Baksos Kesehatan Tzu Chi yang ke-131 di Palu ini merupakan baksos besar pertama yang digelar Tzu Chi Indonesia setelah dua tahun lebih vakum akibat pandemi Covid-19.
Cinta kasih dan perhatian Tzu Chi Indonesia bagi masyarakat Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah terus bergulir dan berkesinambungan. Sedikit kilas balik, Tzu Chi telah hadir di Palu sejak hari ke-5 pascagempa, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 dengan menyalurkan berbagai bantuan kemanusiaan. Tzu Chi juga memulihkan kehidupan warga penyintas bencana dengan membangun 1.500 unit rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu dan 500 unit rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Pombewe, Kabupaten Sigi yang diresmikan pada 3 September 2021.
Kini Tzu Chi Indonesia bersama relawan Tim Medis Tzu Chi yang tergabung dalam Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia menghadirkan layanan pengobatan katarak dan hernia. Warga Palu serta warga di kabupaten sekitarnya seperti Sigi, Donggala, hingga Parigi Moutong menyambut antusias bakti sosial kesehatan ini. Mereka berbondong-bondong mendatangi gedung Sekolah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako Palu pada Sabtu, 18 Juni 2022.
Tim medis dari RS Bhayangkara Palu saat bertugas memberikan tes antigen kepada para pasien. Tak hanya pasien saja, keluarga pasien yang menjadi pendamping dan semua relawan serta tim medis yang bertugas juga diberikan layanan tes antigen.
Mereka datang mengikuti screening atau pemeriksaan awal untuk operasi katarak dan hernia yang akan digelar Tzu Chi Indonesia pada 24-25 Juni 2022 mendatang di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah. Baksos kali ini memang bekerjasama dengan RS Bhayangkara Palu sekaligus dalam rangka memperingati HUT Bhayangkara ke-76.
Sebanyak 216 orang mengikuti screening katarak dan 24 pasien lainnya mengikuti screening hernia. Yoyo Suryono (67) warga Kecamatan Bolano Lambunu di Kabupaten Parigi Moutong bersyukur dinyatakan lolos screening dan bisa menjalani operasi katarak. Petani kakao (cokelat) ini tak sabar untuk lepas dari belenggu katarak yang sangat mengganggu aktivitasnya, terutama saat di kebun.
“Fisik saya memang kelihatannya kuat, tapi kalau kerja dan tidak kelihatan bagaimana? Kadang kalau ada turunan, tanjakan, enggak kelihatan. Tadinya dua mata melihat sekarang cuma satu ya jauh berbeda,” kata Pak Yoyo.
Melakukan tugas dengan penuh cinta dan lemah lembut. Potret cinta kasih pada pelaksanaan screening, seorang relawan menggandeng seorang pasien yang berusia lanjut.
Katarak sendiri menjadi salah satu penyebab kebutaan paling banyak di Indonesia. Belum ada obat-obatan yang dapat mengatasi katarak. Operasi katarak merupakan satu-satunya cara memperbaiki penglihatan penderita katarak.
Sementara Rahmat (33) warga Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala yang sudah lebih dari 10 tahun kesakitan akibat hernia juga bersyukur dinyatakan lolos, dan bisa dioperasi.
“Saya jalan itu sudah setengah mati karena belakang sudah sakit, perut sudah sakit,” ujar Rahmat yang sebelumnya adalah petani gula aren, karena hernia yang semakin parah kini berjualan siomay.
Sebelumnya Rahmat hanya berikhtiar dengan berkali-kali mendatangi tukang pijat urut. Namun sayangnya sakit yang dideritanya terus kambuh dan malahan sekarang bertambah parah.
Melayani dengan Penuh Kasih
Dokter Maryani Mursyid dari TIMA Indonesia saat memeriksa kembali Ziyad, seorang anak yang menderita hernia.
Baksos Kesehatan Tzu Chi yang ke-131 ini merupakan baksos besar pertama yang digelar TIMA Indonesia setelah dua tahun lebih vakum akibat wabah pandemi Covid-19. Karena itu baksos kesehatan ini juga mendatangkan sukacita bagi para relawan Tzu Chi dan Tim Medis Tzu Chi yang dapat kembali menggarap ladang berkah di Misi Kesehatan Tzu Chi.
