Hamka Muhar saat proses buka perban mata. Saat itu mata kirinya tak langsung terang karena masih perlu masa pemulihan. Tapi sekarang penglihatannya sudah jernih dan benderang.
Sepekan berlalu namun Baksos Tzu Chi ke-141 di RS Pelamonia Makassar masih meninggalkan kesan mendalam bagi para pasien. Salah satunya Hamka Muhar (58) warga Kalukuang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
“Alhamdulillah saya berterima kasih atas adanya ini. Sudah lama saya ingin dioperasi, ya itu lagi terkendala biaya, saya berterima kasih sekali,” tutur Hamka.
Seperti diketahui, tak semua pasien operasi katarak dapat langsung merasakan hasil operasi setelah buka perban, ada yang perlu waktu beberapa hari. Ini tergantung dari usia dan kondisi katarak pasien. Hamka pun begitu, sehari setelah operasi penglihatannya tak langsung terang. Karena itu masa pemulihan pascaoperasi digunakan sebaik-baiknya oleh Hamka untuk istirahat. Kini Hamka tersenyum lega. Mata kirinya sudah jernih dan benderang.
Adanya Baksos Tzu Chi ke-141 memang sangat disyukuri oleh Hamka yang sejak lima bulan lalu merasa gelisah karena penglihatan yang memburuk. Pernah ia mendaftar operasi katarak di sebuah rumah sakit, tapi ia mesti melunasi dulu tunggakan BPJS yang mencapai jutaan rupiah. Uang dari mana? Kondisi ekonomi Hamka bahkan bak terjun bebas.
Hamka dua hari jelang operasi mata. Ia dan sang istri bercerita tentang keramahan relawan Tzu Chi dan juga tim medis dari TIMA Indonesia yang membuat Hamka tak merasa takut menjalani operasi katarak.
Hamka dulunya punya perusahaan di bidang pengadaan, seperti mesin, ATK, forklift, juga mesin genset yang dikirim ke berbagai pulau. Terakhir ia juga punya usaha ekspedisi laut. Usahanya itu bangkrut ketika pihak ketiga tak mampu membayar biaya pengiriman karena adanya praktik korupsi di pihak ke-empat. Rumit memang.
Upaya Hamka mencari keadilan sudah dilakoninya beberapa tahun ini tapi belum membuahkan hasil. Ia tak patah semangat. Ia dan sang istri serta 4 anaknya kini mengontrak rumah yang terbilang sempit. Penghasilan Hamka tak menentu. Sesekali teman-temannya meminta ia membantu mengisi laporan pajak usaha mereka.
“Biasanya teman-teman kalau ada yang mau dikerjakan laporan pajaknya saya bantu buatkan laporan pajaknya. Jadi dia punya laporannya, masalah transaksinya itu berpatokan dari situ saya bikinkan,” jelasnya.
Lagi-lagi karena katarak, aktivitasnya pun terganggu. “Terus terang bikin laporan pajak itu ada kendala juga di mata saya. Di situ saya betul-betul menginginkan bagaimana saya punya penglihatan normal kembali supaya bisa bekerja dengan baik. Mengganggu banget, kalau sebelah kanan lumayan-lah. Makanya kalau malam saya batasi untuk keluar apalagi naik motor,” katanya.
Kini yang diharapkan Hamka telah menjadi kenyataan. Penglihatannya sudah terang. Tak ada yang ingin ia lakukan melainkan bekerja lebih giat untuk meraih penghidupan yang lebih baik bagi keluarga yang ia cintai.
Rindu Melayani Pasien
Dokter Etty menyempatkan berbincang dengan salah seorang pasien. Bagi Dokter Etty, dokter sangat berterima kasih dengan pasien, karena tanpa pasien seorang dokter tak mempunyai ladang untuk beribadah dan mengamalkan ilmunya.
