Baksos Papua: Bahagia Melayani

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy
 
 

fotoSejak tanggal 31 Mei hingga 2 Juni 2012, relawan Tzu Chi mengadakan Bakti Sosial Kesehatan di RSUD Manokwari, Papua Barat.

Manokwari dikenal dengan sebutan “Kota Injil”, oleh karena itu sebagian besar penduduknya banyak yang menganut agama Kristiani. Walaupun begitu, kerukunan dan toleransi beragama berkembang dengan cukup baik di kalangan masyarakat tersebut, sehingga Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pun dapat mengadakan Baksos dengan aman dan lancar.

 

 

 

Bakti sosial kesehatan ke-84 di Manokwari, Papua, memang telah usai, tapi baksos tersebut telah meninggalkan kenangan yang indah bagi setiap relawan yang ikut serta dalam baksos tersebut.  Mampu memberikan pelayanan dan melihat pasien kembali sembuh adalah kebahagiaan bagi setiap relawan yang terlibat, salah satunya adalah Yanni Sadda.

Kado Terindah
Sejak tanggal 22 Mei 2012, Yanni telah berangkat dari Biak bersama rombongan relawan lainnya menuju Manokwari. Mereka hadir lebih awal untuk mempersiapkan semua kebutuhan saat screening dan baksos.  Walaupun lebih dari dua minggu ia meluangkan waktu untuk baksos ini, namun semangat tetap terpancar di wajahnya, dan keramahan selalu terpancar setiap ia melayani pasien yang akan berobat, tak tampak rasa lelah menghiasi wajahnya, “Nggak capek, saya merasa menyatu dengan lingkungan yang ada di sini, karena juga dari kita untuk kita,” ucapnya.

Dalam baksos ini ia bertugas membersihkan kaki pasien yang akan segera masuk ke ruangan operasi dan kegiatan mencuci kaki ini pun menjadi tugas yang sangat ia sukai, “Seperti mencuci kaki orang tua sendiri, jadi kita nggak perlu takut, nggak perlu gelisah, rasa bangga saja,” ungkapnya.

Sehari-hari pekerjaan utama Yanni  merupakan suatu pekerjaan yang mulia, ia bertugas membuat kota Biak menjadi bersih dari sampah, karena ia bekerja sebagai salah satu petugas kebersihan di kota tersebut. Bergabung di Tzu Chi sejak tahun 2010 ini pun menjadi kebahagiaan baginya, karena ia merasakan kekompakkan yang baik dari setiap relawan.  Selain itu, keikutsertaannya sebagai relawan juga membawa perubahan positif dalam dirinya. Peraturan yang harus ditaati selama berseragam relawan membuatnya yang dulu gemar mengunyah pinang dan merokok pun mengurangi semua kebiasaan tersebut, sehingga ia pun merasa semakin baik.

foto   foto

Keterangan :

  • Yanni Sadda merasa bahagia dapat ikut serta melayani di kegiatan baksos, ia pun merasa keikutsertaannya sebagai relawan juga membawa perubahan positif dalam dirinya (kiri).
  • Yuli Korwa yakin bahwa saat kita siap untuk melayani, kita harus melayani dengan hati yang ikhlas dan tulus (kanan).

Pada tanggal 1 Juni saat baksos berlangsung, ternyata merupakan hari spesial bagi seorang Yanni, karena pada hari itu ia berulang tahun yang ke-27.  Biasanya saat berulang tahun ia berkumpul bersama dengan keluarga dan berdoa bersama, tapi pada hari tersebut ia berada bersama keluarga besar Tzu Chi dan bekerja di kegiatan baksos, namun hal tersebutlah yang membuat harinya menjadi semakin spesial, “Bagi saya ini kado terindah, hari ulang tahun yang luar biasa. Kado terindah cuma ada di sini, karena setiap kita bantu pasien yang ada di sini kita anggap seperti orang tua kita sendiri, saudara kita sendiri, kita bantu saja,” ucapnya yang bahagia karena dapat membantu orang lain.

Pelayanan adalah bagian dari hidup
Hal serupa juga dirasakan oleh teman kerjanya di Biak, yaitu Yuli Korwa. Selain bekerja sebagai petugas kebersihan, ia juga menjadi guru sekolah minggu, dan guru agama Kristen di sebuah sekolah di Biak. Kesehariannya dipenuhi dengan berbagai aktivitas yang penuh dengan pelayanan, dan aktivitas tersebut membuatnya bahagia, “Melayani sesama membuat saya bahagia karena itu bagian dari hidup saya, karena kita punya hidup ini harus banyak melayani sesama yang membutuhkan.  Kalo kita umat kristiani, Tuhan bilang ini Tri panggilan gereja, “Melayani, Dipanggil dan Diutus”. Kita siap untuk melayani, jadi saat kita melayani kita harus melayani dengan hati yang ikhlas dan tulus,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Bagi Yuli yang telah ikut serta menjadi relawanTzu Chi sejak tahun 2009 ini semua agama adalah sama, sehingga tak ada keraguan dalam dirinya untuk menjadi relawan Tzu Chi, “Pernah ada yang berkata kepada saya, ‘Eh Yuli kenapa kamu mau ikut kumpul donatur, nanti kamu disuruh ikut agama Buddha’,  saya bilang tidak, itu tidak mengandung agama, pokoknya sama saja, Kristen. Buddha, Hindu, Islam, semua sama,” tuturnya.

Baksos ini juga telah memberikan pengalaman perasaan yang berharga baginya, terutama saat ia dapat melayani pasien dengan membasuh kaki mereka dengan perasaan senang. Ia pun menceritakan perasaan seorang pasien yang mengikuti baksos ini dan dicucikan kakinya, “Pasien itu gembira luar biasa, dia bilang kalau bisa dia minta tolong kita bisa melayani di RSUD Manokwari.  Dia bilang kita punya pelayanan ini luar biasa, dia tidak sangka-sangka kalau ada pelayanan seperti ini di kota Manokwari,” ceritanya dengan perasaan gembira.  Ia pun berpesan agar setiap relawan dapat lebih bersemangat lagi bekerja dan berkarya bersama Tzu Chi.

  
 

Artikel Terkait

Bedah Rumah Kamal Muara (Tahap 5): Hidup Lebih Tenang, Siap Hadapi Musim Hujan

Bedah Rumah Kamal Muara (Tahap 5): Hidup Lebih Tenang, Siap Hadapi Musim Hujan

24 Oktober 2024

Raut kegembiraan terpancar dari wajah Maspiah setelah menerima rumah barunya. Maspiah lega karena kini anak dan cucunya sudah punya hunian yang jauh lebih nyaman dari sebelumnya. 

970 Paket Sembako Bagi Warga Semanan

970 Paket Sembako Bagi Warga Semanan

05 April 2022

Memasuki bulan Ramadan dan menyambut Lebaran, Tzu Chi membagikan beras 10 kg dan 10 bungkus mi DAAI bagi warga prasejahtera di RW 01, Kelurahan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat.

Suara Kasih: Makanan Penuh Cinta Kasih

Suara Kasih: Makanan Penuh Cinta Kasih

21 Oktober 2011 Ide ini sangat inspiratif karena orang-orang dapat menukar barang dengan barang, tidak harus membeli dengan uang. Amerika Serikat tengah mengalami krisis ekonomi dan angka pengangguran sangat tinggi. Jadi, warga setempat kini hidup penuh kesulitan karena ada kesenjangan sosial.
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -