Baksos Kedua di “Bumi Lancang Kuning”

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoJohn Andrew (Hong Thay), relawan Tzu Chi Pekanbaru yang menjadi koordinator kegiatan Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-65 tengah memberikan sambutan pada pembukaan baksos yang diadakan tanggal 20-21 Maret 2010. Hong Thay merasa bersyukur karena Tzu Chi Pekanbaru dapat melaksanakan baksos kesehatan untuk yang kedua kalinya.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 07.30 pagi, tetapi kesibukan “luar biasa” sudah terlihat di Rumah Sakit Lancang Kuning Pekanbaru, Riau. Ya, hari itu, Sabtu, 20 Maret 2010 memang ada hajat besar di rumah sakit ini. Bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, RS Lancang Kuning menyelenggarakan kegiatan bakti sosial kesehatan bagi masyarakat kurang mampu di wilayah Pekanbaru dan sekitarnya. Baksos Kesehatan yang digelar selama dua hari ini dilaksanakan dari tanggal 20-21 Maret 2010.

Baksos Kesehatan Kedua di Pekanbaru
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-65 ini merupakan baksos kedua kalinya – baksos pertama dilaksanakan pada bulan April 2007 lalu –dilaksanakan di “Bumi Lancang Kuning” dan dilaksanakan di tempat yang juga sama, RS Lancang Kuning. “Kami merasa senang dan bangga menjadi pilihan (Tzu Chi) untuk kembali dapat bekerja sama melaksanakan baksos kesehatan ini,” kata dr. Himawan Prasetyo, Direktur RS Lancang Kuning.

Menurut Himawan, alasan mengapa ia mau kembali menjalin kerja sama dengan Tzu Chi adalah karena merasa memiliki visi dan misi yang sama. “Kami juga memiliki kepedulian untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu,” ungkapnya. Dr. Himawan juga berharap agar kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut dan menjadi momen rutin di Pekanbaru.

Baksos kesehatan ini dibuka oleh Drs. Zaelani Arifsah, Staf Ahli Gubernur Riau. “Kegiatan ini merupakan bukti nyata kepedulian berbagai pihak kepada masyarakat kurang mampu,” katanya. Zaelani pun menyatakan apresiasinya kepada relawan Tzu Chi Pekanbaru dan Jakarta yang telah menyiapkan berbagai kebutuhan untuk mendukung terlaksananya baksos kesehatan ini. “Melihat alat-alat yang dipakai, rasanya tidak perlu khawatir, karena canggih dan lengkap. Apalagi para dokternya juga sudah berpengalaman melaksanakan kegiatan seperti ini,” puji Zaelani.

John Andrew atau yang akrab disapa Hong Thay, relawan Tzu Chi Pekanbaru yang menjadi koordinator baksos kesehatan ini merasa bersyukur atas dukungan penuh dari relawan Tzu Chi Pekanbaru maupun Jakarta. Dalam kesempatan itu Hong Thay juga menjelaskan kepada masyarakat tentang sejarah Yayasan Buddha Tzu Chi, pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen, dan juga 4 misi utamanya: Amal, Kesehatan, Pendidikan, dan Budaya Kemanusiaan. “Cinta kasih sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, cinta kasih yang universal akan membuat dunia menjadi lebih baik dan harmonis. Dengan demikian, sesuai dengan harapan Master Cheng Yen, jika dunia dipenuhi dengan berkah kebajikan, diharapkan dunia akan terhindar dari bencana,” kata Hong Thay.

Jalan Lain Pertolongan Tuhan
“Kalau nggak ada baksos seperti ini, saya nggak tahu harus bagaimana untuk mengobati anak saya,” tutur Dicky Marunduri dengan mata berkaca-kaca. Matanya terus lekat memandangi putra bungsunya, Yudi Andre Marunduri (2) yang baru saja selesai dioperasi hernia. Istri Dicky, Herlina dengan penuh kesabaran terus berusaha menenangkan sang buah hati mereka yang terus meronta karena sepertinya pengaruh obat (bius) sudah mulai melemah. Lebih kurang 10 menit “berjuang”, Yudi pun terdiam dan tertidur dalam dekapan hangat Herlina. 

foto  foto

Ket : - Lutiana, Ketua Tzu Chi Pekanbaru bersama relawan lainnya memperagakan bahasa isyarat tangan             "Satu Keluarga". (kiri)
       - “Kami merasa senang dan bangga menjadi pilihan (Tzu Chi) untuk kembali dapat bekerja sama             melaksanakan baksos kesehatan ini,” kata dr. Himawan Prasetyo, Direktur RS Lancang Kuning.             (kanan)

Dicky sendiri bukanlah warga asli Pekanbaru. Baru setahun lalu ia nekad merantau ke Pekanbaru karena merasa tidak nyaman hidup dengan bantuan orangtua dan mertuanya di Lampung. Dicky yang berdarah asli Nias ini bekerja sebagai sopir di sebuah bengkel di Kota Pekanbaru. “Waktu itu baru saya aja yang berangkat, ternyata 4 bulan kemudian istri dan anak-anak saya menyusul kemari,” ujarnya.

Sebulan Dicky memperoleh penghasilan sebesar Rp 850.000 dan uang makan Rp 20.000 per hari. Penghasilan yang ia mesti pintar-pintar atur agar dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Untuk membayar sewa rumah, setiap bulan ia harus menyisihkan Rp 500.000. “Memang agak mahal, tapi dekat dari tempat kerja, jadi saya nggak keluar ongkos lagi. Kalau cari yang lebih murah dan saya harus mengeluarkan ongkos untuk bekerja jatuhnya akan lebih besar pengeluaran saya,” ungkap Dicky. Alhasil, tak ada uang yang bisa ditabung oleh Dicky, apalagi Izzy Andre Marundari, putra sulungnya juga sudah mulai masuk sekolah.

Kesulitan hidup Dicky makin bertambah tatkala setiap hari melihat putra bungsunya kerap menangis karena hernia. “Saya bingung, mau bawa ke dokter nggak ada uang, jadi paling-paling bawa ke tukang urut,” kata Dicky, “bahkan ke “orang pintar” pun pernah, tapi hasilnya nihil.” Lama terombang-ambing dalam kebingungan dan keputuasaasaan, pada bulan Januari 2010 akhirnya Dicky menemukan titik terang.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi tengah memperagakan bahasa isyarat tangan "Satu Keluarga" untuk menunjukkan              bahwa Tzu Chi adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang bersifat universal, tanpa memandang               suku, ras, ataupun golongan.(kiri).
          - Saya bersyukur dan berterima kasih kepada yayasan (Tzu Chi) ini. Ini mungkin bentuk pertolongan               Yang Maha Kuasa kepada saya melalui Yayasan Tzu Chi,” ungkap Dicky dengan air mata yang mulai              menetes. (kanan)

 

“Waktu itu saya sedang melintas di Jalan Ahmad Yani untuk mengantar ban di toko di daerah itu, nah saya lihat ada tulisan kalau Yayasan (Tzu Chi) akan mengadakan baksos kesehatan,” ujar Dicky. Demi kesembuhan sang anak, Dicky pun memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu relawan yang ada di Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru, “Ternyata memang betul akan ada baksos dan saya pun dianjurkan untuk memenuhi persyaratan-persayatannya.”

Setelah syarat-syaratnya lengkap, Dicky pun kembali mendatangi kantor Tzu Chi Pekanbaru untuk mendaftar. Cukup lama ia menunggu, sampai akhirnya ia pun memutuskan untuk menanyakan kembali. “Dijawab baksosnya jadi, tapi bulan Maret. Saya bilang nggak papa, biar lama juga yang penting anak saya bisa sembuh,” kata Dicky yang pernah bertanya ke sebuah rumah sakit bahwa dibutuhkan uang sebanyak Rp 7-8 juta rupiah untuk dapat mengoperasi Yudi.

Akhirnya kesabaran Dicky membuahkan hasil, tanggal 13 Maret 2010 lalu ia menerima telepon dari Tzu Chi Pekanbaru untuk membawa anaknya mengikuti screening (pemeriksaan awal). “Waktu itu saya sempat ditakut-takuti sama teman, katanya nggak mungkin gratis. ‘Awalnya aja gratis, nantinya kamu pasti disuruh bayar’”, terang Dicky. Tetapi Dicky menyanggah, “Nggak, Bang. Ini benar gratis, wong saya nunggu aja dikasih minum dan makan. Ini benar-benar membantu, Bang,” kata Dicky menerangkan.

foto  foto

Ket : - Melihat putranya telah berhasil dioperasi hernia, Dicky dan Herlina pun merasa bahagia. Dahulu,             karena keterbatasan biaya keduanya hanya dapat membawa Yudi berobat ke tukang urut. (kiri).
        - Sebanyak 212 pasien yang terdiri dari pasien katarak, bibir sumbing, hernia, dan bedah minor             memperoleh pelayanan kesehatan dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-65. (kanan)

 

Sabtu, 20 Maret 2010 menjadi bukti keyakinan Yudi. Putranya telah selesai dioperasi dan ia pun sama sekali tidak mengeluarkan biaya. “Saya bersyukur dan berterima kasih sekali kepada yayasan (Tzu Chi) ini. Ini mungkin bentuk pertolongan Yang Maha Kuasa kepada saya melalui Yayasan Tzu Chi,” ungkap Dicky dengan air mata yang mulai menetes. Ia pun merasakan betul cinta kasih yang diberikan relawan Tzu Chi kepadanya. “Semua relawan yang ada di sini betul-betul (bekerja) dari hati. Bukan sekadar basa-basi,” tegas Dicky.  

Dari sebuah baksos kesehatan, Yudi menyadari bahwa cinta kasih universal haruslah disebarluaskan tanpa memandang suku, ras, agama maupun golongan. “Bayangkan, saya tanpa keluar biaya apapun, anak saya sembuh dan masih mendapat perhatian sebesar ini,” ucapnya dengan suara bergetar.  

  
 
 

Artikel Terkait

My Dream: Terbanglah, Raih Mimpi-mimpimu

My Dream: Terbanglah, Raih Mimpi-mimpimu

30 Juli 2017 Tim My Dream menegaskan bahwa, "Walaupun kita tidak bisa menentukan di mana kelahiran kita, status kita, tempat kita, maupun situasi kita, tapi kita harus berbuat sebaik-baiknya dan jangan menyerah. Yakinlah kita pasti akan bisa mengejar dan mencapai impian kita."
Doa Bersama Untuk Korban Gempa Haiti

Doa Bersama Untuk Korban Gempa Haiti

04 Februari 2010 Pada hari Minggu (17/1) pagi pukul 08.00 WIB, sekitar 160 orang relawan Tzu Chi telah berkumpul di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Perwakilan Medan untuk mengadakan acara doa bersama bagi para korban gempa Haiti.
Menjadikan Cobaan Hidup sebagai Pemacu Semangat

Menjadikan Cobaan Hidup sebagai Pemacu Semangat

04 Desember 2017

Walau harus menghadapi kenyataan pahit di kehidupan keluarganya, Michael (16) dan adik perempuannya Friecil (15) mampu tumbuh menjadi murid berprestasi. Kedua remaja penerima bantuan Tzu Chi ini pun menjadi anak yang santun.

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -