Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.2)

Jurnalis : Metta Wulandari, Teddy Lianto, Fotografer : Metta Wulandari, Teddy Lianto
 
 

fotoWarga Desa Tarimbang hidup serba kekurangan karena fasilitas yang kurang memadai. Setiap butir beras yang dihantarkan Yayasan Buddha Tzu Chi diterima dengan penuh sukacita.

Kedatangan para relawan mendapat sambutan hangat dari kepala desa dan juga camat setempat yang turut ikut serta dalam pembagian beras cinta kasih ini. Dalam sambutannya, Camat mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah kesekian kalinya memberikan bantuan kepada warga Sumba Timur. Tercatat sembilan dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Tabundung, telah mendapatkan bantuan beras cinta kasih oleh Tzu Chi, termasuk Desa Tarimbang. Beliau juga mengingatkan tanggung jawab setiap warga untuk dapat memulai hidup dengan tidak bermalas-malasan.

 

“Tentu saja beribu terima kasih yang harusnya kami ucapkan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah kesekian kalinya membantu warga kami. Namun bagi warga yang mendapatkan beras, jangan malah menambah rasa kemalasan karena merasa telah begitu mudah memperoleh bantuan. Sebaliknya, bantuan ini harus menjadi cambuk penyemangat kita untuk selalu berusaha dan menghilangkan kemalasan kita,” ujar Camat.

Seperti halnya Desa Tarimbang, para warga yang tinggal di sana rata-rata bertani jagung, jambu mete, vanili atau pinang. Selain itu, kebanyakan para pemuda di desa tidak memiliki penghasilan tetap. Para penduduk desa juga masih menggunakan minyak tanah untuk kegiatan memasak. Karena harga minyak tanah di desa cukup mahal mencapai Rp7.000/liter, sedangkan harga minyak tanah di kota sekitar Rp3.000/ liter, maka mau tidak mau warga harus menggunakan jasa otto (kendaraan umum berupa truk yang memuat warga) untuk pergi ke kota dan membeli minyak tanah. Ongkos untuk pergi menggunakan otto ke Kota Waingapu sebesar Rp 30.000 dan balik kembali dengan harga yang sama, jadi totalnya 60.000 rupiah. Satu kali perjalanan pergi dan kembali ke desa memakan waktu 8-9 jam. Dalam sehari mereka telah menghabiskan waktunya di perjalanan. Kegiatan ini terus dilakukan tiap harinya oleh penduduk di Kecamatan Tabundung. Minimnya sarana listrik, air, dan pengobatan memperparah kondisi penduduk. Para warga yang tinggal di atas gunung harus menempuh jarak sekitar 20–25 Km untuk pergi berobat, itupun masih dengan standar Puskesmas. Bila penyakit yang diderita cukup parah maka mereka harus pergi ke kota, terlebih peralatan medis di rumah sakit umum masih cukup terbatas.

Anak-anakku Calon Sarjana
Olimpas B. Ndjupa, ibu dari 4 orang anak ini adalah salah satu penduduk setempat yang datang untuk menerima beras Cinta Kasih. Olimpas adalah satu dari sekian banyak warga Kecamatan Tabundung yang telah kenyang menerima penderitaan. Pada tahun 2005, suami tercintanya terkena penyakit di mana di sekeliling lehernya tumbuh daging. Karena keterbatasan biaya, Olimpas  meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kecamatan dan membawa sang suami berobat ke rumah sakit terdekat. Namun dengan minimnya peralatan, Olimpas disarankan oleh petugas untuk membawa suaminya ke Surabaya untuk melakukan operasi. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, sang suami menghembuskan napas terakhirnya beberapa bulan kemudian.

Sepeninggal suami tercinta, Olimpas harus menggantikan suami menjadi kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Memang bukan suatu hal yang mudah, tetapi karena tuntutan kehidupan, mau tidak mau Olimpas harus membanting tulang, karena anak-anaknya masih memerlukan biaya untuk pendidikan. Setiap pagi Olimpas harus bangun pagi-pagi sekali, pergi ke kebun jagungnya untuk merawat dan memberikan pupuk. Setelah selesai mengurus tanaman, Olimpas juga harus buru-buru kembali ke rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya yang akan pergi ke sekolah. Kegiatan ini telah menjadi suatu rutinitas bagi dirinya. Sejak ia menikah, bertanam jagung merupakan hal yang biasa. Oleh karena itu tanpa mengeluh, ia lakukan semua ini demi kebahagiaan para buah hatinya.

foto   foto

Keterangan :

  • Untuk mencapai lokasi pembagian beras di Desa Tarimbang, para relawan Tzu Chi harus menempuh perjalanan yang jauh dengan medan yang berat (kiri).
  • Sebelum beras dibagikan, relawan Tzu Chi dan aparat desa setempat menandatangani berita acara serah terima beras (kanan).

Olimpas yang tinggal di dusun Praikaruku ini berusaha keras agar kehidupan anak-anaknya tidak susah seperti dirinya. Oleh karena itu, dengan cara apapun, ia terus berkarya. Usahanya yang keras dan tanpa kenal lelah membuahkan hasil, anak pertama dan keduanya dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan anak ketiga serta bungsunya masih bersekolah di Sekolah Dasar. Ini merupakan suatu hal yang langka. Rata-rata pendidikan anak para penduduk di atas gunung hanya hingga tingkat SD atau SMP. Suatu kebanggaan sendiri bagi Olimpas. Kelak pendidikan yang digapai oleh anak-anaknya di universitas memungkinkan mereka untuk hidup dengan lebih layak.

Dari pukul 09.00, ia meninggalkan rumah dengan menitipkan kedua anaknya yang masih kecil kepada tetangga sebelah dan mulai berjalan kaki menuju rumah Kepala Desa Tarimbang. Selama satu jam lamanya ia berjalan kaki menuju rumah kepala desa yang berjarak 2 KM dari tempat tinggalnya. Rasa senang muncul di dalam hati ketika melihat banyak orang telah berkumpul untuk mengambil beras cinta kasih Tzu Chi. Bukti bahwa ini bukanlah hanya isapan jempol belaka.

Dengan adanya bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi, asupan gizi untuk anak-anak dan pengeluaran untuk beli beras bisa ditabung. “Puji syukur kepada Tuhan. Ini adalah berkat dari Tuhan. Biasanya, setiap hari makan nasi jagung. Dengan adanya beras ini bisa mengurangi pengeluaran selama 25 hari,” jelas Olimpas dengan penuh rasa bahagia.

Selesai.

 

  
 

Artikel Terkait

Inspirasi untuk Sesama

Inspirasi untuk Sesama

27 September 2011 Dalam kunjungan kasih ini para relawan memberikan bingkisan makanan, selimut, serta berdoa untuk kesembuhan pasien. Tak hanya itu saja, para relawan pun selalu berinteraksi dengan pasien, seperti memberikan dukungan moril, bercanda ria, dan menampilkan gerakan isyarat tangan (shou yu).
Pengaruh Gadget dalam pertumbuhan emosi anak

Pengaruh Gadget dalam pertumbuhan emosi anak

21 Agustus 2017
Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan  mengundang Irene F. Mongkar, pakar praktisi pendidikan dan pemerhati anak. Materi yang disampaikannya tentang pengaruh gadget terhadap pertumbuhan emosi anak memberikan inspirasi bagi orang tua yang hadir dalam seminar ini.
Baksos Pembagian Beras: Bersumbangsih untuk Masyarakat

Baksos Pembagian Beras: Bersumbangsih untuk Masyarakat

12 Januari 2015 Memeringati Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Tebing Tinggi kembali mengadakan Baksos Pembagian Beras kepada 2.100 keluarga kurang mampu di Kecamatan Bajenis, Kota Tebing Tinggi.
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -