antara BNN dan Tzu Chi memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menjadi relawan sosial untuk Indonesia.
Menemukan Makna Hidup (Bag. 2)

Menemukan Makna Hidup (Bag. 2)

24 Januari 2011
Tekad saya semakin kuat tatkala pada tahun 2009 saat pelatihan fungsionaris, Wen Yu Shijie mengundang salah seorang relawan dari Taiwan yang  ketika itu memberikan sharing yang sangat menyentuh hati.
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -