Baksos NTT: Secercah Cahaya (Bag. 2)

Jurnalis : Metta Wulandari, Teddy Lianto, Fotografer : Metta Wulandari, Teddy Lianto
 

fotoNdada Lumbur, salah satu penerima bantuan, berjalan membawa beras di atas kepala ke rumahnya yang berjarak sekitar 500 meter.

Besarnya biaya perbulan mengharuskan Rangi dan Ndada  mencari alternatif lain untuk menambah pendapatan mereka. Terpikirkanlah untuk berternak sapi.  Mereka membeli sapi yang masih kecil, lalu mereka pelihara dan kembangbiakkan. Bila ada anak sapi yang lahir sehat dan kuat maka mereka  dapat memiliki penghasilan tambahan sebesar Rp. 8 juta rupiah. Itu pun harus menunggu  hingga sapi tersebut dewasa (usia 4 tahun) baru bisa dijual.

 

Biasanya per bulan mereka mendapat bantuan biaya dari pemerintah. Kini mereka harus berbesar hati menerima keputusan baru untuk tidak menerima bantuan lagi karena pemerintah setempat menetapkan peraturan baru jika dalam satu keluarga memiliki sapi lebih dari 2 dan kendaraan bermotor maka mereka tidak boleh mendapatkan bantuan dari pemerintah lagi. Dengan tabah mereka menerima keputusan itu dan menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Ndada dan Rangi merasa dengan adanya bantuan beras dari Tzu Chi, seperti secercah harapan yang timbul untuk mereka.

Cinta Kasih yang Menyapa
Matahari sedang mencapai puncaknya ketika Ndada memutuskan untuk menyiapkan makanan bagi keluarganya. Tak sungkan dia langsung membuka tali pada karung yang membungkus beras cinta kasih Tzu Chi. “Memasak untuk bapak,” ujarnya. Tak tahu berapa lama keluarga ini tidak merasakan bagaimana manisnya nasi, mereka lebih sering makan nasi jagung karena bertani padi tidaklah mudah mengingat iklim yang tidak lagi bersahabat. “Jagung lebih mudah dan lebih jarang terserang hama daripada padi,” ceritanya. “Tahun lalu kami menanam padi, tapi selalu gagal karena hama yang menyerang. Entah tikus, belalang atau bahkan wereng ditambah iklim yang tidak tentu, musim hujan kebanyakan air, sedangkan musim kemarau kami kekeringan,” tambahnya. Kalau sudah begitu, keluarga Ndada lebih sering memutuskan membeli beras di toko dengan uang seadanya, beras di daerah ini dijual dengan harga Rp 8000/kg.

foto   foto

Keterangan :

  • Bagi Ndada, beras cinta kasih ini memberikan pelajaran bagi setiap warga bahwa cinta kasih itu seperti halnya udara yang dapat dihirup oleh siapa saja (kiri).
  • Perjuangan mencari nafkah harus dihadapi Ndada Lumbur untuk memenuhi kebutuhan 4 orang anaknya (kanan).

Jagung memang menjadi makanan pengganti nasi di daerah ini. Jagung yang telah dipanen kemudian dikeringkan hingga nantinya akan dengan mudah dipipil (dipisahkan dari bonggolnya). Tidak cukup sampai di situ, jagung hasil pipilan (biji jagung) kemudian ditumbuk dengan batu yang menghasilkan tekstur kasar. Jagung masih harus di mol (digiling) hingga menjadi lebih halus dan kemudian baru bisa dimasak manjadi nasi jagung.

Beras ini begitu banyak artinya bagi setiap keluarga yang mendapatkan. Bagi Ndada, beras cinta kasih ini merupakan beras yang tidak hanya akan bermanfaat karena membantu keluarganya dan warga lain yang sedang mengalami kesulitan pangan, namun juga akan memberikan pelajaran bagi setiap warga bahwa cinta kasih itu seperti halnya udara yang dapat dihirup oleh siapa saja tanpa perlu mengeluarkan biaya, bagai matahari yang sinarnya tidak akan memilih bagian mana yang akan mendapatkan kehangatannya. “Terima kasih telah membantu kami,” ucapnya singkat namun dapat memenuhi relung hati para relawan karena bantuan ini benar-benar berguna.

Selesai.

  
 

Artikel Terkait

Gempa Palu dan Lombok: Bantuan Bagi Korban Gempa di Palu dan Lombok

Gempa Palu dan Lombok: Bantuan Bagi Korban Gempa di Palu dan Lombok

05 Oktober 2018

Mendengar kabar duka gempa berkekuatan 7,4 skala Richter diikuti tsunami yang melanda Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat petang (28 September 2018), keesokan harinya relawan Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi segera berkoordinasi untuk bergerak memberikan bantuan. Proses pemberian bantuan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kepada para korban bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala terus dilakukan sejak keberangkatan relawan kloter pertama (1 Oktober 2018) yang memberikan bantuan di Makassar, Sulawesi Selatan maupun relawan kloter kedua (2 Oktober 2018) di Palu, Sulawesi Tengah.

Tiga bulan sebelumnya, gempa bumi berkekuatan 6,4 SR juga mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 29 Juli 2018 dan menimbulkan korban jiwa, dan ratusan orang luka-luka, serta merusak ribuan rumah di wilayah Lombok Timur dan Lombok Utara. Atas kejadian tersebut, Tzu Chi Indonesia memberikan bantuan langsung kepada para korban luka berat gempa Lombok berupa santunan biaya hidup.

 

Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh: Tim Dapur Tzu Chi Center yang Luar Biasa

Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh: Tim Dapur Tzu Chi Center yang Luar Biasa

07 Desember 2021

Kesuksesan program Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh memang tak lepas dari peran Tim Konsumsi yang digawangi Apit Utomo.

Waisak 2557: Tiga Hari Besar

Waisak 2557: Tiga Hari Besar

20 Mei 2013 Pada setiap hari minggu kedua di bulan Mei setiap tahunnya, Yayasan Buddha Tzu Chi merayakan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi sedunia. Demikian juga Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Pekanbaru.
Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -