Bangga Mengelola Sampah Sendiri

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Posan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat menyampaikan materi tentang konsep pelestarian lingkungan Tzu Chi dalam workshop pengelolaan sampah Kapuk Muara yang diselenggarakan pada hari Rabu, 27 Agustus 2008 di Kantor Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Masalah sampah menjadi permasalahan bagi semua orang, terutama bagi yang tinggal di perkotaan. Setiap hari, setiap orang memproduksi sampah. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan mengakibatkan berbagai kerugian bagi manusia, seperti penyakit, banjir, dan bencana alam. Namun, jika sampah dapat dikelola dengan baik, maka sampah bisa memberi berbagai manfaat dan bahkan bisa menjadi sebuah alternatif untuk menambah penghasilan warga.

Setidaknya itulah yang ingin dicapai dalam workshop pengelolaan sampah Kapuk Muara yang diadakan oleh Jakarta Green Monster (JGM) –LSM yang menaruh kepedulian lingkungan terhadap kawasan Muara Angke– yang didukung oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Fauna & Flora International pada Rabu, 27 Agustus 2008 di Kantor Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bertajuk “Bangga Mengelola Sampah Sendiri”, workshop ini selain dapat mencari solusi terhadap permasalahan sampah di wilayah Kali Angke juga berupaya memanfaatkan berbagai jenis sampah yang masih dapat digunakan untuk menjadi barang bernilai guna ekonomis. Menurut Sutadi, Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara, setiap hari sampah di DKI mencapai + 25.687 m3 per hari, yang sebagian besar berasal dari rumah tangga. Dari jumlah itu, 65% merupakan sampah organik dan sisanya non organik. “Jadi bisa dibayangkan kalau semua volume sampah itu hanya dibuang ke TPA Bantar Gebang, Bekasi?” kata Sutadi.

Mengelola Sampah Menjadi Barang Bernilai Ekonomis
Terletak di utara Jakarta, Kelurahan Kapuk Muara memiliki luas 10.055 km2 yang terbagi menjadi 8 RW dan 78 RT ini memiliki persoalan klasik tentang sampah. Berbatasan langsung dengan Kali Angke yang bermuara ke laut, membuat wilayah ini tak pernah luput dari banjir, bahkan walaupun bukan di musim hujan –air pasang dan banjir kiriman. Dihuni oleh 4.432 keluarga dan terdiri dari 15.262 jiwa, wilayah ini penduduknya terbilang sangat padat. Tingkat kepadatan penduduk ini sebanding dengan jumlah sampah yang dihasilkan warga. Pengelolaan sampah yang masih menggunakan cara konvensional yaitu kumpul, angkut dan buang ternyata menimbulkan permasalahan baru saat banjir datang. “Belum lagi warga yang masih suka buang sampah ke kali,” kata Bayu Jatiko, Lurah Kapuk Muara prihatin.

Berbagai upaya telah dilakukannya, mulai dari sosialisasi ke warga hingga bekerja sama dengan berbagai LSM peduli lingkungan untuk mengubah kebiasaan masyarakat Kapuk Muara dalam membuang limbah rumah tangganya. Upaya ini sudah mulai terlihat di RW 04 yang juga dijadikan pilot project pengelolaan sampah secara mandiri. “Warga sekarang sudah terbiasa memilah sampah rumah tangganya sendiri,” kata Sutrisno, Ketua RW 04. Bahkan, berkat pembinaan yang dilakukan Jakarta Green Monster dan Tzu Chi secara terus-menerus, kini warga sudah dapat membuat kompos dari sampah-sampah organik dan juga membuat tas, rompi, dan dompet dari sampah-sampah organik. “Selain sampah berkurang, warga pun mendapat penghasilan tambahan,” tegas Sutrisno.


foto   foto

Ket : - Lurah Kapuk Muara, Bayu Jatmiko sedang memaparkan permasalahan tentang sampah di wilayahnya.
           Perilaku warga yang masih suka membuang sampah ke sungai turut memperparah kondisi Kali Angke
           yang berada di wilayahnya. (kiri)
         - Ketua RW 04, Kapuk Muara, Sutrisno menunjukkan salah satu karya warga di lingkungannya dalam
           memanfaatkan sampah daur ulang menjadi rompi, tas, keranjang dan juga kompos organik. (kanan)

Pengelolaan Sampah dari Sisi Budaya Humanis
Sementara Posan, relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menjabarkan konsep “5R” (Re-think, Reduce, Re-use, Repair, dan Recycle) dalam misi pelestarian lingkungan Tzu Chi. “Kami di Tzu Chi berprinsip bahwa untuk mengatasi masalah sampah, memikirkan kembali dan mengurangi konsumsi suatu produk sangat penting. Master Cheng Yen mengingatkan dalam pesannya untuk membeli barang yang benar-benar kita butuhkan, bukan barang-barang yang kita inginkan,” terang Posan. Dengan memikirkan kembali dan mengurangi konsumsi sebuah produk, maka secara tidak langsung juga akan berdampak kepada volume sampah yang dihasilkan.

Dalam kesempatan itu, Posan juga menjelaskan motto sampah program daur ulang Tzu Chi “Mengubah Sampah Menjadi Emas, dan Emas Menjadi Cinta Kasih.” “Sebagian dari dana kemanusiaan yang digunakan Tzu Chi untuk membantu biaya pengobatan, sosial, sembako dan pembangunan rumah bagi warga kurang mampu juga disumbang dari daur ulang,” kata Posan.

foto   foto

Ket : - Mengingatkan tentang pentingnya menjaga kebersihan, khususnya Kali Angke, relawan Tzu Chi
           memperagakan isyarat tangan berjudul "Wariskan Sebuah Dunia yang Bersih" dalam acara workshop
           pengelolaan sampah di Kapuk Muara. Acara ini dihadiri sekitar 60 orang pese. (kiri)
         - Para peserta workshop juga diajak untuk berdiskusi dan menyampaikan pemikirannya sebagai bahan
           masukan terhadap masalah penanggulangan sampah dan kepada dinas atau instansi terkait. (kanan)

Sementara Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, Ben G. Saroy menyambut baik diadakannya workshop ini. “Semoga kesadaran masyarakat dalam membuang dan mengolah sampah dengan baik ini meningkat. Perilaku positif ini juga akan berdampak kepada kawasan Suaka Margasatwa Angke, dimana banyak terdapat aneka tumbuhan dan hewan,” terang Ben. Ben mengingatkan jika sampah-sampah yang berasal dari Kali Angke dan masuk ke wilayah konservasi sangat menganggu dan akan merusak kehidupan hayati di sana, padahal suaka margasatwa salah satu fungsinya adalah sebagai paru-paru kota Jakarta. Begitu pula dengan hewan atau tumbuhan yang punah, akan berdampak kepada hewan lainnya atau bahkan bencana alam. Dalam hal konservasi ini, secara pribadi Ben menganggap ajaran Buddha yang menganjurkan untuk menjaga dan menyayangi setiap makhluk hidup sangat bagus. “Ada kalanya kita menempatkan posisi manusia lebih tinggi daripada makhluk hidup lainnya, padahal terganggunya salah satu kehidupan makhluk hidup dalam ekosistem akan berdampak juga pada manusia,” jelas Ben.

 

Artikel Terkait

Tangisan Seribu Makna

Tangisan Seribu Makna

08 Februari 2009
Baksos Kesehatan dan Sosialisasi Budaya Humanis

Baksos Kesehatan dan Sosialisasi Budaya Humanis

22 Juli 2018
Hari Sabtu, 21 Juli 2018 diadakan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan bagi seniman bangunan (istilah untuk pekerja pembangunan Rumah Sakit Tzu Chi Indonesia) di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Kegiatan yang rutin diadakan satu bulan sekali ini diikuti oleh sekitar 150 orang peserta. Dalam kegiatan ini juga disosialisasikan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan, memilah dan mendaur ulang sampah.
Suara Kasih: Belajar dari Siswa Teladan

Suara Kasih: Belajar dari Siswa Teladan

25 Juni 2013 Kemarin adalah upacara wisuda siswa Sekolah Menengah dan SD Tzu Chi Tainan. Di aula yang khidmat itu, kita dapat melihat anak-anak SD, SMP, dan SMA dari usia berbeda-beda mengikuti upacara kelulusan secara bersamaan.
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -