Rocky Kambu saat perban matanya dibuka, merasa agak enakan karena langsung bisa melihat dari jarak dekat. Rocky hampir 30 tahun bekerja di RS Sentra Medika Cikarang dan menjadi sosok yang sangat disegani.
Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-143 yang digelar di RS Sentra Medika Cikarang pada 29 Juni 2024 menghadirkan beragam kebahagiaan bagi para pasiennya. Dan rupanya beberapa pasien yang pernah mengikuti pengobatan katarak Tzu Chi tahun 2017 lalu, sudah menanti-nanti kapan Tzu Chi mengadakannya lagi.
Rocky Kambu (60) misalnya, satpam atau satuan pengamanan di RS Sentra Medika Cikarang ini sebelumnya telah mengikuti pengobatan katarak di mata kanan. Pelayanan yang humanis dari para relawan dan pelayanan yang profesional dari tim medis Tzu Chi atau TIMA Indonesia meninggalkan kesan tak terlupakan.
“Saya kalau makan atau beli barang di satu tempat, saya tidak mau pindah-pindah. Seperti saya operasi di Buddha Tzu Chi, saya tetap carinya Buddha Tzu Chi. Saya tidak mau tangan kedua, tangan ketiga, saya tidak mau,” tutur Rocky dengan aksen Papua yang kental.
Rocky pun menjalani operasi katarak di mata kirinya. Sang istri, Kristina setia menemaninya.
“Lega, mudah-mudahan cepat sembuh supaya saya bisa kerja. Saya berharap Buddha Tzu Chi terus bertahan, berjalan terus sampai selama-lamanya,” kata ayah dari dua anak ini usai perban matanya dibuka. Ia sangat gembira.
Pak Parta merasa enjoy mengikuti tahapan operasi yang cukup singkat. Ia juga terkesan dengan keramahan relawan dan tim medis Tzu Chi.
Demikian juga Parta (58), petani dari Majalengka yang tahun 2017 pernah mengikuti pengobatan katarak Tzu Chi di mata kirinya. Kini ia operasi katarak di mata kanan yang sudah ia tahan-tahan sejak lima tahun lalu. Kalau Pak Parta, selain memang sudah nyaman dengan pelayanan Tzu Chi, ada faktor ekonomi juga.
“Disabarin saja selama ini, berhubung tetangga kemarin kasih informasi, ya sudah ikut, biarin enggak ke sawah,”cerita kakek dari tiga cucu ini.
Meski mata kiri masih jelas, tetap saja banyak kendala yang Pak Parta hadapi karena katarak di mata kanan. Pandangannya seperti terhalang plastik tebal.
“(Kalau bertanam), kayak kacang hijau, apa saja yang kecil-kecil itu kadang enggak masuk,” kata dia sambil tertawa.
“Kadang kalau naik motor, kalau mau nyebrang, susah itu,” tambahnya.
Ditemani sang istri, Darsih, Pak Parta datang bersama tiga pasien lainnya sama-sama dari Majalengka. Ia difasilitasi oleh He Qi Cikarang, baik untuk transportasi maupun penginapannya.
“Wah benar-benar saya diterima di sini, bagus layanannya, saya diterima banget di sini, tidak ada yang cuek sama saya,” tutur Pak Parta.
“Sekarang ya mah sudah ada perubahan, kan sudah dicoba untuk lihat nomer, trus ABCD lah pokoknya, Alhamdulillah sudah kelihatan, perbedaan jauh sama yang sebelum dioperasi. Perasaan saya sudah tenang karena tidak ada keluhan. Ya paling mau liburan ke sawah lagi, ha ha ha..,”kelakarnya usai perban matanya dibuka, membuat para pasien lainnya ikut tertawa.
Lega dan Bahagia
Pak Suherman (66) yang duduk sederet dengan Pak Parta turut mengungkapkan kelegaanya. “Alhamdulillah saya bersyukur bisa dioperasi, tadinya memang pengen berobat sudah lama dari berapa tahun yang lalu, mengurus KIS belum selesai juga, jadi waktu dibilangin anak saya Alhamdulillah sampai ada hari ini,” tuturnya.
Pak Suherman sesaat perban matanya dibuka, ia sangat bersyukur.
Pak Deden Efendi (baju biru) yang berharap Tzu Chi bakal mengadakan pengobatan katarak serupa di Cikarang, dalam waktu yang tak terlalu lama lagi.
Begitu juga dengan Deden Efendi (49) yang tampak sekali ingin menceritakan kebahagiaanya. “Hari ini bahagia, senang bisa melihat lagi, terang, Alhamdulillah. Terima kasih banget kepada Yayasan Buddha Tzu Chi dan tim relawannya. tim dokter yang mengoperasi, Hatur Nuhun pisan..,” ujarnya.
Pak Deden mengaku begitu terkesan dengan pelayanan pada pengobatan katarak ini. “Tertib, rapi, santai, tidak terburu-buru. Ini operasi pertama mudah-mudahan ada lagi karena sebelahnya buram. Kalau ada lagi, mau ikut lagi,” tambah Pak Deden.
Sofi, alumni Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nurul Iman, Parung, Bogor saat menjalankan tugasnya.
Pada pengobatan katarak ini terdapat banyak sukarelawan yang berpartisipasi sekaligus ingin tahu seperti apa kebahagiaan yang dirasakan saat berkegiatan Tzu Chi. Sofi merupakan alumni dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nurul Iman, Parung, Bogor. Karena pernah menempuh pendidikan SMK di jurusan farmasi, ia pun ditugaskan membantu di bagian pengambilan obat.
“Saya bersyukur sekali di sini saya bisa berbagi. Walaupun tidak mengeluarkan uang, tapi saya berbagi dari segi tenaga, pikiran, berbagi ilmu, edukasi kepada pasien, senang sekali,” katanya.
Sofi datang bersama tiga sahabatnya yang juga alumni STAI Nurul Iman. Mereka diajak berpartisipsi oleh dr. Sutanto yang merupakan relawan tim medis Tzu Chi atau TIMA Indonesia.
Dokter Sutanto yang selalu berupaya membuat para pasien nyaman dan senang.
“Jujur saya bangga (dengan keempatnya) karena dari awal kami memang melihat mereka itu penuh dengan syukur,” kata dr. Sutanto.
Selain itu, menyaksikan sukacita yang dirasakan para pasien, dr. Sutanto benar-benar merasa bahagia.
“Enggak bisa diungkapkan kebahagiaannya karena kami menganggap para pasien (yang kebanyakan lansia) sebagai orang tua kami juga. Dan dari awal saya selalu berpikir apa sih yang bisa kita lakukan apalagi yang sebelumnya tidak bisa melihat dan setelah operasi mereka sangat bersyukur,” tutur dr. Sutanto.
Editor: Arimami Suryo A.