Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-100: Wajah Baru Risma
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : YuliatiRisma (kiri) usai melakukan pemeriksaan pascaoperasi. Ibunya, Emi, terus mendampingisang buah hati dari mulai persiapan hingga selesai operasi.
Rismawati (11 tahun) terlihat sedang duduk bersama ibu tercintanya, Emi Dayati, mengantri panggilan operasi bibir sumbing. Risma adalah sosok remaja yang memiliki sifat minder dan malu dengan kondisi yang dialaminya, sehingga ia menjadi pendiam dan lebih menjadi pribadi penyendiri. Kondisi sumbing yang dialami Risma pun lebar dan tergolong parah. “Dia kalau pergi-pergi menggunakan tutup pada mulutnya,” ucap Emi.
Risma belum pernah menjalani operasi pada bibir sumbingnya walaupun pada dasarnya ada niat dari orang tua untuk melakukan operasi. Ini karena kondisi ekonomi yang kurang sehingga tidak mampu menanggung biaya operasi. “Keuangan payah cemana, hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Penghasilan dapat dari kerja sama orang di sawah dan nggak menentu hasilnya,” ungkap Emi. Meski demikian jodoh berkata lain. Setelah menerima informasi adanya baksos operasi bibir sumbing, mereka memanfaatkan momen ini untuk melakukan operasi. “Senang kalau ada operasi kayak gini,” ujar ibu dua anak ini.
Emi selalu teringat ada rasa putus asa dalam diri buah hatinya. Bahkan terkadang Risma menanyakan mengapa ia terlahir seperti itu. Hal ini yang membuat Emi terus memberikan dukungan moral kepada anaknya. Bahkan dengan kasih sayangnya, ia terus mendampingi Risma sebelum menjalani operasi. “Ini operasi yang pertama kali. Saya sedih melihatnya,” ucap Emi. Kesedihan Emi melihat anaknya yang akan menjalani operasi merupakan wujud rasa haru seorang ibu akan kondisi anaknya. Setelah menjalani operasi tentu kondisi Risma akan berbeda dari sebelumnya. “Mudah-mudahan setelah operasi menjadi lebih baik,” ujarnya.
Emi (kiri) selalu memberikan dukungan dan doa kepada buah hatinya, Rismawati (kanan) sebelum menjalani operasi dengan penuh kasih sayang.Emi menceritakan apa yang menjadi keinginan Risma setelah menjalani operasi ini. “Dia ingin ikut ke pasar, jadi mau ikut baksos ini,” ujarnya. Setelah melihat anaknya selesai menjalani operasi, Ia pun tak kuasa membendung air mata karena rasa haru. “Sebelum operasi saya sedih, sekarang setelah operasi juga sedih, ucap Emi sambil mengusap air matanya. “Terima kasih sebanyak-banyaknya sudah membantu operasi,” ucap Emi.
Dr. Fong Poh Him, salah satu dokter spesialis bedah plastik yang menangani operasi bibir sumbing pada baksos kali ini mengatakan bahwa banyak pasien bibir sumbing di kota Sumatera Barat ini karena kondisi bibir sumbing sangat sulit dan banyak keluarga yang memiliki anak dengan bibir sumbing lebih dari satu. “Kita perlu investigasi lebih dengan tingkat kondisi mereka agar terlihat lebih baik lagi, dan seharusnya kita dapat melihat jelas lagi penyebabnya apa,” ucap dr. Fong. Ia pun menjelaskan anak yang terkena bibir sumbing disebabkan bawaan sejak lahir. “Alasan lebih jelasnya kita kurang tahu, bisa saja contohnya ketika masa kehamilan sang ibu terkena penyakit pada masa awal kehamilan, terkena virus, atau lain sebagainya.
Ia bersama tujuh tim medis Tzu Chi dari Singapura turut bersumbangsih pada baksos kesehatan bibir sumbing di Padang ini. Bahkan dr. fong sendiri sudah lima kali mengikuti baksos operasi bibir sumbing di Indonesia. “Tzu Chi yang menyebabkan saya melakukan ini semua untuk menolong semua orang, dan Indonesia dekat dengan Singapura, jadi sangat mudah untuk datang ke sini. Kita bisa melakukan apa yang bisa kita kerjakan untuk menolong orang dan kita punya dukungan dari dokter Indonesia. pihak rumah sakit juga dapat melakukannya dengan aman dan cepat,” ujarnya.
Danrem 032 Wirabraja, Widagdo memberikan cindera mata kepada Wakil Ketua Tzu Chi Padang, Chaidir Chua (kiri ke kanan).
Mengembalikan Impian
Sementara
itu, salah satu pasien katarak, Husril Sutan Pangeran, sudah mulai bisa melihat
setelah menjalani operasi mata katarak kemarin (10/10). Ia adalah seorang supir
mobil boks di salah satu kantor di Padang. Husril mengaku sudah setahun
mengalami penurunan fungsi penglihatannya (semakin buram dan kabur), sehingga
dua bulan yang lalu ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya karena tidak
ingin ada resiko besar jika terus melanjutkan pekerjaan dengan kondisi
penglihatan yang terganggu. “Terganggu kerjanya lalu saya minta ganti,”
ucapnya. Usai dioperasi, ia pun mengaku sudah mulai bisa melihat dengan terang.
“Sekarang, nampak sudah ada,” tambahnya.
Sebagai orang yang sering beraktivitas, tentu akan merasa bosan jika terlalu lama hanya diam di rumah. Tak terkecuali Husril, setelah mendapatkan informasi tentang baksos ini, ia segera memutuskan untuk mengikutinya. Ini dilakukan lantaran keinginannya yang tinggi untuk dapat kembali mencari rezeki demi keluarga. Husril menaruh harapan besar pada baksos katarak ini. Ia ingin sekali dapat beraktivitas dan bekerja kembali. “Nanti kalau sudah nampak jelas mau cari kerja lagi. Sekarang penghasilan dari anak,” ucapnya dalam logat Minang yang kental. Ia bersyukur matanya sudah mulai nampak. “Terima kasih kepada Buddha Tzu Chi yang telah membantu,” ucap pria paruh baya ini.
Dr. Fong (kanan) bersama tujuh tim medis Tzu Chi Singapura dengan sepenuh hati turut bersumbangsih pada baksos kesehatan di Padang.
Demikian juga dengan Antoni Saputra (14 tahun). Berdasarkan pemeriksaan dokter usai operasi katarak pada mata sebelah kanannya, hasilnya jernih dan bagus. Demikian juga dengan kakaknya, Hendri yang telah menjalani operasi sehari sebelumnya juga menunjukkan hasil yang baik. Melihat kondisi kedua buah hatinya yang berhasil menjalani operasi, ayah Antoni, Supardi dengan senyum bahagia mengucap syukur atas kabar baik ini. “Saya senang sekali sudah mengoperasi dua-duanya anak saya. Terima kasih tak terhingga kepada Tzu Chi, dokter yang sudah operasi dengan gratis,” ujarnya. Antoni termasuk anak yang pendiam di rumahnya maupun di sekolah. “Kalau sama teman-temannya kurang bicara-bicara, dia sendiri-sendiri,” kata bapak tiga anak ini.
Supardi menjelaskan sebelumnya Antoni sudah pernah menjalani operasi beberapa waktu silam pada mata kirinya namun tidak dipasang lensa, sehingga mengharuskannya untuk memakai kacamata yang cukup tebal. Berbeda dengan kondisi sekarang setelah mendampingi kedua anaknya, Supardi telah melihat dan mempelajari hasil dari pemeriksaan dokter usai operasi. Ia pun menaruh harapan besar terhadap kedua anaknya yamg masih SMA dan SMP itu. “Dua-duanya anak saya sudah bisa melihat dan bisa melanjutkan sekolah. Kemarin mata sebelah yang berfungsi dan agak susah, sekarang sudah jelas,” ungkap Supardi.
Cinta Kasih Menjadi Nyata
Sementara itu, salah satu pasien katarak, Husril Sutan Pangeran, sudah mulai bisa melihat setelah menjalani operasi mata katarak kemarin (10/10). Ia adalah seorang supir mobil boks di salah satu kantor di Padang. Husril mengaku sudah setahun mengalami penurunan fungsi penglihatannya (semakin buram dan kabur), sehingga dua bulan yang lalu ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya karena tidak ingin ada resiko besar jika terus melanjutkan pekerjaan dengan kondisi penglihatan yang terganggu. “Terganggu kerjanya lalu saya minta ganti,” ucapnya. Usai dioperasi, ia pun mengaku sudah mulai bisa melihat dengan terang. “Sekarang, nampak sudah ada,” tambahnya.
Danrem Militer 032 Wirabraja, Widagdo, memberikan apresisasi positif terhadap kerjasama ini. “TNI membantu rakyat dan (yayasan) Buddha Tzu Chi juga membantu rakyat. Ini hal yang sangat positif kalau kita sinergi maka akan bisa mengurangi kemiskinan dan membantu tingkat perekonomian masyarakat sesuai dengan tujuan Buddha Tzu Chi, bagaimana dengan jiwa besar membantu mengatasi permasalahan masyarakat sesuai ajaran Master Cheng Yen,” ujar Widagdo. Wakil Ketua Tzu Chi Padang Chaidir Chua mengatakan antusias warga cukup baik. Semangat pasien pun memberikan energi semangat juga kepada relawan. “Melihat pasien bisa sehat, relawan kita juga semangat. Ini karena cinta kasih yang menjadi nyata,” ucap Atak, sapaan akrabnya. Ia juga berharap, “Lebih banyak orang yang sakit bisa menjadi sehat.”