Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-104 : Mereka Betul-Betul Ingin Sembuh
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto, Junaedy SulaemanPara relawan mendampingi para pasien dalam menjalani pemeriksaan hingga setelah operasi.
Kesehatan sering kali dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat Indonesia. Kadang pekerjaan dan kebutuhan hidup lebih diutamakan oleh masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang kurang mampu, tentu mencari nafkah menjadi prioritas utama dibandingkan masalah kesehatan. Mengidap penyakit juga masih menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Terbentur dengan biaya untuk berobat seperti tembok besar yang susah untuk dilewati. Terkadang mereka pun pasrah dengan apa yang menimpa dalam kondisi kesehatannya.
Hal inilah yang terjadi pada masyarakat Lampung. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (laporan rekapitulasi rawat jalan di rumah sakit Tahun 2013) terdapat 5.369 orang yang menderita katarak di Provinsi Lampung. Sebanyak 600 orang diantaranya tinggal di Bandar Lampung.
Menurut dr Asih Hendrastuti, Humas Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Katarak adalah penyakit degenaratif dan tidak bisa dihindari. Selain itu faktor usia juga bisa memengaruhi, karena usia harapan hidup di Lampung adalah 70 tahun yang berarti potensi warga terkena katarak sangat tinggi. ”Hingga saat ini jumlah dokter mata di Lampung hanya 12 orang. Dan penyebaran dokter spesialis belum merata hingga ke daerah terpencil,” ujar Asih yang berprofesi sebagai dokter umum.
Menanggapi Baksos Kesehatan Tzu Chi di Bandar Lampung pada 19 – 21 Desember 2014, Asih sangat mengapresiasinya. “Kami sangat menyambut baik (baksos kesehatan Tzu Chi). Perhatian Tzu Chi kepada masyarakat Lampung bisa menjadi teladan bagi organisasi masyarakat lainnya agar memberikan bantuan kepada sesama, dimana mata adalah salah satu anugrah Tuhan yang sangat indah,” tutur Asih.
Pukul 04.00 WIB, sebanyak 20 pasien dengan didampingi pendamping berkumpul di rumah Ken, seorang relawan. Pukul 04.30 WIB, bus bergerak menuju Bandar Lampung sambil menjemput pasien yang tidak bisa datang karena tidak memiliki kendaraan pribadi.
Bantuan untuk Kecamatan Gunung Pelindung
Jumat, 19 Desember 2014, berlokasi di Jl. Pramuka, Bandar Lampung, persisnya di sebelah RS Bhayangkara dilaksanakan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-104. Sebanyak 63 pasien katarak atau pterigyum akan melakukan operasi hari itu.
Pukul 09.00 WIB, para pasien dari seluruh Provinsi Lampung (Kabupaten Lampung barat, Timur, dan Selatan) telah berdatangan memenuhi teras. Salah satu pasien yang terlihat sangat bersemangat adalah seorang pria lanjut usia yang selalu tersenyum duduk di ruang pemeriksaan tensi. “Saya bisa ikut operasi,” ujar pria tersebut tiba-tiba sambil tersenyum bahagia, seusai menjalani pemeriksaan tensi darah. Lalu ia menghampiri seorang pria bertubuh bongkok dan berusia lanjut yang berjalan dengan tertatih-tatih, mengabarkan jika ia telah lulus pemeriksaan. Ia adalah Lebih (64), warga Desa Negeri Agung, Kecamatan Gunung Pelindung, Kabupaten Lampung Timur.
Perjalanan 5 km dari Desa Way Mili menuju Bandar Lampung rusak parah. Banyak jalan berlubang yang harus dilalui oleh bus, membuat waktu tempuh menjadi lebih lama.
Pria tua yang dihampiri Lebih adalah Ken Haryanto Widjaja (71) atau akrab disapa Romo Ken, orang yang mengajak Lebih untuk mengikuti Baksos Kesehatan Tzu Chi. Ken adalah sahabat Lebih yang tidak tega melihat penderitaan Lebih selama ini untuk mendapatkan pengobatan mata, mengingat Kabupaten Lampung Timur belum memiliki dokter spesialis mata. Hanya ada sebuah Puskesmas yang memberikan layanan tensi dan dokter umum.
Ayah dua anak ini juga menuturkan jika pada tahap screening (13/12) lalu, Lebih dinyatakan tidak lulus untuk operasi karena tensi darah dan gula darahnya sangat tinggi (260). Tetapi seorang relawan Tzu Chi memberikan saran kepada Lebih untuk tidak mudah putus asa dan mencoba melakukan pola makan sehat yaitu mengurangi makan nasi terlalu banyak dan rajin mengonsumsi jus kacang panjang dan tomat. “Dia (Lebih) setiap dua kali sehari makan jus kacang panjang dan tomat serta mengurangi makan nasi dalam porsi besar di pagi dan malam hari. Lalu dua hari sekali tensi ke Puskesmas. Dari yang awalnya tensinya 260, sekarang (19/12) sudah turun jadi 152. Semoga nanti pemeriksaan bisa turun lagi, sehingga nanti bisa lanjut untuk dioperasi,” harap Ken.
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-104 dimulai pada 19 Desember 2014 di RS Bhayangkara, Bandar Lampung.Ken pun sering memberikan semangat kepada Lebih untuk terus menjalani pola hidup sehat secara teratur. ”Sejak dapat saran itu, ia langsung berhenti merokok dan minum kopi. Dia benar-benar bersungguh hati ingin sembuh,” ujar Ken kagum. Mendengar jika Lebih dapat dioperasi, Ken langsung merasa lega, karena jerih payah Lebih untuk sembuh berbuah manis.
Ditemui di ruang post-op keesokan harinya (20/12), ketika perban matanya dibuka, Lebih pun langsung berkata,” Wah terang. Saya sudah bisa lihat,”ujar Lebih dengan girang. Suster yang melakukan pemeriksaan pun ikut berbahagia. “Selamat ya, Pak. Dijaga dulu matanya, jangan kena debu dan obatnya jangan lupa dipakai. Nanti seminggu kemudian cek lagi di RS Bhayangkara ya,” pesan suster kepada Lebih yang dibalas dengan senyum bahagia dan anggukan kepala sebagai tanda ia akan melaksanakannya.
Trimo yang telah menjalani operasi dengan didampingi cucunya, menginap di ruang pemulihan untuk menjalani post-op keesokan harinya.
Lebih adalah salah satu dari 24 warga Kecamatan Gunung Pelindung, Kabupaten Lampung Timur yang melakukan pengobatan di Baksos Kesehatan Tzu Chi. Adapun 24 orang tersebut berasal dari 9 desa di Kabupaten Lampung Timur: Desa Way Mili, Desa Negeri Agung, Desa Nibung, Desa Pempen, Desa Pelindung jaya, Desa Sidomakmur, Desa Buntel, Desa Mekarsari, dan Desa Negara batin. Butuh sekitar 4 jam dari desanya menuju Kota Bandar Lampung, tempat baksos diadakan. Belum lagi ditambah dengan jumlah pendamping pasien sehingga total yang harus berangkat adalah 48 orang.
Melihat banyaknya rombongan, Ken pun bertanya pada para pasien apakah mereka mau untuk ikut bersumbangsih dalam pembiayaan 2 buah bus, alat transportasi mereka ke Bandar Lampung. “Pada awalnya saya bertanya pada pasien apakah mereka dapat bersumbangsih untuk biaya transportasi ke rumah sakit, ternyata mereka bersedia dengan biaya seadanya dan sisanya nanti akan dibayarkan oleh Tzu Chi Lampung,” ujar Ken.
Ken Herryanto, mendampingi dan memberikan semangat kepada Lebih (kanan) setelah menjalani operasi.
Tepat pukul 04.00 WIB, para pasien dengan diboncengi kerabat mulai berdatangan ke rumah Ken yang terletak di Jalan Raya Way Mili, Kecamatan Gunung Pelindung, lalu bersama-sama berangkat ke rumah sakit. Adapun pasien yang tidak punya kendaraan dijemput satu per satu oleh bus.
Lelah, adalah perasaan yang dialami oleh pasien. Karena perjalanan harus memutar dari Lampung Timur ke Lampung Selatan baru kemudian ke Kota Bandar Lampung yang lataknya di tengah kota. Hal ini disebabkan jalan utama dari desa menuju Bandar Lampung rusak berat akibat seringnya dilalui oleh kendaraan besar. Perjalanan semakin bertambah lama karena para pasien yang akan menjalani operasi rata-rata berusia lanjut antara 40 – 70 tahun. Beberapakali, bus harus berhenti untuk para penumpang mencari toilet. “Ya, mau bagaimana lagi. Kalau ditinggal kan kasihan. Mereka benar-benar ingin sembuh,”ujar Ken.
Sehat fisik, Sehat Batin
Warga lain yang ikut baksos kali ini adalah Trimo (72), seorang pengrajin yang 3 tahun terakhir tidak lagi bisa berkarya. Trimo berasal dari Desa Nibung, sekitar 7 km dari Desa Way Mili. Sewaktu sehat, Trimo sering membuat ranjang dari anyaman bambu, tukang kayu (bangunan), dan kerajinan lainnya. Hingga suatu ketika ketika sedang membuat garasi untuk warga di sekitar rumahnya, ia mengalami kecelakaan. Ia jatuh ketika membuat plafon untuk garasi rumah. Akibat kecelakaan itu, indera pendengaran dan penglihatannya kian hari kian berkurang.
Trimo pun kini hanya bisa berdiam di rumah. Hingga suatu saat ketika Ken melakukan kunjungan ke rumah-rumah calon pasien yang mengajukan permohonan operasi katarak di tahun 2013, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Trimo. “Saya kunjungi pemohon bantuan dari Desa Nibung yang mengajukan bantuan operasi katarak tahun lalu. Ternyata orangnya telah meninggal dan rumahnya bersebelahan dengan rumah Trimo,” Kenang Ken. Dari informasi tetangganya itulah Ken tahu jika ada salah seorang warga terkena katarak, yaitu Trimo. Itulah jalinan jodoh Trimo dengan Tzu Chi berawal.
Satu hari setelah menjalani operasi (19/12), Trimo mulai dapat melihat orang -orang yang lalu lalang di depannya dengan jernih. Setiap kali orang mendekatinya, ia sudah dapat menatap lekat-lekat wajah orang yang menghampirinya dan sesekali tersenyum. Ia pun dijadwalkan untuk melakukan kontrol di spesialis mata terdekat, mengingat letak rumahnya yang jauh dari fasilitas medis yang memadai. ”Di desa belum ada dokter spesialis. Kalau mau ke dokter spesialis paling harus ke kota,” ujar Sri Ayu Ningsih (22), cucu Trimo.