Bakti dan Bajik yang Beriringan
Jurnalis : Erli Tan, Yusniaty (He Qi Utara), Fotografer : Yusniaty, Tan Surianto, Erli Tan (He Qi Utara)Tanggal 7 Desember 2014, 45 warga dari Tegal, Jawa Tengah khususnya umat Kelenteng Ban Eng Bio datang mengunjungi Tzu Chi Center PIK
Berawal dari kecintaan mama menonton DAAI TV, Eddy Martana (47) dan istri, Fify Handajani (45), dibantu oleh Ketua Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna, Bapak Thio Tian Seng, membawa rombongan dari Tegal datang mengunjungi Aula Jing Si, rumah insan Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pada tanggal 7 Desember 2014. Sang mama, Kwee Kim Ye (67) sudah bertahun-tahun menjadi pemirsa setia DAAI TV, ia merasa siaran DAAI TV sangat bagus dan inspiratif, sehingga meninggalkan kesan yang mendalam baginya. Hal yang baik tentu saja harus dibagi-bagi dengan sesama, terutama orang yang dicintai, tak terkecuali anak, menantu, dan cucu. “Tiap hari mami nontonnya DAAI TV, dari pagi Ceramah Master Cheng Yen sampai drama di malam hari. Kalo ada acara bagus, kita dipanggil mami, ayo duduk dulu nonton sebentar,” kenang Fify.
Mama Kwee adalah salah satu umat sekaligus donatur di Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna, yang terletak di Banjaran, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Dari obrolan setiap hari Mama Kwee selalu “mempromosikan” DAAI TV kepada teman-temannya di kelenteng. “Sejak menonton DAAI TV, mami mengalami perubahan, dari yang sifatnya temperamen menjadi lebih sabar. Ajaran Master Cheng Yen sangat mengena di hati mami,” ungkap Eddy. Karena diri sendiri merasakan manfaatnya sehingga Mama Kwee selalu semangat mempromosikan. Lama-lama mereka berpikir untuk menyaksikan DAAI TV secara langsung di kelenteng. Akhirnya Mama Kwee dengan inisiatif sendiri menyumbangkan sebuah televisi dan parabola untuk dipasang di Kelenteng Ban Eng Bio, agar umat atau warga yang datang dapat menyaksikan DAAI TV kapanpun mereka suka. Siaran yang tersedia hanya satu, hanya DAAI TV, tidak ada siaran yang lain. Hingga kini, DAAI TV sudah dua tahun lamanya “berkibar” di kelenteng tersebut.
Atas jasa dan niat baik almh. Kwee Kim Ye (kiri) inilah sehingga jalinan jodoh ini bisa tercipta
Seiring berjalan waktu, Mama Kwee ingin sekali datang langsung mengunjungi dan melihat Tzu Chi di Jakarta, menjalin jodoh dengan Tzu Chi Jakarta. Seperti yang Master Cheng Yen katakan, “Asalkan jodohnya kuat, maka tidak perlu takut jodoh itu lambat datangnya. Asalkan sudah menemukan jalan, maka tidak perlu takut jauhnya perjalanan”. Seperti itu pula jodoh antara keluarga Mama Kwee dengan Tzu Chi. Setelah menempuh perjalanan dari Tegal selama 7 jam untuk bisa tiba di Jakarta, keinginannya tidak serta merta terpenuhi. Pertama kali datang, tahun lalu, mereka hanya melihat dari luar karena Aula ditutup. Kedua kalinya datang, Februari 2014, mereka hanya mampir di Jing Si Books & Café, PIK karena kebetulan Aula ditutup, sedang dibersihkan. Kedatangan yang ketiga kalinya di bulan Juli 2014, barulah mendapat kesempatan untuk ikut tur Aula Jing Si.
Setelah kunjungan ketiga tersebut, Mama Kwee sangat bahagia. Ia merasa ajaran Master Cheng Yen sangat bagus, dimulai dari celengan bambu, nilai-nilai kebaikan, cinta kasih dan welas asih. Menurutnya, ajaran Master seharusnya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. “Mami pengen teman-temannya datang ke sini, tahu lebih deket apa itu DAAI TV, apa itu Tzu Chi, apa itu ajaran Master Cheng Yen. Tujuan mami mungkin dengan melihat sendiri, maka akan berkembang segala inisiatif, daripada kita ceritain, kan kebayangnya (penafsiran) orang macem-macem. Kalau dengan datang sendiri, niat sendiri, nempel langsung di pikiran, sehingga segala inisiatif baik itu bisa terlaksanakan,” cerita Eddy dan Fify saling melengkapi.
Ketua kelenteng Ban Eng Bio, Bapak Thio Tian Seng (kanan) merasa mendapat amanah sehingga turut mendukung dan mengatur keberangkatan rombongan
Sebenarnya keinginan Mama Kwee akan segera direalisasikan oleh Eddy dan Fify dalam waktu dekat. Namun karena terkendala kondisi kesehatan Mama Kwee, rencana itu tertunda terus. Hingga tanggal 13 Oktober 2014, Mama Kwee akhirnya meninggal dunia di usia 67 tahun akibat kanker ovarium yang dideritanya. Ketika sedang dalam masa pengobatan, Mama Kwee pernah berpesan dan meminta agar rencana tersebut dapat terlaksana di bulan Desember 2014. Keinginan mama akhirnya dapat terwujud oleh Eddy dan Fify pada hari Minggu tanggal 7 Desember 2014. Membawa rombongan berjumlah 45 orang dengan menggunakan bus, mereka berangkat dari Tegal pukul 21.00 WIB sehari sebelumnya dan tiba di Jakarta pukul 04.00 subuh. Sebagian dari mereka sudah berusia lanjut, terlihat semangat dan kebahagiaan terpancar di wajah mereka walau kurang istirahat dan harus menunggu sejak subuh hingga bisa sampai di Aula Jing Si.
“Kita ini melanjutkan keinginan mami,” tutur Fify. “Ini hanyalah sedikit yang (bisa) kita lakukan untuk membahagiakan mami,” ujarnya merendah. Mewujudkan keinginan orangtua juga merupakan suatu bentuk bakti. Apalagi niat dan ketulusan itu begitu mulia, demi kebaikan dan kebahagiaan semua makhluk. Eddy dan Fify sekeluarga terinspirasi oleh Mama Kwee, mereka pun hingga kini menjadi pemirsa setia DAAI TV. Banyak nilai-nilai yang mereka dapatkan dari menonton DAAI TV yang kemudian mereka praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
. Eddy Martana (47) beserta istri, Fify Handajani (45), mengungkapkan rasa sukacita mereka membawa rombongan demi mewujudkan keinginan mama
Melihat benih bajik dan potensi yang memadai, kemungkinan menjalankan Tzu Chi di Tegal melalui keluarga Eddy dan Fify ini bukanlah tak mungkin. “Kita akan mulai dari celengan bambu, mami sudah siapin, mau dibagi ke teman-teman mami, sudah ada sekitar 30-an celengan. Dari 30 celengan ini memang tidak banyak, tapi mudah-mudahan dapat berkembang biak menjadi banyak,” ujar Fify tersenyum bahagia. Mereka juga bersyukur karena dua hal yang tak dapat ditunda, yaitu berbakti dan berbuat kebajikan dapat mereka jalani secara bersamaan.
Datang dengan menempuh perjalanan selama 7 jam tidak mengurangi senyum kebahagiaan di wajah mereka