Baksos yang Menginspirasi (Bag. 2)

Jurnalis : Budianto (Tzu Chi Batam), Fotografer : Dewi Soejati (Tzu Chi Batam)
 
 

fotoSenyum manis dari wajah Ibu Muslina mengembang setelah ia dapat melihat dengan jelas kembali setelah kataraknya berhasil dioperasi.

Perawat RS Budi Kemuliaan Batam ditugaskan di berbagai lini, baik di ruangan operasi maupun di ruang pemulihan. Pasien yang dirawat di ruang pemulihan adalah pasien-pasien yang harus menjalani puasa sedikitnya 4-6 jam sebelum operasi. Sesudah operasi pun paling tidak 4 jam belum boleh untuk makan ataupun minum, sampai mendapat persetujuan dari dokter yang memeriksanya. Pasien-pasien ini umumnya harus menjalani observasi sebelum diizinkan pulang.

Di hari pertama ada 65 pasien yang harus menginap sampai keesokan paginya. Pasien-pasien datang dengan berbagai keluhan seperti pusing atau mual karena pengaruh obat bius. Ada juga yang mengerang kesakitan dan demam. Semuanya bisa diatasi dengan baik. Untuk konsumsi pasien, relawan menyediakan bubur hangat.

Minggu, 3 Oktober 2010, sekitar jam 6 pagi, di ruang pemulihan sudah terlihat sibuk. Pasien dibangunkan dan dianjurkan membasuh muka serta mengganti baju yang dipakai sewaktu operasi dengan baju sendiri. Setelah itu relawan menjelaskan kisah Tzu Chi dan celengan bambu, yang diakhiri dengan lagu isyarat tangan ”Satu Keluarga”. Setelah menjalani pemeriksaan sekali lagi oleh dokter, semua pasien sudah bisa pulang dengan wajah penuh senyuman.

Di depan poli mata RS Budi Kemuliaan Batam, pemandangan menakjubkan setahun lalu kembali terulang. Puluhan pasien dengan sebelah mata tertutup perban berjejer rapi menunggu pemeriksaan pasca  operasi. Mereka terlihat menunggu dengan perasaan bercampur aduk, antara senang dan khawatir juga terbersit harapan di dalamnya.

foto  foto

Ket : - Melihat ibunya telah kembali pulih penglihatannya, anak Ibu Muslina pun merasa bahagia. (kiri)
        - Relawan dengan penuh kehangatan mendampingi para pasien baksos kesehatan. (kanan)

Kisah Muslina
Di antaranya adalah Muslina (51) yang datang dari Tanjung Batu dengan ditemani oleh anaknya. Ia berasal dari keluarga buruh penyadap karet yang turun-temurun dilakukan oleh keluarganya. Sejak setahun lalu, Muslina tidak bisa lagi membantu keluarganya mencari uang, karena kedua matanya sudah tidak bisa lagi melihat karena karatak. Penghasilan suaminya sebagai buruh bangunan atau buruh penyadap karet sangat tergantung cuaca. Jika hari hujan tidak bisa bekerja sehingga tidak ada penghasilan. Walaupun sudah berusaha menabung, namun selalu habis terpakai untuk biaya hidup di musim hujan.

Saat merasa putus asa, Muslina mendengar kabar adanya pengobatan gratis di Batam yang dilakukan Tzu Chi dari Puskesmas di daerah tempat tinggalnya. Muslina berharap bisa kembali menyadap karet atau bisa menjahit sepatu untuk menopang ekonomi keluarga jika sudah bisa melihat lagi. Muslina merasa sangat terharu, karena tidak disangkanya selain pengobatan gratis, semua pelayanan juga sudah diatur demikian cermat, tempat menginap, makan dan ada relawan yang dengan sabar menunggui. Ketika perban penutup mata dibuka untuk diperiksa oleh dokter, Muslina sudah bisa melihat, alangkah terharunya Muslina, sambil berpelukan dengan anaknya yang juga berlinangan air mata, Muslina tidak lupa menyapa relawan yang setia menunggunya, dan dengan spontan menyebut  ”Budi ganteng” kepada relawan dokumentasi yang sudah 2 hari meliputnya.

