Setelah sebelumnya di tahun 2016 menjalani operasi bibir sumbing pertama, Muhammad Rifa’i atau yang akrab disapa Fai kembali menjalani operasi kedua di Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-144 di Batam.
Hidup seringkali dirasakan kurang adil bagi orang-orang tertentu. Di satu sisi, kita melihat anak-anak lahir dalam keadaan sehat dan tanpa kekurangan jasmani. Di sisi lain, ada juga mereka yang dilahirkan dengan kondisi fisik yang tidak sempurna dan menuntut perjuangan yang berat dari mereka dan keluarganya.
Ira Ciptasari harus menerima takdir dengan ikhlas saat melihat kedua buah hatinya dilahirkan dengan kondisi bibir sumbing. Kondisi ini sudah tampak jelas pada usia ke-7 bulan kandungannya. Menghadapi kenyataan ini, Ira tidak pasrah menerima, dengan berbagai cara ia terus mencari jalan keluar (pengobatan) untuk anak-anaknya. Dan usaha itu terjawab, pada tahun 2016, Ira mendapat kabar akan adanya Baksos Kesehatan Tzu Chi di Batam. Tak menyia-nyiakan kesempat, Ira segera mendaftarkan kedua putranya, Muhammad Ibu Rasyd (saat itu berusia 1 tahun 4 bulan) dan Muhammad Rifa’i (saat itu berusia 6 bulan) untuk mengikuti operasi bibir sumbing gratis dari Tzu Chi Indonesia. Bersyukur, keduanya berhasil dioperasi oleh Tim Medis Tzu Chi Indonesia. Namun karena kondisi bibir sumbingnya cukup dalam (parah) maka diperlukan operasi lanjutan untuk menyempurnakannya.
Fai dan ibunya, Ira didampingi dokter untuk menunggu informasi hasil screening awal pasien Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-144.
Jalinan jodoh baik ini nyatanya terus terjalin. Pada tanggal 24 Agustus 2024, Ira dan Muhammad Rifa’i yang akrab dipanggil Fai kembali mengikuti Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-144 di Batam. Fai yang kini berusia 9 tahun, dengan penuh semangat duduk di antara calon pasien dengan tali gantungan kuning pertanda pasien bibir sumbing. Kali ini, Ira mendaftarkan Fai tanpa abangnya karena mengaku kesulitan menjaga dua anak jika dilakukan operasi secara bersamaan. Ia mengalami pengalaman buruk ketika sang abang yang terjatuh pasca operasi karena kewalahan dan kelalaiannya sehingga Rasyid kala itu mengalami luka pada tulang hidung.
Sebagai anak berusia 9 tahun, Fai terlihat sangat riang dan pemberani. Ketika ditanya cita-citanya, dengan cepat ia menjawab, “Tentara, agar bisa melindungi orang-orang.” Dengan spontan, terinspirasi oleh Wu Kong (Kera Sakti) sosok favoritnya yang berani memberantas penjahat. Dilingkungan sekitarnya, Fai dikenal sebagai "artis cilik" karena sering tampil dengan lagu dangdut di acara atau perpisahan sekolah. “Hobinya nyanyi, tapi pengucapannya kurang jelas, dengan kondisi seperti ini dia tidak mungkin sempurna kan, paling tidak, (jangan) mengurangi rasa percaya diri dia,” ujar Ira menyampaikan harapannya. Suara Rifai saat ini masih terdengar sengau, dan pelafalan yang belum pas juga menjadi penghambat di lingkungan sekolah. “Kadang di sekolah itu dia ngomong 2 - 3 kali baru gurunya mengerti,” terang Ira.
Fai yang semangat menunggu antrian operasi. Ia tidak takut ketika akan dioperasi.
Bibir sumbing juga mempengaruhi banyak aspek kehidupan sehari-hari Fai. Ia mengalami kesulitan saat makan dan minum karena tidak langit-langit di mulut. “Kalau makan kesedak gitu, dia keluar nasi dari hidungnya atau keluar air dari hidungnya. Kalau dia niup api atau lilin, dia harus tutup hidungnya satu. Minum pakai pipet juga hidungnya harus ditutup satu,” terang sang ibu.
Terlahir dengan kondiri bibir sumbing, Fai tentunya tidak sedikit menghadapi bully-an. Tetapi berbeda dengan yang lain, Fai tidak terlalu mempedulikan teman-teman yang mengejeknya. “Kalau diejek, adiknya (Fai) masa bodoh, kalau abangnya (Rasyid), pulang nangis. Pernah dia kelas 2 sekolah dasar itu, (dia bilang), 'Ma pindah sekolah ya, abang diejek sumbing’,” kata Ira sedih.
“Abangnya sampai detik ini kelas 4 SD ke sekolah masih pakai masker. Dia malu, dia selalu nanya, ‘kapan Ma diperbaiki (operasi) Ma’?” Mendengar pertanyaan ini, Ira merasa sangat sedih, tetapi ia selalu memberi nasihat pada anaknya, “Kadang-kadang saya beri nasihat seperti ini, ‘abang di luar sana, selain bibir sumbing, bahkan mereka ada yang cacat nggak punya tangan, gitukan, yang ga punya kaki, tapi mereka ada prestasi’,”
Fai dibawa relawan Tzu Chi ke ruang pemulihan usai menjalani operasi kedua yang memperbaiki langit-langit di mulutnya.
Ujian Hidup dan Harapan Baru
Sebagai orang tua tunggal (single parent), Ira harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia dan kedua anaknya. Ia bekerja shift sore di kedai kopi, kadang menjadi kurir untuk antar barang dengan upah 10 ribu rupiah/ barang, dan menyetrika baju ke rumah-rumah orang untuk menambah penghasilan.
Karena keterbatasan kemampuan ekonomi, dan kesulitan membayar BPJS karena mengutamakan biaya sekolah anak, Ira selalu mencari informasi tentang baksos kesehatan operasi bibir sumbing. Ia sadar perlu adanya beberapa operasi lanjutan untuk kedua putranya, dan ini memerlukan biaya operasi yang besar. Harapan satu-satunya ada pada baksos kesehatan gratis. “Jangankan mau bayar BPJS ya, untuk kehidupan sehari-hari saja sulit kan, dengan adanya baksos kesehatan ini dampaknya besar sekali untuk kita yang ekonomi ke bawah ini, sangat membantu,” ungkapnya.
Dr. Nungki Ratna Martina, Sp.BP menyampaikan jika bibir sumbing tidak hanya pengaruh pada penampilan namun juga fungsi bicara dan pendengaran. Karena itulah perlu ditangani secara maksimal.
Jalinan jodoh baik untuk kedua kalinya bagi warga Tanjung Pinang ini berasal ketika Fai bersama sang Ibu datang menjenguk kakeknya yang sedang sakit di Batam bulan Juli 2024 lalu. Karena tiba-tiba terkena campak, Fai dibawa ke Puskesmas Lubuk Baja dan Ira melihat kabar akan adanya kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi di Batam. Ia merasa sangat senang karena ini merupakan kesempatan emas yang sudah ia tunggu selama bertahun-tahun.
Sehari sebelum screening, Ira harus melintas kota dengan motor miliknya dan kapal roro dari Tanjung Pinang untuk menghemat ongkos transportasi ke Batam. Perjalanan yang ditempuhnya kurang lebih 2 jam ternyata tidak membuahkan hasil yang baik, ia harus menunggu hasil keputusan terakhir oleh dokter anak yang akan diinfo di kemudian hari.
Sepulangnya di Tanjung Pinang, ia sangat gelisah sambil menunggu kabar dari baksos kesehatan ini. “Jam 10 pagi saya dapat telepon dari dokternya bahwa bisa dioperasi dan jam 1 ngumpul, hari Jumat memang sengaja ga saya sekolahin karena niatnya mau berangkat apa ngga. Kondisi rumah saya seperti kapal pecah, saya nggak ada pegang duit, sampai saya dibekalin nasi, ngga sempat saya sarapan. Terakhirnya pas lagi dua suap tiga suap, kapal uda mau berangkat,” katanya pilu mengingat perjuangan tersebut.
