Linda Liem, relawan Tzu Chi Batam yang memiliki tekad dan ketulusan hati untuk berbuat baik. Di Asrama Haji Linda juga menunjukan rasa tanggung jawabnya sebagai ketua koordinator pendamping pasien baksos dari pulau luar.
Dalam hidup, berkah dan kebajikan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, tetapi harus terus dicari dan diperjuangkan. Mereka yang berpegang teguh pada nilai-nilai ini memahami bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk menebar kebaikan dan membawa manfaat bagi sesama. Seperti yang dilakukan para relawan Tzu Chi mereka tak pernah kenal lelah dalam dalam mengejar tujuan hidup yang penuh makna, senantiasa memanfaatkan waktu dan tenaga untuk membantu dan menyebarkan cinta kasih, tanpa pamrih dan hati yang tulus.
“Seperti kata Master Cheng Yen, ‘Berkah akan habis kalau tidak dicari kembali.’ Terus saya langsung sadar memang betul, kayak kita menabung kalau uangnya nggak ditabung lagi lama-lama habis tabungan kita jadi kita harus cari berkah banyak-banyak, jangan santai-santai, harus menggunakan waktu untuk berbuat kebajikan,” kata Linda Liem, relawan Tzu Chi Batam.
Perkataan Master Cheng Yen itulah yang membuat Linda Lim semakin bertekad untuk berbuat kebajikan dan selalu ingin berbagi berkah. Jalinan jodoh Linda dengan Tzu Chi sendiri terbilang sangat lancar jalannya. Dimulai dengan menonton tayangan DAAI TV yang menceritakan kisah-kisah kehidupan nyata seseorang, dan diakhir tayangan ada Master Cheng Yen. Awalnya Linda tidak mengenal, tetapi lama kelamaan setelah sering menonton tayangan tersebut, sedikit demi sedikit Linda menaruh ketertarikannya dengan Tzu Chi.
“Karena filmnya itu menceritakan tentang cerita yang sebenarnya dari masa lalu orang-orang itu, lalu setelah mengenal Tzu Chi mereka jadi banyak perubahan, saya pikir ini bagus juga ya, mengajarkan kebenaran tentang kehidupan. Jadi tertarik karena menurut saya semua ajaran Master itu sangat masuk ke hati saya kayak cocok gitu,” kata Linda.
Kebahagian Linda saat bertemu lagi dengan Tommy pasien dari Dabo Singkep yang dua tahun lalu melakukan operasi katarak dan tahun ini datang lagi karena sudah percaya dengan Tzu Chi.
Linda mengulang kembali ingatannya di Tahun 2012 saat Linda dan suaminya masih tinggal di Jakarta. Saat di jalan ingin pulang kerumah Linda melihat ada depo pelestarian lingkungan Tzu Chi di Villa Kapuk Mas. Mereka juga melihat ada relawan Tzu Chi yang lagi melakukan daur ulang di depo, setelah itu Linda pulang kerumah ia mencari barang-barang daur ulang dan membawanya ke depo.
“Sebelumnya kami sudah tertatik untuk gabung di Tzu Chi tapi ga tau (gimana) caranya. pas banget saat itu saya lihat itu ada relawan Tzu Chi lagi berkegiatan di depo, terus saya pulang kerumah ngumpulin barang-barang yang nggak dipakai terus saya datang lagi ke depo yang ada di Villa Kapuk bawa barang-barangnyanya sekalian tanya-tanya tentang Tzu Chi dan bagaimana caranya untuk gabung,” cerita Linda yang sangat mengingat momen tersebut. Relawan yang ada disitu pun menjawab semua pertanyaan yang ada di benak Linda dan mengajak untuk mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan.
“Awalnya ikut gabung di kegiatan PL dan dilantik jadi Putih Abu di Desember tahun 2014. Kemudian sejak itu saya ikut- ikut terus kegiatan dan mulai banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan Tzu Chi mulai dari pelestarian lingkungan, lama-lama saya ikut kegiatan dalam beberapa misi termasuk amal,” cerita Linda.