Relawan Tzu Chi memanfaatkan kerumunan orang di depan poli mata untuk membabarkan Dharma dan menjelaskan tentang ”dana kecil amal besar” – celengan bambu. Pasien dan keluarga yang mendampinginya banyak yang merespon dengan baik. Dua buah celengan yang dipegang relawan dalam sekejap sudah penuh terisi.

foto  foto

Ket : - Seusai operasi relawan juga memberikan perhatian dan pendampingan untuk menenteramkan batin              pasien. (kiri).
         - Mendengar sejarah berdirinya Tzu Chi yang diawali dengan masa celengan bambu yang disampaikan             relawan, pasien pun turut berdana untuk membantu sesama. (kanan)

Keesokan harinya, Senin, 4 Oktober 2010, penulis berjumpa dengan orang tua pasien Ramadani yang menjalani operasi hernia di Kantor Tzu Chi Batam. Bapak Darwis menyampaikan kepada penulis, ”Saya datang ingin meminta 2 buah celengan (bambu). Saya juga ingin turut menyebarkan cinta kasih melalui celengan seperti kisah celengan (bambu) Tzu Chi.” Saya bertanya, ”Mengapa harus 2?” Bapak Darwis menjawab, ”Yang satu lagi teman nitip, yang orang tuanya dioperasi juga.” Syukurlah, bibit cinta kasih mulai menyemai setelah baksos ini.

Baksos ke-70 yang melibatkan sekitar 200 relawan Batam, berhasil memberi kebahagian dan melenyapkan penderitaan 144 orang pasien katarak, 32 orang pasien pterygium, 133 orang pengidap tumor jinak, 20 orang pasien bibir sumbing, dan 51 orang pasien hernia. Rudi Tan, relawan Tzu Chi Batam yang mengoordinir kegiatan ini merasa bersyukur karena even besar ini berhasil dilakukan. ”Semua berkat kerja sama yang baik dari semua pihak, sehingga semua kendala bisa diatasi dengan baik,” ujarnya.

Data Tim Medis dan Pasien Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-70 di Batam
Tanggal 2 – 3 Oktober 2010

Tenaga Medis/Relawan

Jumlah

Pasien

Jumlah

Dokter Spesialis

25

Katarak

144

Perawat

24

Pterygium

32

Relawan Batam

215

Bibir sumbing

20

 

 

Hernia

51

 

 

Bedah Mayor

133

Total

264

Total

380

Selesai

  
 
 

Artikel Terkait

Berbagi Kasih di Bulan Penuh Berkah

Berbagi Kasih di Bulan Penuh Berkah

25 Juli 2016

Tzu Chi Surabaya membagikan Takjil (makanan penyegera berbuka puasa) pada tanggal 17-19 Juni 2016 di Hall D, Mangga Dua Center, Surabaya. Sebanyak 2000 makanan Takjil dibagikan dalam kegiatan ini.

Serpihan-serpihan Tenggang Rasa

Serpihan-serpihan Tenggang Rasa

21 Maret 2012 Kendati demikian saya harus tetap bertahan hingga liputan nanti malam. Sesuai target liputan dari Jakarta, malam itu saya akan mewawancarai beberapa relawan yang bertugas mendampingi pasien hingga larut malam.
Suara Kasih : Giat Menciptakan Berkah

Suara Kasih : Giat Menciptakan Berkah

07 Januari 2011 Setiap hari insan Tzu Chi di seluruh dunia menebarkan benih cinta kasih dan membawa kehangatan dengan tanpa pamrih. Ini adalah harapan bagi dunia. Karena itu, pada saat ini kita harus menutup tahun yang berlalu dengan penuh rasa syukur karena kita telah melewati setiap hari dengan aman dan tenteram.
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -