Baksos Tzu Chi ke-120: Jalinan Jodoh untuk Melepaskan Derita

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A

doc tzu chi

Dalam guyuran hujan, relawan Tzu Chi melangkahkan niatnya untuk baksos Tzu Chi ke-120 hari kedua di kapal KRI dr. Soeharso, (27/9/17).

Relawan memulai baksos hari kedua pada Rabu, 27 September 2017 dengan guyuran hujan di sekitaran Kota Cilegon dan Pelabuhan Merak. Bukannya bermalas-malasan, justru hal tersebut menjadi semangat untuk mencari ladang berkah. Dengan semangat satu keluarga dan niat membebaskan dunia dari derita, satu per satu relawan melangkahkan kakinya ke dalam kapal KRI dr. Soeharso.

Berkat sinergi yang baik antara Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan TNI, Baksos kesehatan Tzu Chi ke-120 di atas kapal KRI dr. Soeharso berhasil menjaring dan menjalin jodoh baik dengan masyarakat Cilegon, Serang, Pandeglang, Ujung Kulon, dan Rangkas Bitung yang kurang mampu.

Hal seputar kerja sama ini juga diungkapkan oleh Kepala Rumah Sakit Kapal KRI dr. Soeharso, Kolonel Laut (K) dr. Iswanto di sela-sela kegiatan baksos. “Kesan saya luar biasa dengan kerja sama ini. Saya melihat sistem kerja para relawan Tzu Chi sudah sistematis, untuk ketelatenan menghadapi pasien, saya salut,” ungkap dr. Iswanto.

Sebelumnya kegiatan baksos ini sudah disosialisasikan kepada masyarakat melalui koramil dan aparatur pemerintahan setempat sebagai perpanjangan tangan dari TNI. Masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari Pelabuhan Merak pun disediakan transportasi untuk mempermudah akses mereka.

Dokter Ruth dari Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia berbincang-bincang dengan Kepala Rumah Sakit Kapal KRI dr. Soeharso, Kolonel Laut (K) dr. Iswanto.

Para pasien baksos Tzu Chi ke-120 di Cilegon memenuhi tangga masuk kapal KRI dr. Soeharso.

Adanya jalinan jodoh antara Tzu Chi, TNI, dan masyarakat khususnya Provinsi Banten ini mendapat respon yang baik. Masyarakat yang kurang mampu pun bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidupnya.

“Saya harap masyarakat mendapatkan harapan yang mereka dambakan selama ini. Bagi yang menderita katarak bisa melihat jelas dan mendapat pencerahan dalam pengelihatan. Bagi yang menderita bibir sumbing, kita benahi estetika wajah, sehingga tidak minder dalam kehidupan,” kata dr. Iswanto. Ia juga berharap untuk ke depan bisa ada bentuk kerja sama yang lain khususnya dalam bidang kesehatan.

Sejak pagi, para pasien sudah mulai berdatangan di tenda pendaftaran yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit kapal milik TNI Angkatan Laut yang bersandar di Pelabuhan Merak, Cilegon ini. Puluhan pasien dan keluarga yang mengantar juga secara estafet memenuhi kantin kapal KRI dr. Soeharso. Selain difungsikan menjadi ruang tunggu, kantin ini juga dipakai sebagai tempat mencukur bulu mata bagi pasien baksos katarak.

Ruang pemulihan ditempati oleh para pasien yang menginap. Pada baksos Tzu Chi ke-120 di hari kedua, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia dan tim dokter dari Rumah sakit Kapal KRI dr. Soeharso berhasil menangani 12 pasien Minor Lokal, 23 pasien bibir sumbing, 54 pasien Katarak, 218 pasien khitan (sunat), 1 Minor GA (bius umum), dan 6 pasien Hernia.

Mendekatkan yang Jauh

Salah satu pengantar pasien yang mengikuti baksos ini adalah Achmad Soemali (36), laki-laki asal Kampung Kasunyatan, Serang, Banten ini datang bersama putra pertamanya, Mohamad Rifai Rizki (9) yang menderita hernia. “Ada sosialisasi dari koramil, lalu saya mendaftarkan anak saya (rizki),” ungkap Achmad Soemali.

Penyakit hernia yang diderita Rizki diketahui Achmad Soemali pada saat ia dikithan (sunat) karena terdapat benjolan di pangkal bawah perut Rizki. “Saya tahunya pas dia disunat,” ungkap pria yang berprofesi sebagai pedagang asongan ini. Dalam kesehariannya, Rizki pun kerap merasakan sakit ketika penyakit yang dideritanya itu kambuh. “Rasanya sakit banget. Apalagi pas kecapekan main,” cerita Rizki yang masih duduk di kelas 3 SD Kasunyatan tersebut.   

Achmad Soemali menemani Mohamad Rifai Rizki di ruang pemulihan pascaoperasi hernia.

Suherman warga Kampung Jampang Hilir, Rangkas Bitung, Banten saat melakukan post-off sehari pascaoperasi katarak.

Setelah operasi, Achmad Soemali begitu bersyukur karena apa yang diderita anaknya selama ini bisa terobati. “Yah syukur Alhamdulillah, anak saya bisa berobat dan dioperasi. Kalau biaya sendiri mah saya nggak mampu. Untung ada baksos ini,” ungkapnya.

Berbeda dengan Suherman (34), yang berasal dari Kampung Jampang Hilir, Rangkas Bitung, Banten. Secara inisiatif, ia menggunakan jasa kereta api untuk menuju lokasi baksos. Pria yang kesehariannya berdagang ini datang untuk mengobati penyakit katarak yang dideritanya. “Awalnya remang-remang seperti kena debu, lalu mulai buram pandangan jika ditutup sebelah. Kesulitannya menderita katarak itu kalau jalan tidak seimbang, apalagi kalau membawa motor, stang hanya kelihatan sebelah. Apalagi kalau malam,” kata Suherman.

Baksos ini pun menolong dirinya dari berbagai keterbatasan yang selama ini menjadi kendala. “Alhamdulillah bisa melihat lagi, saya bersyukur dan berterima kasih dengan adanya baksos ini,” imbuh ayah dua anak tersebut.

Selain pasien dari Serang dan Rangkas Bitung, ada juga Arwenah (54), salah satu pasien katarak dari Ujung Kulon. Ia bersama beberapa pasien lainnya dari Cibaliung, Ujung Kulon berangkat lebih awal. “Kita berangkat jam 1 malam dari kantor Koramil Cibaliung, sampai sini jam 5 pagi,” cerita Arwenah.

Ruang kantin kapal KRI dr. Soeharso menjadi ruang multifungsi dan ruang untuk bercengkrama antara pasien, pengantar pasien dari berbagai wilayah di Provinsi Banten.

Sebagai ibu dari 4 anak dan istri dari suami yang bekerja sebagai petani ini juga sangat bersyukur dengan adanya kegiatan ini. “Terima kasih kepada bapak-bapak yang sudah mengoperasi saya, semoga dikasih umur panjang,” ungkap Arwenah terharu.

Terlepas dari kegiatan amal dan program untuk membantu masyarakat yang kurang mampu, kegiatan baksos ini juga menjalin silaturahmi bagi masyarakat dari berbagai wilayah di Provinsi Banten. Walaupun awalnya tidak saling mengenal, masyarakat pun akhirnya saling mengenal dan berbincang-bincang satu sama lain dalam rangkaian kegiatan baksos Tzu Chi ke-120 di Cilegon ini.

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Baksos Kesehatan di Ujung Kulon

Baksos Kesehatan di Ujung Kulon

26 September 2017
Disambut dengan lebatnya hujan di Ujung Kulon, relawan dan Tim Medis Tzu Chi tetap bergerak dengan semangat di hari ketiga (24/9/17) pelaksanaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-120 bekerja sama dengan TNI.
BaksosKesehatan Tzu Chi ke-120: Menjangkau Warga Pesisir

BaksosKesehatan Tzu Chi ke-120: Menjangkau Warga Pesisir

29 September 2017

Yayasan Buddha Tzu Chi bekerjasamadengan TNI mengadakanbaksoskesehatan ke-120 dalamrangka HUT TNI yang ke-120. Rangkaianbaksos yang terdiridari 2 bagianinidilakukansejak 21-28 September 2017. Padabagianpertamabaksos, 21-25 September 2017, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia bersamaSatuanTugas TNI berkelilingke 3 pulau: PuloPanjang, PulauTunda, dan Ujung KulondenganmenggunakanKapal KRI dr. Soeharso. Di sanamerekamelayanipengobatanumum, gigi, dankhitan. Sedangkanpadabagian 2, 26-28 September 2017, baksostetapdilakukan di KRI dr. Soeharso yang bersandar di PelabuhanMerak, Banten. Di sana TIMA melayanioperasikatarak, pterygium, hernia, bibirsumbing, dan minor lokal.

Doa dan Cinta di dalam Boneka

Doa dan Cinta di dalam Boneka

27 September 2017
Yang Pit Lu membuat kreasi boneka kaus kaki untuk diberikan kepada pasien anak-anak penderita katarak dan sumbing di baksos kesehatan ke-120 Tzu Chi. Dalam setiap boneka yang ia buat, terselip cinta dan doa untuk anak-anak tersebut.
Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -