Tim medis membantu seorang pasien turun dari meja operasi dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131, pada 24-25 Juni 2022.
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Gedung Sekolah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako sudah lebih lengang dibanding tadi pagi. Para relawan Tzu Chi tengah beberes karena screening Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131 pada Sabtu 18 Juni 2022 itu sudah rampung. Namun dari kejauhan Pak Askari (54) berjalan terengah-engah. Rupaya ia adalah peserta terakhir yang datang mengikuti screening atau pemeriksaan awal katarak.
“Saya bersyukur langsung diterima, langsung di-antigen, ambil nomor, periksa jantung,” tuturnya.
Informasi tentang adanya Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131di kota Palu baru sampai ke telinga Pak Askari di hari Sabtu itu juga. Sabtu pagi itu Pak Askari yang warga Kecamatan Palu Timur sedang berada di Desa Maranatha, Kabupaten Sigi bersama istrinya.
Sepupunya menelepon bahwa ada pengobatan katarak gratis dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Kalau mau ikut, segera datang untuk screening di sekolah yang ada di huntap Tondo, begitu warga Palu menyebut Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako Palu. Tanpa pikir panjang, ia langsung melaju dengan motor tuanya ke gedung Sekolah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako.
“Pelayanannya betul-betul, kita dirangkul, dikasih sabar lagi. Jadi semangat kita. Langsung dibilang operasi hari Sabtu yang akan datang, bersyukur sekali,” kata Pak Askari mengangguk-anggukkan kepala.
Pak Askari (ketiga dari kiri) menunggu giliran naik ke meja operasi.
Alex Salim, seorang relawan Tzu Chi menemani Pak Askari usai menjalani operasi.
Sudah 1,5 tahun Pak Askari yang seorang pemasang instalator listrik atau biasa disebut instalatir ini menderita katarak. Mata kanan Pak Askari sebelumnya pernah tertabrak burung yang melintas saat ia mengendarai motor. Pernah juga terkena serpihan besi saat bekerja. Ia pun pergi ke dokter dan sembuh. Namun suatu hari Pak Askari mengendarai motor sambil merokok. Abu rokok itu tertiup angin dan mengenai matanya. Sepekan kemudian penglihatannya mulai kabur.
Katarak membuatnya tak leluasa, terutama saat bekerja. Jika orang lain dapat menyelesaikan satu pekerjaan yang sama selama empat hari, karena katarak, Pak Askari butuh waktu tujuh hari. Karena katarak juga, pantulan cahaya lampu di malam hari membuat matanya terasa silau, kadang perih.
“Saya tidak bisa terlalu paksakan. Karena kalau saya paksakan berpikir, langsung pengaruh ke mata. Makanya istri saya selalu bilang kalau kerja jangan terlalu dipaksa. Masalahnya mata itu nanti bengkak lagi. Kalau bengkak itu langsung merah,” ujar Pak Askari.
Pak Askari (baju berwarna abu-abu) bersama temannya sedang memasang instalasi listrik.
Sejak usia 18 tahun Pak Askari telah bekerja sebagai instalatir listrik. Penghasilannya tak tentu, tergantung berapa banyak lampu yang ia pasang pada satu rumah atau bangunan. Per-titik mata lampu ia patok 70.000 rupiah.
“Kadang saya dihubungi dari teman ke teman, kadang saya sendiri mencari kalau ada bangunan baru dibangun, kita datangi. Kita tanyakan sudah ada yang mengurus instalasi pemasangannya belum. Kalau sudah ada ya mundur juga kita. Kalau dia bilang belum, kita menawarkan diri, menawarkan jasa,” terangnya.
Leganya Hati Sudah Menjalani Operasi Katarak
Ricky Budiman, seorang relawan Tzu Chi mengucapkan selamat kepada Pak Askari usai pembukaan perban mata.
Jelang operasi, Pak Askari lebih banyak beristirahat. “Istirahat yang cukup, obat yang diberikan saya minum, jadi apa yang diberitahu dokter saya jalani. Mudah-mudahan Sabtu tidak ada kendala,” ujarnya usai menyelesaikan pemasangan lampu pada sebuah bangunan villa.
Pada Sabtu, 25 Juni 2022, sang istri menemaninya menjalani operasi. Keesokan hari ia kembali lagi ke RS Bhayangkara Palu untuk melepas perban mata.
“Jadi Pak Askari ini tekanan (darah) sudah bagus, trus masih ada bengkak bagian depannya (mata). Lensa terpasang dengan baik, enggak ada pendarahan, enggak ada infeksi. Jadi santai. Tapi perawatan harus baik, maksudnya ditetes, minum obat, jadi tenang-tenang ya Pak..,” tutur dr. Kristian Goenawan, Sp.M.