Sehari pasca operasi, Ira dan Fai di ruang pemulihan bersiap untuk pulang ke Tanjung Pinang. Selama di Batam Ira dan Fai mendapat fasilitas penginapan dari relawan Tzu Chi Batam.
Tanggal 31 Agustus 2024 adalah hari yang ditunggu-tunggu, jam 9 pagi Ira tiba di Rumah Sakit Budi Kemuliaan bersama Fai. Untuk persiapan operasi, Fai diharuskan puasa, melihat itu, Ira juga berencana menemani sang buah hati untuk puasa dan tidak makan menjelang operasi. Meski menunggu antrian, Fai tampak sangat semangat, ia tidak takut dengan operasi ini. Operasi Fai berlangsung dengan lancar. Setelah menunggu sekitar dua jam, sang ibu akhirnya menyambut kedatangan Fai yang setengah sadar setelah menjalani bius total. Fai harus menjalani rawat inap selama sehari pasca operasi untuk pemulihan.
Keberhasilan operasi ini tidak lepas dari peran dr. Nungki Ratna Martina, Sp.BP, dokter bedah plastik yang menangani prosedur tersebut. Awalnya, Fai hanya direncanakan untuk menjalani operasi perbaikan bibir sumbing. Namun, berkat jodoh yang baik, dr. Nungki Ratna yang sebelumnya berhalangan hadir akhirnya bisa bergabung dan melakukan operasi untuk memperbaiki langit-langit Fai. “Hari ini bertepatan dengan seminar besar dengan bedah plastik, tapi saya usahakan bisa bantu acara baksos kesehatan hari ini. Walaupun last minute saya harus ganti jadwal dan sebagainya, tapi saya merasa senang bisa membantu, meluangkan waktu untuk bisa hadir di baksos kesehatan ini,” kata dr. Nungki Ratna.
Keesokan harinya tanggal 1 September, Fai sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan kembali ke Tanjung Pinang. Ira sangat bersyukur atas bantuan bakti sosial ini dan berharap bisa ikut serta kembali dalam dua tahun mendatang jika ada kesempatan untuk operasi putra sulungnya “Kalau saya pribadi mungkin tak akan mampu ya, karena ada baksos ini saya terima kasih yang sebesar-besarnya,” ungkapnya dengan penuh rasa syukur.
Fai dan kakaknya (menggunakan masker). Fai cenderung sosok yang pemberani, sementara sang kakak lebih pemalu dan selalu mengenakan masker ketika bersekolah.
Seperti yang disampaikan dr. Nungki Ratna, dampak bibir sumbing pada anak tidak hanya terlihat dari aspek penampilan, tetapi juga mempengaruhi fungsi bicara dan pendengaran. Operasi yang dilakukan pada Fai tidak hanya memperbaiki penampilan fisiknya, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada fungsi bicara, pendengaran, dan kepercayaan dirinya.
Menurut Ira, memiliki fisik yang sempurna adalah “berkah” istimewa bagi keluarga mereka. Mereka harus berjuang lebih keras dibandingkan orang pada umumnya untuk mencapai kondisi fisik yang dianggap normal. Perjuangan ibu tunggal ini tidak hanya sampai di sini. Namun, dengan adanya bakti sosial kesehatan Tzu Chi ini, upaya sang ibu untuk anak-anaknya yang mengalami bibir sumbing terasa lebih ringan.
Baksos Kesehatan Tzu Chi merupakan jalan dan harapan bagi keluarga seperti Ira yang mengalami keterbatasan dalam ekonomi dan pengobatan. Operasi bibir sumbing bukan hanya sekadar memperbaiki penampilan, melainkan juga sebuah kesempatan, kesempatan untuk diperlakukan setara, kesempatan untuk diakui, dan kesempatan untuk dapat meraih cita-cita.
Editor: Hadi Pranoto