“Saya secara pribadi sangat senang bisa berbagi, melihat saudara-saudara kita di Palu yang sangat membutuhkan jamahan daripada tangan-tangan kita di tenaga kesehatan. Kita bisa melihat mereka berbahagia dengan apa yang diharapkan, sebagai hasil daripada ‘tindakan kita pekan depan,” kata dr. Maryani Mursyid, dari TIMA Indonesia.
Dari proses screening ini, sebanyak 128 pasien dapat menjalani operasi katarak, dan 26 pasien akan menjalani operasi pterygium. Sementara 19 pasien lainnya akan menjalani operasi hernia.
Pada screening kali ini, ada prosedur baru yakni antigen bagi semua relawan dan tim medis yang bertugas, juga pasien dan keluarga pendampingnya. Empat personil RS Bhayangkara Palu bertugas pada tes antigen ini dibantu oleh para relawan Tzu Chi dan Tim Medis TIMA Indonesia.
“Dari 300 orang lebih yang kami antigen, tidak satu pun yang kena Covid-19. Itu yang buat saya (kagum) luar biasa,” kata Sudarman Lim, relawan yang bertugas mendampingi warga saat pemeriksaan antigen.
Secara keseluruhan, pelaksanaan screening ini berjalan lancar. Warga sangat teratur mengikuti arahan dari para relawan yang bertugas.
Kerjasama yang begitu kompak dari tim medis Tzu Chi dan tim medis RS Bhayangkara Palu.
“Warga juga sangat nurut, biarpun ada yang tak mengerti bahasa Indonesia tapi mereka nurut apa yang kami beritahu, karena apa? kita menjalankan dengan sopan santun, dengan lemah lembut,” imbuh Sudarman dengan nada yang gembira.
Layanan yang penuh cinta kasih ini rupanya memberikan kesan yang sangat mendalam bagi warga. Di tim RS Bhayangkara ada grup Whatsapp para pasien, mereka menyampaikan betapa mereka merasa sangat dihargai. Salah satunya berbunyi, “Terima kasih panitia baksos dan semuanya atas pelayanannya dan selamat ulang tahun Bhayangkara dan Yayasan Buddha Tzu Chi semangat dalam menebar kebaikan untuk sesama. Pelayanannya sangat baik.”
Ungkapan hati para pasien yang mendapat layanan penuh cinta kasih dari relawan dan tim medis pada screening Baksos Kesehatan Tzu Chi yang ke-131 ini.
Penerimaan yang sangat baik dari warga yang mereka ungkapkan langsung maupun melalui pesan Whatsapp ini membuat Tami, anggota TIMA yang menjadi salah satu koordinator baksos kesehatan ini diliputi rasa bahagia.
“Terharu, rasa capek, kepanasan, tapi saat ada yang bilang kayak gitu rasanya senang banget, senang apa yang kita kerjakan itu mereka terima dan bermanfaat buat mereka,” ujar Tami dengan rendah hati.
“Kerinduan saya akan bakti sosial sangat terobati, apalagi melihat pasien untuk dia mendapatkan kartu kuning (persetujuan operasi -red), bahagianya itu. Begitu melihat mereka keluar dari ruangan dan bilang ‘oh aku bisa dioperasi’, senang sekali ,” tambah Elizabeth Ratupenu, perawat bedah dari TIMA Indonesia.
Kartu kuning yang dimaksud adalah lembaran berwarna kuning yang diberikan kepada pasien yang menyatakan bahwa ia lolos screening dan dapat dioperasi.
Dokter Irwansyah yang begitu bersemangat terlibat dalam kegiatan baksos kesehatan ini. Ia juga begitu ramah kepada para pasien yang menjalani pemeriksaan awal (screening).
Dokter Irwansyah dari RS Bhayangkara Palu juga memiliki kesan yang sangat menyenangkan dapat bekerja sama dengan TIMA Indonesia.
“Saya pribadi senang banget, support banget program ini. Jadi selain sebagai dokter pemeriksa di bagian screening, saya terlibat di bagian pendaftaran, banyak banget pasien yang antusias dengan program ini. Ada yang dari kabupaten lain sampai mengikuti program ini. Sampai sering banget tanya ke kami kota lain bisa nggak? Kami bilang bisa kami layani, yang penting pada tanggal 18 Juni datang screening. Mereka memang beneran datang jauh-jauh. Kalau mereka saja seantusis itu, tidak ada alasan buat kami untuk tidak lebih antusias,” tegas Dokter Irwansyah bersemangat.
Editor: Hadi Pranoto