Air muka Pak Askari yang semula datar langsung berseri-seri. “Iya dokter…,” jawabnya.
“Lega sudah, penjelasan dari dokter sudah jelas. Tadinya masih bimbang karena belum tahu bagaimana, belum bisa melihat, ternyata dibilang nanti turun bengkaknya itu baru bisa terang. Jadi tidak risau lah. Saya berterima kasih kepada yang di atas. Itu yang terutama saya tidak bisa lupakan. Kedua saya berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang mengurus kami ini operasinya,” ujar Pak Askari penuh syukur. Senyuman kini menghiasi wajahnya.
Akhirnya Kesempatan Itu Datang
Ipda Irwan dibantu istrinya membersihkan kaki supaya steril saat masuk ruang operasi.
Selain operasi katarak, pada Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131 di kota Palu ini juga memberikan layanan untuk operasi pterygium. Pterygium adalah penyakit mata yang ditandai dengan tumbuhnya selaput tipis yang muncul dari celah kelopak mata dan meluas hingga ke tengah mata atau kornea. Pada baksos ini ada 26 pasien yang menjalani operasi pterygium. Salah satunya adalah koordinator Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131 dari pihak RS Bhayangkara Palu, Ipda Irwan Kasim S.Farm (39).
Di RS Bhayangkara Palu, Ipda Irwan menjabat sebagai KAURMIN SUBBAGRENMIN. Seperti diketahui bahwa Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-131 ini memang bekerjasama dengan RS Bhayangkara Palu sekaligus dalam rangka memperingati HUT Bhayangkara ke-76.
Pterygium mulai dirasakan Ipda Irwan pada tahun 2005 saat bertugas di Poso, Sulawesi Tengah. Kala itu, setiap hari ia dan anggota Polri yang lain melaksanakan patroli, dua kali dalam sehari.
“Jadi memang karena sengatan langsung cahaya matahari dan debu. Karena pada saat itu kami melakukan patroli menggunakan kendaraan roda empat dalam hal ini truk polri yang mana belakangnya itu tidak tertutup. Karena memang didesain sedemikian biar lebih memudahkan pengamatan. Jadi pada saat patroli di situlah kami memasuki area-area yang memang agak rawan kemudian jalannya berdebu. Di situ saya mulai merasakan ada gejala,” cerita Ipda Irwan.
Pterygium sangat mengganggu penglihatannya terutama saat beraktifitas di luar lapangan dan dalam cuaca panas seperti di kota Palu. Jika beraktifitas dalam jangka waktu lama, sengatan matahari yang langsung terkena ke mata membuat matanya perih dan berair.
“Jadi saya menggunakan kaca mata (hitam) biar bisa melihat dari sengatan matahari langsung,” tambah Ipda Irwan yang bertugas di Palu sejak tahun 1998, atau sudah lebih dari 22 tahun.
Suatu hari, Ipda Irwan mendapat informasi dari kepala RS Bhayangkara Palu dan Kabiddokkes Polda Sulteng, bahwa Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Drs. Rudy Sufahriadi memerintahkan jajaran kesehatan Polri untuk melaksanakan Bakti Sosial Kesehatan dalam rangka HUT Bhayangkara Polri ke-76. Yang mana, pelaksananya adalah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Saat audiensi yang pertama, karena Ipda Irwan adalah salah satu perwira di RS Bhayangkara, ia pun mendapat kepercayaan menjadi PIC untuk mengkoordinir pelaksanaan baksos ini. Ipda Irwan pun terbersit untuk juga mengikuti pengobatan pterygium.
“Saat itu saya langsung berpikir, oh ya ini satu momentum yang sangat tepat, apalagi ini teman-teman kami dari relawan Buddha Tzu Chi untuk wilayah Sulawesi Tengah sendiri kami ketahui bahwa memang sudah mendapatkan respon yang sangat positif. Dari (bantuan untuk korban) gempa, kemudian pascagempa, sampai kegiatan-kegiatan bakti sosial. Jadi saya berpikir pelayanannya pasti bagus, kenapa tidak saya manfaatkan,” ujarnya.
Apalagi lokasi bakti sosial berada di rumah sakit di mana ia bertugas, yakni RS Bhayangkara Palu. Ia pun tetap bisa bekerja sambil nanti di hari-H dapat menjalani operasi.
Sebelumnya Ipda Irwan telah beberapa kali menemui dokter mata, dan dijadwalkan untuk operasi. Namun karena tuntutan tugas, kadang sudah ditentukan jadwal operasi, tiba-tiba ia yang tak bisa datang. Begitu Ipda Irwan waktunya pas, dokternya yang tak berada di tempat.
“Jadi saya berpikir mumpung kegiatannya dilaksanakan di RS Bhayangkara, kemudian pelaksananya relawan (tim medis) Tzu Chi Indonesia, dokternya juga pasti hebat-hebat, jadi saya mengambil momentum ini,” katanya.
Merupakan Sebuah Kehormatan
Seorang relawan Tzu Chi membantunya mengenakan baju operasi.
Bagi Ipda Irwan, menjadi seorang koordinator sebuah kegiatan kemanusian, merupakan sebuah kehormatan dan kebanggaan karena ia bisa membantu sesama.
“Di sini banyak warga saya, banyak masyarakat dari daerah saya, yang saya bisa membantu. Memang banyak kendalanya karena kita harus menyiapkan banyak waktu terutama untuk memberikan informasi karena para peserta (baksos) rata-rata sudah lanjut usia,” kata Ipda Irwan dengan nada yang sedikit bergetar. Matanya berkaca-kaca.
Karena itu, tambahnya, ia harus ekstra sabar, sebisa mungkin informasi itu dimengerti oleh warga. Ipda Irwan pun selalu meluangkan waktu bahkan saat berolahraga pun atau bekerja, telepon selulernya selalu aktif. Ia juga selalu memantau di grup Whatsapp, jangan sampai ada informasi yang disalahpahami oleh para peserta bakti sosial.
“Saya sebagai anggota Polri mungkin saya bisa memberikan manfaat yang konkrit kepada masyarakat dengan bidang saya di kesehatan. Karena memang di Polri itu ada banyak bidang pekerjaan. Tapi inilah bidang kesehatan, saya bisa membantu warga melalui kegiatan ini,” ungkapnya.
Selain itu warga yang menjadi pasien dalam baksos ini, rata-rata merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan. Karena itu ia sangat paham penderitaan warga ini selama bertahun-tahun.
“Karena katarak dan pterygium ini yang saya ketahui adalah bukan penyakit yang tiba-tiba datang, trus tiba-tiba harus dilaksanakan operasi. Beda mungkin dengan penyakit-penyakit lainnya karena ini harus menunggu,” ujarnya.
Ipda Irwan bahkan kurang lebih 10 tahun ini melakukan kontrol mata tapi memang belum bisa dioperasi karena dengan berbagai macam pertimbangan medis. Salah satunya karena belum terlalu matang, juga karena usia yang masih di bawah 40 tahun.
Dokter Artha Latief, Sp.M mengecek kondisi mata Ipda Irwan pascaoperasi.
Ipda Irwan pun menjalani operasi pterygium pada Sabtu 25 Juni 2022. Operasi berjalan lancar tanpa kendala. Esoknya perban matanya pun dibuka.
Dokter Artha Latief, Sp.M yang mengecek kondisi mata Ipda Irwan saat pembukaan perban menjelaskan, dilihat dari bekas luka operasi pterygium pada Ipda Irwan, maka termasuk grade ke-3. Grade ke-3 ini biasanya sudah tebal dan biasanya kalaupun diangkat pasti terjadi baret atau abrasi pada kornea. Ini karena sudah mengakar pada korneanya. Jadi pada mereka yang sudah dioperasi pterygium, pasti matanya berair karena bekas operasi ada nyeri. Tapi hal tersebut wajar dan biasanya nyeri ini akan jauh berkurang dalam tiga sampai lima hari setelah operasi.
“Sementara matanya berair itu adalah refleks dari matanya karena ada luka di kornea itu. Itu refleks mengeluarkan air mata, tujuannya untuk membantu penyembuhan dan mengusir supaya jangan sampai ada kuman yang menempel di situ, itu wajar,” jelas dr. Artha Latief, Sp.M
Ipda Irwan pun merasa plong mendengar penjelasan dokter. “Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya buat tim relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang telah banyak membantu saya dan masyarakat. Semoga kedepannya kegiatan ini tetap akan dilaksanakan lagi karena antusias dari masyarakat masih banyak,” tuturnya.
Ipda Irwan menambahkan, dari sekian banyak jumlah pendaftar pada baksos pengobatan ini, hanya sekitar 70 persen yang lolos screening atau yang dapat menjalani operasi. Karena itu sampai saat baksos selesai pun masih banyak masyarakat yang menghubunginya dan menanyakan apakah masih bisa mendaftar. Karena itu juga Ipda Irwan sangat berharap Tzu Chi Indonesia dapat menggelar baksos kesehatan pengobatan katarak dan hernia lagi dengan jumlah peserta yang lebih banyak.
Editor: Metta Wulandari