Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.1)
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Metta Wulandari, Teddy Lianto Dengan penuh sukacita relawan Tzu Chi memberikan bantuan beras kepada warga Desa Tarimbang, Sumba Timur, NTT. |
| ||
Aku memberanikan diri untuk menghampiri. Ternyata, suara-suara itu disebabkan oleh Salim Shixiong, relawan Tzu Chi yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan, dan masakan lain untuk bekal di perjalanan nanti, bagi relawan Tzu Chi yang akan membagikan beras di beberapa desa di daerah Waingapu, Nusa Tenggara Timur. Beberapa menit kemudian, para relawan Tzu Chi yang tidur di ruang tengah mulai terbangun. Mereka segera bersiap diri sebaik mungkin, mengingat tugas yang mereka emban tidaklah ringan. Kedua belas relawan itu dibagi menjadi enam tim, masing-masing tim terdiri dari dua orang relawan, dua orang dari Dinas Sosial dan dibantu dua orang dari Tim Tagana (Taruna Siaga Bencana). Hanya 3 tim yang akan pulang kembali pada hari ini, sisanya akan menginap di rumah penduduk yang terdekat dengan desa yang akan dibagikan beras keesokan harinya, mengingat jarak antara desa yang dituju dengan mesBupati Sumba Timur cukup jauh, lebih kurang 100 KM. Pukul 05.30 WITA, rombongan Tim I mulai bergerak menuju tempat pembagian beras pertama, Desa Tarimbang, Kecamatan Tabundung, Waingapu. Sepanjang perjalanan, hamparan sabana terlihat begitu indah memanjakan mata, ditambah dengan barisan pegunungan yang seakan tertata rapi membentuk barisan. Tiada kata lain yang dapat mewakili bagaimana indahnya pemandangan yang terpampang di depan kami, selain betapa kayanya alam Indonesia. Selang beberapa menit, pemandangan berubah 180 derajat dari semula karena kami telah memasuki kawasan hutan menuju desa yang kami tuju. Jalan berkelok dengan batu kapur menjadi alasnya. Tanjakan dan turunan terjal mencapai sudut 45 derajat menjadi pemandangan selanjutnya. Sempat ada kekhawatiran dan rasa takut yang merayap di hati kami, namun rasa itu seakan sirna saat melihat semangat dan perhatian para relawan pada tim kami.
Keterangan :
Tak lama-lama kami menikmati rasa takut dengan medan yang sedang kami lewati, karena selanjutnya kami disibukkan dengan pemandangan sekitar. Rumah yang satu dengan yang lain memiliki jarak yang cukup jauh. Melihat rumah yang berdindingkan papan, beratap jerami dan tiadanya listrik berbanding terbalik dengan susunan perumahan di perkotaan yang saling berhimpitan, berbilik semen, berlantai keramik dan atap dari genteng dan baja ringan. Keadaan ini membuat kami teringat dengan bagaimana seharusnya rasa syukur selalu tertanam dalam diri kami. Dibanding dengan apa yang kita miliki sekarang, begitu banyak warga yang kurang beruntung. Warga pegunungan tidak memiliki penghasilan yang tetap, karena mereka hanya mengandalkan sektor pertanian yang sering dilanda kegagalan, selain itu akses transportasi maupun komunikasi juga sangat terbatas. Warga di sekitar gunung ini tidak dapat turun setiap saat ke kota, karena kondisi jalan yang rusak dan jarak yang sangat jauh, yaitu lebih kurang 88 KM, atau sekitar 4,5 jam perjalanan. Tebaran Cinta Kasih Bersambung ke Bagian 2. | |||