Baksos NTT: Kehidupan Boleh Keras, Hati Tetap Lembut (Bag. 2)
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya
|
| |
Meski sudah berobat ke rumah sakit, tempurung kepala Markus tetap saja sulit untuk menutup dengan sempurna. Sempat bersekolah hingga kelas 1 SD, Markus akhirnya mengundurkan diri dan tak melanjutkan sekolah. “Kalau baca bisa, tapi kurang lancar,” kata Markus. Meski memiliki kekurangan, Markus tetap menjadi anak yang produktif. Setidaknya itu dibuktikan dengan bekerja di pemilahan sampah daur ulang milik salah seorang tetangganya. Pekerjaan itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan, sehingga Markus pun bisa membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Banyak orang bilang, kepala tidak bisa sembuh, ya tidak apa-apa, yang penting kan kaki tangan bisa bergerak cari uang,” ujarnya. Tapi, kemalangan kembali menimpanya, sejak 3 bulan lalu Markus terkena stroke. Kaki dan tangan bagian kanannya tak lagi bisa digerakkan. Alhasil, sejak itu Markus pun tak lagi bekerja, dan tugas mencari nafkah utama kembali jatuh ke pundak Joblina, sang ibu.
Keterangan :
Joblina sendiri memiliki 6 orang anak, namun 3 diantaranya meninggal karena sakit. Tiga anak yang tersisa bernama Daniel Yohanes, Andriana Yohanes, dan si bungsu Markus Yohanes. Daniel saat ini merantau ke Kalimantan dan bekerja sebagai tukang bangunan, sementara Andriana sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di daerah lain di Sumba Timur. Daniel sejak 5 tahun lalu merantau sampai saat ini belum pernah pulang ke kampong halaman, sementara kehidupan Andriana pun tak cukup mapan untuk membantu kehidupan ibu dan adiknya. Segala pekerjaan pun dijalani Adriana, mulai dari mencari ikan di laut (karang), membuat garam, sampai menjadi penyadap pohon nira (pohon aren). “Kerja apa aja, kadang dapat ikan kecil atau kerang, ditukar sama beras,” tutur Joblina. Meski yang dijalaninya sangat keras, namun tak sampai melarutkan kelembutan hati dan keramahannya. Beberapa kali ia meminta maaf karena tak bisa menyediakan tempat duduk untuk kami berdua. Sejak kepergian sang suami Yohanes Birawadan yang meninggal akibat stroke pada tahun 2001, Joblina memang menjadi orang tua tunggal dengan fungsi ganda – ibu sekaligus pencari nafkah keluarga. Menerima bantuan beras dari Tzu Chi seolah menjadi anugerah tersendiri bagi Joblina dan Markus. “Bisa untuk makan sebulan,” ujarnya. Seringkali karena tak ada uang, Joblina dan putranya harus menahan lapar dan hanya makan 1 hari sekali. Hanya kemurahan hati para tetangganya yang sedikit lebih baik kehidupannya membuat Joblina dan putranya tak harus berpuasa. “Terima kasih, senang, terharu saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Siang itu pula Joblina langsung memasak nasi untuk ia dan Markus. Dengan sedikit garam, beras cinta kasih Tzu Chi ini pun menjadi hidangan yang cukup lezat bagi keduanya.
Keterangan :
Cerita kami tentang kehidupan Joblina dan kondisi Markus ini pun akhirnya menarik perhatian relawan Tzu Chi, yakni Rudi Suryana dan Hok Lay. Dengan keramahan dan sikap yang bersahabat, Markus pun akhirnya mau membuka kelambu yang menyelubungi papan kayu tempat tidurnya. Relawan pun memberikan semangat dan memotivasi kepada Markus untuk tetap bersemangat menjalani kehidupannya. “Tangannya harus selalu digerak-gerakkin setiap hari, supaya tidak kaku,” kata Hok Lay. Markus pun dengan lancar selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari relawan yang menghiburnya. Dengan kondisi yang dijalaninya saat ini, Markus sama sekali tak merasa marah ataupun dendam kepada sang kakak yang karena “lalai” telah menyebabkan hidupnya tak sama seperti anak-anak sebayanya. Sebuah pelajaran berharga telah diberikan oleh pemuda ini. Markus tak pernah menyalahkan sang kakak ataupun siapapun atas kondisinya saat ini, semua ia anggap sebagai ujian dari Yang Maha Kuasa. “Buat apa marah,buat apa dendam, tidak ada untungnya,” tandas Markus. Selesai |
Artikel Terkait

Kacamata untuk Warga Dayak Kenyah
03 Desember 2012 Selama 4 hari kegiatan yang terhitung sejak 20 hingga 23 November 2012, sebanyak 63 relawan Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas telah melayani 1.318 warga masyarakat yang membutuhkan bantuan kacamata di kecamatan.
Training Relawan: Tekad Bersumbangsih di Jalan Tzu Chi
11 April 2013 Ada yang berbeda dan istimewa di Pelatihan Relawan Yayasan Tzu Chi Indonesia kali ini. Yang membuatnya istimewa adalah kedatangan para biksuni dan para Shixiong-Shijie dari Taiwan untuk memberikan materi selama pelatihan.Menyebarkan Kebajikan di Kalangan Milenial
30 Agustus 2017Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan pelatihan relawan baru, Minggu, 27 Agustus 2017. Pelatihan ini banyak diikuti oleh para pelajar. Para generasi milenial ini pun senang karena mendapatkan banyak pengetahuan baru, dan juga inspirasi.