Linda mengambil kesempatan yang baik itu untuk mewujudkan keinginannya sejak dulu ingin berbuat kebajikan dan membantu banyak orang, melalui Tzu Chi Linda dapat menyalurkan niat baiknya tersebut. Komitmen itu tetap Linda jaga hingga ia bisa dilantik dan berjanji kepada Master Cheng Yen untuk bisa menjadi tangan dan kaki master untuk melanjutkan dan meyebarkan kebaikan.
Tetapi jalan tidak selalu mulus, Linda bercerita ia pernah kehilangan tujuan hidupnya. Saat itu ada suatu hal yang membuat Linda dan suaminya akhirnya harus meninggalkan Jakarta dan menetap di Batam. Linda menghadapi tantangan baru. Linda yang saat itu masih merasa asing dengan kota tersebut memiliki perasaan takut dan merasa kehilangan arah dan sempat vakum dari kegiatan Tzu Chi karena belum mengenal relawan-relawan di sana. Perasaan takut, canggung dan belum terbiasa membuatnya tidak pernah lagi ikut dalam kegiatan Tzu Chi saat awal-awal pindah ke Batam.
“Awalnya hanya bolak-balik aja ke Batam karena mertua tinggal disana, dan tahun 2019 akhirnya memutuskan untuk pindah ke Batam. Karena baru pindah kesini merasa kayaknya nggak punya teman, karena belum kenal jadi merasa kayanya saya orang baru disini, belum kenal, dan belum akrab sama Shixiong-Shijie lainnya jadi ada perasaan malas untuk datang. Jadi mulai dari tahun 2019 itu saya nggak datang ke Tzu Chi, paling kalau datang ke acara tertentu aja,” ungkap Linda yang menceritakan masa lalu yang menjadi titik terendahnya saat menjadi relawan Tzu Chi.
Titik Balik Linda, Membawa Tekad yang Semakin Besar
Tapi dari kejadian itu Linda mendapatkan pelajaran yang berharga yang membuat dirinya malah semakin tahu apa sebenarnya tujuan hidupnya. Saat tahun 2021, ketika virus Covid-19 masih melanda Indonesia, Linda sempat terinfeksi Covid-19 dalam kondisi yang cukup parah, yang membuatnya sangat takut dan khawatir. Setiap hari, ia melihat berita tentang orang-orang yang meninggal karena virus tersebut. Dalam kegelisahannya, Linda mengalami pengalaman spiritual di mana ia merasa melihat sosok Master Cheng Yen saat berada di rumah sakit tempat ia dirawat.
Kebersamaan Linda bersama para pasien, pendamping dan relawan yang bertugas di Asrama Haji. Linda sudah menganggap mereka semua seperti keluarga sendiri.
“Saat itu sendirian, melihat orang setiap hari ada yang meninggal jadi takut, udah putus asa, saya nangis di situ pas saat pandangan saya lagi ke jendela tiba-tiba aja saya kebayang wajah Master. Muncul dipikiran saya teringat kalau selama di Batam nggak melakukan apa-apa di Tzu Chi, padahal sudah komite, sudah berjanji sama Master tapi saya kok menyia-nyiakan waktu saya. Suami saya juga ada kirimin lagu judulnya Arah Tujuan. Di situ saya semakin sadar lagi, ‘iya ya saya punya arah tujuan tapi karena hal yang sebenarnya sepele jadi goyah dan ga jelas arahnya’. Setelah dua kejadian itu pikiran saya langsung terbuka dan tahun lagi arah tujuan saya tuh mau kemana,” cerita Linda sambil menangis saat mengingat lagi kejadian tersebut.
Pengalaman ini menyadarkan Linda bahwa ia telah jauh dari ajaran Master Cheng Yen dan melupakan tekad awalnya untuk terus berbuat kebajikan. Di momen inilah titik balik Linda terjadi, ia mengucapkan janji untuk kembali lagi menyebarkan kebajikan. “Saat itu juga saya berjanji dan bilang, ‘iya Master setelah saya sembuh saya pasti ikut Tzu Chi lagi’. Jadi setelah saya sembuh saya ikut aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan Tzu Chi,” ucap Linda dengan mata yang masih berkaca-kaca.
Setelah sembuh dari Covid-19, Linda benar-benar menepati janjinya ia kembali aktif dalam kegiatan Tzu Chi di Batam. Ia mulai menjalin hubungan baik dengan para relawan setempat dan terlibat dalam berbagai misi kemanusiaan. “Ketika udah sembuh kegiatan pertama setelah saya kembali lagi ikut Tzu Chi waktu itu masih di pandemi saat itu lagi banyak kegiatan vaksin, saya mulai di situ setelah itu ikut aktif lagi dis etiap kegiatan,” cerita Linda.
Pengalaman menghadapi wabah virus corona menjadi titik balik yang menguatkan tekad Linda untuk terus berkontribusi dalam misi Tzu Chi. Selain itu Linda juga memiliki pedoman dalam hidupnya yang membuatnya jadi lebih yakin untuk kembali kepada tujuan hidupnya yaitu berbuat baik kepada sesama dan makhluk hidup lainnya.
Keteladanan, komitmen dan kosistensi Linda juga terus ia gali dan kembangkan untuk terus meyebarkan cinta kasih. Seperti kali ini ia memiliki peran penting dengan bertanggung jawab menjadi koordinator pendamping untuk pasien luar pulau. Asrama Haji lah tempat dimana pasien baksos Tzu Chi Batam dari pulau seperti Selat Panjang, Dabo Singkep, dan Anambas menginap dari sebelum skreening hingga sesudah operasi. Disana Linda dan relawan lainnya sangat benar-benar memperhatikan kebutuhan mereka.
Sebagai koordinator, Linda tidak hanya bertanggung jawab memastikan kesehatan dan keamanan para pasien, tetapi juga memperhatikan asupan makanan mereka. Meskipun terkadang kondisi kesehatannya sendiri tidak optimal, Linda tetap hadir dan menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati, serta mendampingi 168 pasien serta pendamping mereka. Meskipun tidak mudah tetapi Linda melakukan tanggung jawabnya dengan setulus hati.
“Terkadang mereka susah dibilangin, suka keluar-keluar dari mess ini, kita kan khawatir sama keselamatannya, soalnya mereka kan bukan dari daerah sini dan kesehatan mereka juga kan harus dijaga sebelum operasi. Jadi saya suka datang ke kamar-kamar mereka kasih makan sekalian cek keadaan mereka, suka ngobrol, bergurau juga udah kaya keluarga disini,” kata Linda.
Saat pasien sudah selesai dioperasi dan kembali ke Arama Haji, Linda mengecek keadaan mereka dan mengajak mereka bersosialisasi. Linda sangat bahagia saat melihat semua pasien bisa berhasil dioperasi dan berharap keadaan kesehatan juga kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Bagi Linda, kebahagiaan terbesar adalah berada di tengah-tengah para pasien dan melihat mereka mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan. Pengalaman ini bukanlah yang pertama bagi Linda. Dua tahun sebelumnya, ia juga bertugas di tempat yang sama dan memiliki kenangan manis dengan para pasien. Salah satu momen yang paling berkesan baginya adalah ketika seorang pasien yang sebelumnya tidak bisa melihat, datang dengan selalu menunduk mengatakan dimatanya seperti ada semut tetapi setelah operasi akhirnya bisa kembali melihat dengan jelas setelah menjalani operasi. Momen seperti inilah yang membuat Linda merasa bersyukur dan bersemangat untuk terus berbuat kebajikan.
“Ada namanya pak Tommy dia dari pulau Dabo Singkep dua tahun lalu awal dia datang kesini dia menundukan kepalanya saking tidak bisa melihat katanya matana dipenuhi semut, tapi habis operasi matanya mulai bisa melihat. Tahun ini dia datang lagi operasi matanya satu lagi dia masih ingat sama saya, melihat mereka bisa berhasil dioperasi saya juga merasa bahagia.” cerita Linda.
Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan para relawan juga apalagi Linda yang benar-benar setiap hari mendampingi mereka dari pagi sampai malam. Bahkan saat merasa kurang fit saja Linda tetap datang, tetap memastikan mereka semua dalam keadaan baik. Bahkan selesai baksos saat pasien akan pulang ke rumah mereka masing-masing Linda merasa seperti akan ditinggal keluarga sendiri.
“Sedihnya terasa kalau mereka sudah pulang, bahkan mereka suka kasih kenang-kenangan dan makanan saking merasa dekatnya sama kita. Betul-betul di Tzu Chi kita merasakan seperti layaknya ‘Satu Keluarga’ dengan para pasien,” ungkap Linda.
Kini, Linda Lim bertekad untuk terus berjalan di jalan yang ditunjukkan oleh Master Cheng Yen. Ia ingin tetap berpegang teguh pada tujuan hidupnya, yaitu terus berbuat kebajikan dan membantu sesama. Baginya, seperti yang dikatakan oleh Master Cheng Yen, "Berkah akan habis kalau tidak dicari lagi." Linda menyadari betul kebenaran kata-kata ini dan bertekad untuk terus mencari berkah dengan tidak bersantai-santai, melainkan menggunakan waktu yang ada untuk berbuat kebajikan sebanyak mungkin.
Tzu Chi Mengubah Kehidupan Jadi Lebih Berarti
Begitu juga dengan Djaya Iskandar yang telah mengabdikan dirinya selama 14 tahun dalam pelayanan kemanusiaan. Sejak awal keterlibatannya, Djaya tidak hanya membantu meringankan penderitaan banyak orang, tetapi juga mengalami transformasi pribadi yang luar biasa. Keterlibatan Djaya di Tzu Chi bermula dari peran sang istri yang awalnya hanya menjadi donatur Tzu Chi. Bersama istrinya, Djaya mengikuti kamp pengusaha. Berawal dari rasa penasaran, berakhir dengan panggilan hati untuk bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi. Djaya tidak lagi ingin hanya berkontribusi dari segi finansial, melainkan ia merasa harus turun tangan langsung untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Kasih dan ketulusan selalu dipancarkan oleh relawan Tzu Chi termasuk Djaya Iskandar yang tidak kenal lelah untuk berbuat kebaikan. Dalam Baksos di Batam tahun ini Djaya dipercaya sebagai koordinator yang mengurus transportasi pasien luar pulau dan juga yang tinggal di Batam.
“Awal saya mengenal Tzu Chi dari istri saya yang sudah lama jadi donatur, terus saat itu ada Kamp pengusaha di Taiwan saya juga ikut kesana. Setelah dua kali mengikuti kamp pengusaha saya pelan-pelan saya menjadi relawan Tzu Chi. Awalnya hanya rasa penasaran tapi setelah mengetahui Tzu Chi lebih dalam dan terjun langsung saya mulai merasakan ketenangan hati dan rasa ingin membantu jadi lebih meningkat,” ungkapnya.
Di Tzu Chi, Djaya belajar banyak tentang kesabaran, rasa syukur, dan bagaimana menghargai orang lain. Perubahan dalam diri Djaya bukanlah hal yang terjadi secara instan. Butuh waktu dan proses panjang baginya untuk bisa mengendalikan emosi dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk. Melalui berbagai aktivitas di Tzu Chi dan pengaruh ajaran Master Cheng Yen, Djaya mulai melihat hidup dari perspektif yang berbeda. Ia merasa semakin dekat dengan kehidupan yang lebih tenang dan bermakna.
"Dulu saya merasa mudah marah, suka membuang uang untuk berjudi sama teman-teman di rumah. Tapi setelah saya benar-benar memahami ajaran Master Cheng Yen dan dilantik menjadi komite saya sudah berhenti meakukan hal yang nggak penting, sifat saya yang pemarah mulai bisa terkontrol, pandangan hidup saya sudah jauh berubah," ungkap Djaya dengan penuh syukur.
Djaya menjemput para pasien dari luar pulau Batam dan kemudian mengantarkannya ke Asrama Haji tempat penginapan para pasien luar pulau.
Pada tahun 2015, Djaya dilantik menjadi relawan komite di Tzu Chi, sebuah tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar relawan biasa. Sebagai relawan komite, Djaya bukan hanya terlibat dalam kegiatan lapangan, tetapi juga mengambil peran dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai misi kemanusiaan Tzu Chi di Batam. Selain menjadi relawan komite, Djaya juga pernah terlibat sebagai Zhen Shan Mei, relawan yang bertugas mendokumentasikan setiap kegiatan Tzu Chi. Bagi Djaya, peran ini memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga. Ia menyaksikan berbagai kisah manusia yang penuh perjuangan, yang semakin memperkuat keyakinannya bahwa berada di Tzu Chi adalah jalan hidup yang tepat.
“Tzu Chi adalah rumah kedua bagi saya. Saya juga sangat berkesan saat dikasih kesempatan untuk menjadi ketua pembangun Jing Si Tang Batam. Setiap hari nggak pernah putus saya kesana selalu memantau perkembangan bangunannya selama hampir 2 tahun dari pagi sampai sore. Ada rasa haru dan bangga, saya yang sama sekali tidak mengerti banguanan karena tanggung jawab tersebut saya jadi banyak belajar dan mengerti,” cerita Djaya mengingat momen yang tidak pernah ia lupakan selama menjadi bagian dari Tzu Chi.
“Suka, duka itu pasti ada tapi tergantung kita meresponnya. Kalau kita menanggapi dengan pikiran positif pasti semuanya itu akan lewat begitu saja balik lagi ke tekat kita disini itu untuk apa, kan kita udah bertekat untuk buat kebaikan dan ikut jalan Master. Ada satu kata-kata Master yang selalu saya ingat dan jadi pedoman saya, intinya seperti ini ‘Lebih baik kita berbuat walaupun banyak yang tidak suka dan mengatai kita dari pada nggak berbuat apa-apa tapi mengatai orang’. Jadi lebih baik kita berbuat baik tanpa memperdulikan apa kata orang dibandingkan kita sama sekali nggak berbuat apa-apa tapi mengatai atau mengejek pekerjaan orang lain,” ungkap Djaya.
Djaya mendorong kursi roda pasien yang sudah selesai dioperasi. Dengan tulus Djaya mengerjakan semua tanggung jawabnya dan bertekad untuk selalu mengikuti jejak Master.
Selain terinspirasi oleh misi kemanusiaan, Tzu Chi juga membawa Djaya untuk mengubah gaya hidupnya, terutama dalam hal pola makan. Sembilan tahun lalu setelah dilantik menjadi komite, Djaya memutuskan untuk menjadi vegetarian. Baginya, keputusan ini bukan hanya soal mengasihi makhluk hidup dan menjaga lingkungan, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. "Dulu saya ada darah tinggi, kolesterol tinggi, tapi setelah jadi vegetarian dan dengan pola makan yang benar, kesehatan saya sangat membaik. Jadi vegetarian itu sebenarnya bermanfaat bagi kesehatan tapi dengan catatatan makananya harus yang benar," ujarnya.
Menyebarkan Kebaikan tanpa Batas
Dedikasi Djaya terlihat jelas dalam setiap kegiatan yang ia jalani. Salah satu contoh terbaru adalah ketika ia bertugas sebagai koordinator transportasi pada acara bakti sosial kesehatan Tzu Chi di Batam. Tugasnya tidak mudah, karena ia harus mengatur transportasi pasien dari pulau-pulau di sekitar Batam, baik sebelum operasi maupun setelahnya. Namun, meskipun tugas ini berat, Djaya melakukannya dengan penuh semangat dan tanggung jawab. “Saya melakukannya dengan sukacita, susahnya pasti ada tapi saya sangat menikmati tugas ini. Dengan dukungan dari relawan lain, semuanya bisa berjalan lancar.” ujarnya.
Kebaikan Djaya juga dirasakan banyak orang, termasuk para pasien yang terlihat senang dan merasa akrab dengannya.
“Saya juga pernah juga dioperasi katarak jadi saya tahu rasanya gimana, jadi saya sharing sama mereka apa saja yang tidak boleh dilakukan setelah operasi. Momen yang membuat saya selalu senang itu saat post opp mereka dibuka perbannya, terus udah mulai bisa lihat cahaya, senyum mereka merekah lebar, saya yang melihat juga ikutan senyum dan senang mereka bisa melihat lagi, ada kepuasan dan kesenangan sendiri lah didalam hati ini,” ungkap Djaya sambil membayangkan dan tersenyum.
Komitmen Djaya tidak berhenti di situ. Ia berjanji bahwa selama kesehatannya masih memungkinkan, ia akan terus aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan Tzu Chi. “Selagi saya masih sehat, saya mau terus memegang teguh tekad yang sudah saya ucapkan di depan Master Cheng Yen, yaitu menjadi manusia yang bisa selalu membawa pengaruh baik untuk banyak orang,” pungkasnya.
Editor: Hadi Pranoto