Tak ada yang membahagiakan bagi Dokter Etty Budiasmi,Spm, dokter mata dari TIMA Indonesia, selain melihat senyum kebahagiaan yang terpancar dari wajah para pasien usai menjalani operasi. Menurut Dokter Etty, jenis katarak yang diderita pasien di baksos kali ini terbilang cukup keras mengingat Makassar terletak di Indonesia timur, dengan suhu udara yang panas karena dikelilingi pantai.
“Sehingga kami memang, untuk dokter memerlukan skill yang bagus. Untungnya walau di mana pun Tzu Chi sudah memiliki teknik operasi yang menggunakan mesin phaco, itu sangat membantu pasien terutama karena memang penyembuhannya cepat, risiko untuk terjadi infeksi juga lebih kecil.” Terang Dokter Etty Budiasmi,Spm.
Rifa mengaku selalu mendapatkan pelajaran hidup saat bersumbangsih di baksos kesehatan, salah satunya ketika berbincang dengan para pasien.
Tak hanya skill yang bagus, dalam setiap baksos kesehatan Tzu Chi, keramahan tim medis dan juga relawan Tzu Chi seakan menjadi ruh-nya. Rifa yang bertugas di bagian farmasi di ruangan operasi mata misalnya, ketika melihat pasien yang diliputi rasa takut, ia tak segan mengajak berbincang. Alhasil pasien pun merasa tenang.
“Saya selalu terharu saat mengobrol dengan pasien yang akan operasi, yang sudah siap operasi. Jadi suka ngobrol dengan pasien yang lansia. Ketika saya ajak ngobrol, salah satu pasien ini langsung bilang, ternyata memang Tzu Chi itu sangat hebat. Jadi mungkin selama ini yang dia dengar itu hanya dari slentingan omongan saja. Dan sekarang beliau melihat langsung. Karena dari awal sampai selesai operasi itu benar-benar dilayani. Karena relawan melayani dengan sukacita,” kesan Rifa.
Jika dulu Rifa merupakan staf di TIMA Indonesia, kini Rifa datang sebagai relawan karena telah bekerja di tempat yang lain. Ketika diberitahu bahwa tim medis di bagian farmasi kurang, ia pun langsung menyatakan bisa ikut, rupanya Rifa sudah rindu bertemu dan bercengkrama dengan para pasien.
Semangat Luar Biasa Para Relawan Tzu Chi Makassar
Felliati Gozali yang sudah berusia 74 tahun, tapi semangatnya tak kalah dengan anak muda.
Ketika berbicara tentang Tzu Chi Makassar, salah satu hal yang sangat khas adalah semangat yang luar biasa dari para relawan untuk melayani masyarakat. Banyak sekali relawan yang usianya tak muda lagi, tapi semangatnya sungguh luar biasa, semangatnya sungguh menjadi panutan. Adalah Felliati Gozali yang sudah berusia 74 tahun, tapi masih gesit. Felliati yang sudah 20 tahun menjadi relawan Tzu Chi ini, kali ini bertugas sebagai koordinator relawan.
“Saya memang senang sekali bisa berpartisipasi di bakti sosial ini karena saya pikir saya sudah usia tua. Tidak ada lagi yang saya pikirkan, cuma memang suami saya agak sakit tapi ya tetap saya usahakan bagaimana membagi waktu, saya juga masih ada usaha yang saya jalankan,” katanya.
Stroke telah menyerang sang suami, enam tahun ini dan membuat aktivitasnya di Tzu Chi sempat menurun. Bersyukur Felliati menemukan perawat yang bagus untuk membantunya merawat sang suami. Momentum Baksos Tzu Chi ke-141 ini pun Felliiati gunakan untuk kembali aktif lagi di Tzu Chi Makassar.
Herlina yang berusia 64 tahun pun seperti tak kenal lelah. Jika di hari-H baksos ia bertugas menjelaskan pada keluarga pasien tentang petunjuk mengkonsumsi obat, di hari buka perban mata, ia hadir menemani para pasien.
Herlina (64) yang sudah 23 tahun menjadi relawan Tzu Chi Makassar pun begitu all out menjalankan tugasnya. Ia bertugas menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang petunjuk mengkonsumsi obat maupun cara merawat kebersihan mata.
“Memang sebuah kebahagiaan buat saya di mana ketika ada masyarakat yang membutuhkan, mereka tidak tahu mau ke mana, ketika ada Tzu Chi adakan kegiatan ini, itu seperti nyambung. Ketika saya bisa membantu, saya merasa bahagia dan merasa tempat saya ini tidak salah, saya mengabdi di Tzu Chi itu tidak salah,” kata Herlina yang memang merupakan asisten apoteker dan memiliki sebuah apotek ini.
Semangat menjalankan tugas juga ditunjukkan Nurdin (53). Usai bertugas di bagian antigen, ia tak lantas diam. Nurdin melanjutkan tugasnya sebagai pemanggil nama pendamping pasien, ketika pasien keluar dari kamar operasi mata. Suaranya jelas, tegas, dan sangat ramah, sesekali membuat keluarga pasien tertawa karena terhibur.
“Ini kegiatan yang asik, kalau tidak ada kegiatan ngumpul-ngumpul sama orang yang saya anggap lebih bagus, lebih hebat, kenapa tidak? Kemudian kekeluargaan tinggi di antara kami dengan relawan membuat saya senang. Lalu saat menyaksikan pasien, contohnya ibu tadi keluar, keluarganya lari-lari dengan senang hati walaupun dia belum melihat, tapi mereka senang. Saya senang juga melihatnya. Senang melihat orang senang,” kata Nurdin.
Bergabungnya Nurdin menjadi relawan Tzu Chi punya cerita yang unik. Pada tahun 2015, ia menjadi salah satu penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi Makassar. Saat itu ia merupakan supir pengantar elpiji dengan penghasilan yang pas-pasan. Rumah yang ditempatinya di Kelurahan Lette pun tak layak huni. Merasakan cinta kasih yang begitu tulus dari para relawan Tzu Chi, menggerakkan hatinya untuk ikut juga menjadi relawan Tzu Chi bersama anaknya, Nabila. Tak hanya itu, Nabila juga dibantu biaya pendidikan, dan baru saja lulus kuliah.
Nurdin saat bertugas memanggil nama pendamping pasien. Suaranya jelas, dan pembawaanya yang suka bercanda membuat keluarga pasien merasa terhibur.
Lenny Darmawang begitu senang saat bertemu pasien yang berniat untuk menjadi relawan Tzu Chi.
Menyaksikan Baksos Tzu Chi ke-141yang berjalan baik dan disambut antusias oleh warga Makassar dan warga di kabupaten sekitar Makassar, membuat Lenny Darmawang (61) diliputi rasa syukur. Bahkan banyak pasien yang berharap agar Tzu Chi Makassar dapat segera menggelar baksos serupa lagi.
“Dari tadi kalau kita melihat hasil operasi, mereka menyatakan terima kasih sudah dibantu dengan tanpa pamrih, dan ada juga pasien yang bilang mau jadi relawan, kami lebih senang lagi. Karena memang selain menggelar bakti sosial, kami juga ingin merekrut relawan baru,” kata Lenny yang merupakan Koordinator Badan Misi Amal Tzu Chi Makassar.
Lenny juga semakin bahagia karena tim relawan Tzu Chi Makassar dalam kesempatan ini dapat belajar banyak dari tim relawan dari Jakarta serta dari TIMA Indonesia sehingga ke depan dapat melaksanakan bakti sosial kesehatan dengan jauh lebih baik lagi.
“Saya senang sekali dengan tim dari Jakarta (relawan Tzu Chi Jakarta dan TIMA Indonesia), sangat membantu kami dari mulai alur, semuanya. Karena kami dari Makassar masih perlu banyak belajar,” pungkasnya.
Editor: Arimami Suryo A.