Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-117: Bahasa-Bahasa Kasih
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Teksan Luis (He Qi Utara 1)
Mak Ipon memeluk Suster Weni Yunita, anggota Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA) Indonesia dengan sangat erat. Mak Ipon yang sudah 2 tahun sakit katarak, ternyata hari itu (26 Maret 2017) bisa kembali melihat. Operasinya yang dilaksanakan sehari sebelumnya berhasil.
Di antara riuhnya peserta baksos kesehatan Tzu Chi ke-117 di Sukabumi, ada satu yang terlihat paling bahagia. Namanya Mak Ipon (65 tahun).
Setelah Suster Weni Yunita, anggota Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA) Indonesia membuka perban di matanya. Mak Ipon sedikit tertegun lalu berteriak senang bukan kepalang ke arahnya. “Neng.. neng.. neng geulis,” ujarnya memanggil Weni. Ia lalu mengatakan sesuatu dengan Bahasa Sunda yang artinya ia ingin berdiri. Weni lalu membantunya berdiri, namun ia tak menyangka Mak Ipon akan langsung menyergapnya kuat-kuat. Mak Ipon memeluk Weni kencang sekali.
Mak Ipon yang sudah 2 tahun sakit katarak, ternyata hari itu (26 Maret 2017) bisa kembali melihat. Operasinya yang dilaksanakan sehari sebelumnya berhasil. “Saya bilang, ‘Ibu selamat yaaa..’ lalu dia pakai Bahasa Sunda yang kira-kira artinya bersyukur dan sangat senang sekali,” ucap Weni.
Lama kiranya Mak Ipon memeluk Weni, terharu. Sampai beberapa pasien lain juga tidak sabar dan ingin segera dibukakan perbannya. “Dengar pasien yang lain-lain itu, (pelukan Mak Ipon) bukannya dilepas, dia malah peluk makin kencang,” kata Weni tertawa.
Dengan penuh tawa pula, Weni mengaku baru kali ini dipeluk pasien sedemikian erat. Ibu dua anak ini lalu menganggap hal tersebut itu adalah satu suntikan semangat untuknya untuk berbuat lebih banyak lagi untuk masyarakat.
Relawan menemani dan menghibur para pasien yang tengah mengantre dalam baksos kesehatan Tzu Chi. Para pasien tersebut juga merupakan pasien yang terhambat operasi karena tekanan darah tinggi.
Nindya Anatasya Angelia menyuapi Mak Ipon makan siang sesaat sebelum operasi. Menerima perlakukan yang penuh kasih sayang, Mak Ipon sangat terharu dan ingin melihat Nindy setelah bisa melihat kembali.
“Saya saja kalau misalnya dari ruang ber-ac pakai kacamata dan kacamatanya berembun, burem, rasanya nggak nyaman sekali, langsung mau dilap,” katanya, “ini si emak sudah dua tahun merasa begitu. Mungkin terakhir melihat cucunya masih kecil, sekarang udah besar. Jangankan lihat anggota keluarganya, dia bahkan sudah mimpi bisa melakukan kegiatan sehari-hari dia lagi, ikut pengajian.”
Weni berharap baksos katarak ini semakin menjangkau mereka yang membutuhkan, baik muda hingga tua. Ia juga berdoa bagi mereka yang sudah tua, mereka bisa menikmati masa tua mereka dengan penuh sukacita, dengan mata yang sehat, tanpa harus bergantung dengan keluarga. “Yang masih produktif, mereka bisa bekerja. Yang menjadi tulang punggung keluarga, mereka kembali ke posisi mereka. Dan yang bergantung, mereka bisa mandiri,” ucapnya.
Mengasah Kepekaan Anak Muda
Usai memeluk Weni, belum habis juga rasa puas Mak Ipon melampiaskan kebahagiaannya. Ia lalu mencari seorang relawan yang menyuapinya makan siang sesaat sebelum operasi. Walaupun tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana muka relawan tersebut, Mak Ipon merasa dia sangat penuh kesabaran dan kasih sayang. “Kemarin emak deg-degan tunggu operasi, dirayu makan sempet nolak. Dirayu lagi, dirayu lagi, dan akhirnya mau,” kata Eti, anaknya.
Relawan yang dimaksud Mak Ipon bernama Nindya Anatasya Angelia. Tak perlu lama mencari remaja 15 tahun tersebut. Saat bertemu, gadis yang biasa dipanggil Nindy itu pun langsung dipeluknya. Sama eratnya ketika ia memeluk Weni. Nindy tak mampu berkata banyak, ia hanya bisa tertawa bahagia melihat Mak Ipon bisa kembali melihat.
“Sedih, senang, terharu, dan bahagia bisa lihat si Mak Ipon bisa lihat lagi. Rasanya kalau ada kegiatan seperti ini, pengen ikut-ikut lagi,” kata siswi SMP Advent Sukabumi ini.
Grace C. Yuliana, ibu dari Nindy yang melihat kegembiraan pagi itu ikut bahagia. Ia terharu sekaligus bangga dengan anak ketiganya tersebut dipeluk oleh salah satu pasien. “Nindy memang sudah punya komunitas untuk baksos juga, dikasih nama Cahaya Hati,” kata Grace.
Murid kelas 9 itu pun mengaku melayani pasien dengan tulus. “Karena mama ngajarin kalau bantu orang harus tulus,” ucap Nindy. “Selain itu aku punya prinsip bahwa kita hidup nggak sendiri, jadi kita juga pasti akan membutuhkan orang lain,” imbuhnya.
Grace bersyukur mempunya anak yang peka terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Ia menuturkan bahwa anaknya membuat komunitas baksos pun diawali dari satu kepekaan. “Bahwa jarang sekali ada komunitas baksos yang anggotanya itu anak-anak muda. Kebanyakan sudah bapak-bapak, ibu-ibu,” tuturnya. “Anak mudanya pada suka ikut geng motor,” tambah ibu empat anak itu tertawa.
Setelah perban di mata kanannya dibuka, Mak Ipon mencari Nindy dan mengucapkan terima kasih. Ia lalu meminta berfoto bersama anak 15 tahun tersebut.
Grace C. Yuliana, ibu dari Nindy yang melihat kegembiraan pagi itu ikut bahagia. Ia terharu sekaligus bangga dengan anak ketiganya tersebut dipeluk oleh salah satu pasien.
Grace pun menilai bahwa baksos yang dilakukan Tzu Chi semakin menambah pengalamannya di samping dirinya yang juga aktif dalam Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesi (IPTI). Grace menilai bahwa di Tzu Chi relawan kembali dididik untuk menghormati sesama, salah satunya dengan mencuci kaki. “Kebanyakan orang saya rasa juga sudah lupa membasuh kaki ya. Baksos ya baksos saja, tapi kalau di sini terlihat jelas bagaimana diajarkan menghormati yang lebih tua. Ke yang lebih muda juga mengarahkan, membimbing, jadi semua kerja sama menjadi satu untuk membantu sesama,” katanya.
Ungkapan Terima Kasih
Haru biru Mak Ipon masih juga berlangsung saat anaknya, Eti menghampirinya dan berkata, “Mak.. ini Eti, mak. Ini Eti.” Mata Eti berkaca-kaca melihat ibunya. Mak Ipon pun tanpa menunggu lama merentangkan kedua tangannya menyambut pelukan Eti.
Eti, anak pertama Mak Ipon bercerita bahwa ibunya sering sekali menangis karena tidak bisa melihat. Apalagi tiga bulan lalu, Mak Ipon baru saja mempunyai cucu kembar. Nenek 4 cucu itu semakin merana karena tidak tahu bagaimana wajah cucu kembarnya. “Emak bisanya raba-raba muka cucu aja sambil nangis,” cerita Eti. Mereka juga sempat bergurau menunggu bantuan koramil untuk operasi, tak disangka gurauan tersebut menjadi nyata.
“Terima kasih
untuk semua, dokter, suster, Neng Nindy, terima kasih,” ucap Mak Ipon
berulang-ulang.
Baksos ke-117 yang digelar oleh Tzu Chi dilaksanakan selama tiga hari (24-26 Maret 2017) di Markas Kodim 0607 Sukabumi dan berhasil melayani 159 pasien katarak dan 46 pterygium.
Artikel Terkait
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-117: Bahagianya Bisa Melihat Kembali
29 Maret 2017Tangan Mamin (65 tahun) memegang erat tangan Ricky Budiman, seorang Relawan Tzu Chi. Mata kirinya masih tertutup perban usai menjalani operasi katarak, namun ia bisa mengenali Ricky hanya dengan sebelah matanya. Senyumnya lalu mengembang saat menyambut Ricky yang duduk di samping ranjangnya.
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-117: Perhatian untuk Warga Sukabumi
27 Maret 2017Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-117
30 Maret 2017Nindya Anatasya Angelia menyuapi Mak Ipon makan siang sesaat sebelum operasi. Menerima perlakukan yang penuh kasih sayang, Mak Ipon sangat terharu dan ingin melihat Nindy setelah bisa melihat kembali.