Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-96: Memperdalam Akar Tzu Chi Bali
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
|
| ||
Dengan kondisi pariwisata yang sangat menunjang, seharusnya kesejahteraan masyarakat Bali tidak perlu diragukan, namun kenyataannya kesenjangan sosial banyak ditemukan di bagian-bagian tertentu dari wilayah Bali. Di daerah-daerah tujuan pariwisata juga masih banyak ditemukan warga yang tergolong tidak mampu. Ini dikarenakan kesejahteraan sosial yang tidak merata. Ditambah lagi, banyak sekali warga pendatang yang tinggal di Bali tetapi tidak mendapat pelayanan kesehatan seperti masyarakat yang memiliki KTP Bali yang mendapatkan program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandira). Berkaitan dengan hal tersebutlah, Tzu Chi Bali yang kini telah berusia 10 tahun ingin bersumbangsih pada warga melalui sebuah kegiatan bakti sosial kesehatan Tzu Chi ke-96 yang bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Bali. Sudah saatnya akar Tzu Chi Bali lebih diperkuat dengan menjalankan sebuah kegiatan yang mana diperuntukkan kepada masyarakat dalam skala yang besar. Dana yang dihimpun dari donatur Bali hendaknya dikembalikan kepada Bali dengan menolong masyarakat yang kurang mampu. Di samping itu, ini menjadi sebuah momentum yang tepat untuk merekrut Bodhisatwa dunia yang baru agar Tzu Chi lebih berkembang di Bali. Baksos ini diselenggarakan pada 21-22 Desember 2013, di RS. Bhayangkara, yang menangani 35 pasien katarak, 15 pasien pterygium, dan 1 pasien entropion. Leo Samuel Salim Shixiong yang merupakan koordinator kegiatan baksos ini mengemukakan bahwa Ia merasa amat bersyukur karena akhirnya Tzu Chi Bali dapat berbagi dengan masyarakat luas dan mengibarkan bendera Tzu Chi. Ia juga mengungkapkan bahwa dibanding kota-kota lainnya, Bali termasuk kota yang sedikit menerima pasien. Hal ini karena budaya masyarakat yang nerimo (menerima apa adanya) dan menganggap penyakit merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, sehingga mereka mensyukuri saja apa yang diberikan. Selain itu mereka juga lebih sering memeriksakan kesehatannya ke paranormal daripada ke dokter. Namun Tzu Chi Bali tentunya tetap memberikan apa yang mereka butuhkan, yaitu penyembuhan dari penyakit mata.
Keterangan :
Dalam melaksanakan kegiatan baksos ini, relawan Tzu Chi Bali mendapat banyak dorongan dari berbagai pihak, selain pihak Kepolisian Daerah yang meminjamkan tempat berupa dua ruang operasi dan bererapa fasilitas penunjang di Rumah Sakit Bhayangkara, Denpasar. Tzu Chi Bali juga mendapatkan dukungan dari para pemuda Vihara Buddha Dharma, Seminyak Bali. Sejak screening yang dilangsungkan pada 14-15 Desember lalu, mereka selalu menyempatkan hadir untuk membantu relawan menyiapkan kegiatan Baksos hingga kegiatan berakhir. Melihat antusias dari relawan baru yang datang membantu, Leo Shixiong memberikan apresiasi yang luar biasa untuk mereka. “Ibaratnya mereka masih sangat sedikit mengenal Tzu Chi, namun mereka sudah mau untuk ikut dan tergerak melakukan kebajikan. Mereka datang dengan sukarela dan sukacita untuk berbagi. Mereka hari ini juga merasakan hal yang baru yang mungkin sebelumnya belum pernah mereka lakukan,” ujarnya. “Semoga dengan semangat bersama kita tetap dapat melaksanakan kegiatan-kegitan Tzu Chi dengan berkesinambungan,” tambahnya. KBP dr. Felix Sangkalia, MS., Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Bali juga berujar dan menyambut baik adanya baksos ini. “Luar biasa, sangat positif karena kegiatan ini adalah kegiatan sosial yang memberikan pelayanan gratis pada masyarakat. Tentunya apabila ada hal yang memberikan efek positif bagi masyarakat, kami selalu akan menyambut baik, dan semoga kegiatan ini terus berlanjut hingga tahun-tahun berikut,” ungkapnya. Senyuman Terindah Mak Lemok Berulang kali dia mengatakan bahwa Ia tidak takut untuk operasi karena ia ingin sembuh secepatnya. Namun kata-kata itu saja tidak cukup untuk membuat tensinya turun. Relawan kemudian melakukan berbagai cara agar membuat mak Lemok melupakan ketegangan pikirannya. Awalnya mereka mengajak mak Lemok bernyanyi bersama, ajakan ini disambut ceria olehnya, namun Ia menolak untuk memerdengarkan suaranya. Cara kedua; relawan mengajaknya untuk berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, sembari berjalan-jalan mereka terlihat berjoget dan tertawa riang. Tangannya memegang erat tangan relawan, sedangkan badannya melenggok ke kanan dan ke kiri, sesekali mereka berbincang dengan bahasa Bali. Pemandangan itu membuat saya ternyuh mengingat mak Lemok kini hidup sendiri tanpa keluarganya.
Keterangan :
Mak Lemok sendiri merupakan salah satu penghuni Panti Sosial Tresna Werdha di kota Denpasar. Sebenarnya tinggal di panti sosial bukanlah keinginannya, namun apa daya, di usianya yang sudah menginjak senja ia sudah susah untuk hidup mandiri lagi. Ia hanya mempunyai satu anak perempuan yang sekarang telah menjadi suami orang. Karena memegang adat Bali yang teguh, anak perempuannya mengikuti sang suami dan meninggalkan keluarga ibunya. Sedangkan suami mak Lemok sudah lama telah tiada. Katarak di mata mak Lemok sendiri sudah lama dideritanya, namun hanya pasrah yang bisa Ia lakukan. Lima setengah tahun yang lalu, mak Lemok datang sendiri ke Panti Sosial tempatnya sekarang tinggal. “Sudah tidak bertemu anak,” begitu ucapnya. I Wayan Suanta, Petugas panti yang mengantarnya juga menuturkan bahwa yang mereka butuhkan bukanlah materi yang berlimpah, namun perhatian dan kasih sayang dari sanak saudara lah yang membuat mereka selalu bahagia. Maka dari itu, para lansia ini mencari perhatian sendiri ke panti. “Kalau di panti, setiap ada tamu, semua penghuninya pasti keluar. Walaupun tamu yang datang bukan merupakan keluarga mereka, mereka semua tetap ikut keluar. Dengan ada tamu yang datang saja mereka merasa senang, karena diperhatikan oleh orang lain,” ujarya. Hal ini sangat terlihat ketika mak Lemok berberbincang bersama relawan. Mereka saling memerhatikan, bercerita, tertawa, bagai keluarga sendiri. Kehangatan inilah yang akhirnya membuat tensi darah mak Lemok menurun setelah 4 kali melakukan pemeriksaan. Ia kemudian menjalani operasi dengan lancar. Keesokan harinya saat Ia kembali datang, senyumnya tak berkurang dari hari sebelumnya, malah hari ini kian lebar. Saat saya bertanya apakah Ia merasa sakit, dengan tegas Ia menjawab tidak. Hasil operasinya pun bagus. Semoga saja dengan apa yang sudah Ia lalui, Ia masih dapat menjalani hidupnya dengan penuh senyuman seperti apa yang terlihat sekarang dan saat membuka perban matanya nanti, Ia akan dapat kembali melihat warna-warni yang cerah di usianya yang senja. | |||
Artikel Terkait
Pascakebakaran di Kramat V
03 Juni 2011Bantuan Paket Cinta Kasih untuk Warga Percut Sei Tuan
28 Desember 2022Tzu Chi Medan kembali mengadakan pembagian paket sembako untuk warga prasejahtera di Kec. Percut Seituan, Medan. Paket cinta kasih berisi @10 Kg beras, dan 1,8 liter minyak goreng.