Bangkit dari Keterpurukan

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

* Relawan Tzu CHi, Haryanto Salim menjenguk kondisi Dadi Somamiharja dan istrinya. Mereka dahulu adalah penerima bantuan pengobatan Tzu Chi, kini mereka juga turut membantu orang lain yang membutuhkan bantuan serta membantu program daur ulang Tzu Chi.

"Penyakit pada tubuh tidaklah menakutkan, batin yang sakit justru lebih mengerikan".
(Master Cheng Yen)

Pagi itu, Dadi Somamiharja sedang duduk dan berbincang-bincang dengan seorang tetangganya saat Haryanto Salim, relawan Tzu Chi datang berkunjung. Dengan mengendarai sepeda motor, Haryanto menengok keadaan Dadi. Rumah Dadi yang sederhana ini terlihat teduh karena di halamannya tumbuh berdiri pepohonan yang cukup rimbun sehingga tetap terasa teduh walau saat cahaya matahari bersinar terik.

Apa kabar Pak Dadi," tanya Haryanto. "Baik-baik dan sehat-sehat saja," jawabnya. Perbincangan pun berlanjut dengan diskusi seputar buku 108 kata perenungan Master Cheng Yen yang belum lama ini diberikan oleh Haryanto. Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, dan tiada orang yang tidak saya maafkan. Inilah kata-kata perenungan yang telah menyentuh, dan sangat dipahami kedalaman maknanya oleh Dadi. Buku kata perenungan ini makin membuat Dadi sadar, bahwa ilmu kehidupan harus terus dipelajari setiap saat. "Enak banget. Setua ini masih terus belajar mawas diri," ujarnya.

Dadi Somamiharja adalah seorang pasien kasus Tzu Chi. Karena diabetes melitus, kadar gula darahnya tidaklah selalu stabil benar. Karenanya, hingga saat ini ia tetap rutin mengecek kadar gulanya di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. Sebelum mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), ia harus merelakan kaki kirinya diamputasi karena diabetes melitus yang diidapnya. Karena diabetes pula, ia habis-habisan menjual apapun untuk membiayai pengobatan. Puncaknya, karena ketiadaan biaya saat pengobatan di RSCM, masa pengobatan yang seharusnya dilakukan untuk jangka waktu tiga bulan, ia persingkat hanya menjadi tiga minggu saja. Sejak itu, ia pun stres dan frustasi. Malang tak dapat ditolak, anaknya yang pertama, Acep Hidayat mengalami kecelakaan sepeda motor di daerah Cengkareng dan mengalami patah tulang bahu. Beruntung, Acep kemudian mengenal Kasminto, seorang relawan Tzu Chi yang kemudian mengajukan ia dalam bantuan pengobatan Tzu Chi. Acep pun kemudian mendapat bantuan pengobatan dan kini telah dapat beraktivitas seperti sedia kala. Karena Acep, Dadi lalu mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Lulu, relawan Tzu Chi bagian pasien kasus yang melihat kondisi Dadi segera membantunya mengobati penyakitnya. "Bantuan utama dari Tzu Chi bukanlah pengobatan penyakit yang saya derita, namun Tzu Chi telah membangkitkan kembali semangat hidup saya yang telah hilang," tuturnya jujur. "Kalau soal keterpurukan dan frustasi saya sebelum mengenal Tzu Chi, ibu Lulu tahu semua," katanya menjelaskan. Kini, walau tak lagi memiliki sepasang kaki, semangat hidupnya terus tumbuh dan membara. Setelah mendapat bantuan pengobatan dari Tzu Chi, Dadi turut membantu dengan mengordinir para pasien kasus yang membutuhkan pertolongan. Jika para pasien kasus berkumpul di rumahnya, rumah itu pun seketika berubah layaknya sebuah poliklinik karena banyaknya orang yang datang berkumpul. Selain untuk para pasien kasus, Dadi juga merekomendasikan mereka yang sakit untuk pergi berobat ke RSKB Cinta Kasih Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Dengan mengendarai sepeda motor, Haryanto Salim mengunjungi rumah Dadi Somamiharja di Pesing
           Koneng, Jakarta Barat.(kiri)
         - Haryanto Salim membantu Dadi Somamiharja duduk di bangku di depan rumah. Penyakit Diabetes Melitus
           telah merengut kaki kirinya sehingga harus diamputasi. (kanan)

Selain itu, Dadi bersama istrinya, Masiah juga membantu program daur ulang Tzu Chi. Jika sebelumnya ia mengumpulkan sampah daur ulang dan menyetorkannya ke pusat daur ulang Tzu Chi di Cengkareng, kini sampah daur ulang itu ia jual di rumah dan uangnya ia danakan kepada Tzu Chi. Harga daur ulang yang tak lagi setinggi sebelumnya dan tak sebanding dengan biaya bahan bakar kendaraaan yang dikeluarkan untuk membawa ke posko daur ulang Tzu Chi adalah alasan utama mengapa hal ini ia lakukan. "Yang penting khan dananya diberikan kepada Tzu Chi," jelasnya.

Selain daur ulang, Dadi juga memiliki sebuah celengan bambu di rumahnya. Celengan ini ia isi setiap hari. "Dana untuk yayasan tetap untuk yayasan. Kita sudah berjanji dan teguh untuk orang banyak. Yang paling mahal adalah balas budi atas kebangkitan mental saya," tegasnya. Dahulu, ia juga memiliki sebuah celengan lain yang diletakkan di depan rumah. Saat para pasien kasus datang, ia selalu meminta mereka mengisi celengan itu. Namun, harapannya kemudian berbuah kekecewaan karena tak semua dari mereka yang telah mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi berkenan memasukkan uang ke dalam celengan itu. "Minta mereka masukkan 500 rupiah per minggu, tapi banyak yang tidak mau," sesalnya. "Jangan terlalu pusing, itu sudah kodrat manusia. Kalau sedang kesusahan baru sadar. Jika sudah tak lagi kesusahan lupa," nasehat Haryanto mengenai hal itu. "Yang penting kita kasih tau," tambahnya.

Saat ini, Dadi dan istrinya juga mengurus dan menampung anak-anak pengamen. Jika di antara mereka ada yang terjaring petugas Trantib (keamanan dan ketertiban) istrinyalah yang mengurus pembebasan mereka di Kelurahan Kedoya, bahkan kadang ke Suku Dinas Tramtib di Kedoya dan Tanjung Priuk. "Karena keterampilan mereka cuma main gitar," ungkapnya. Dadi yang dikenal sebagai seorang tukang servis televisi ini juga memiliki banyak anak didik yang sukses. Salah satunya Andre yang tinggal bertetangga dengan Lulu. Selain Andre, anak didiknya pun telah tersebar di mana-mana. "(Saya) bangga dengan murid-murid yang sudah survive di luar," tandasnya.

Hingga saat ini, telah puluhan orang yang mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi. "Bagaimana Pak Dadi membantu mereka? Padahal Pak Dadi (maaf) tak lagi memiliki anggota tubuh yang lengkap?" tanya saya. "Sekarang khan ada telepon genggam (HP), jadi tinggal telepon-teleponan aja," jelasnya. Jika pun harus bepergian jauh, sang istri akan menggantikan tugasnya mengantarkan para pasien kasus. Dari mulai mempersiapkan berkas yang diperlukan, hingga penanganan pascaoperasi. Semua itu dilakukan tanpa imbalan sepeser pun alias gratis. "Kebajikan selama kita mampu, kita lakukan. Budi itu dibawa mati. Berat bagi saya," paparnya.

foto  foto

Ket : - Pagi itu, Hutagalung yang menderita tumor rahang juga datang berkunjung ke rumah Dadi Somamiharja
           setelah ditelepon oleh Haryanto Salim. (kiri)
        - Dadi Somamiharja dan Hutagalung duduk berdampingan. Dahulu Dadi menjadi pasien yang dibantu, kini ia
           membantu Hutagalung mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi. (kanan)

Perubahan tak hanya terjadi pada diri Dadi dan istrinya, namun juga dalam diri anak-anaknya. Mereka bahkan sangat setuju dan mendukung penuh apa yang dilakukan orangtuanya. "Sekarang mereka lebih mawas diri, apalagi setelah ikut "Gan En Hu" (buka puasa bersama pasien dan penerima bantuan Tzu Chi -red) di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, mereka tidak lagi berhura-hura," paparnya. "Selain menghormati yang di atas, mereka juga kini lebih menghormati orangtua," ujarnya menjelaskan. Contohnya, jika dahulu saat ia hendak berobat anak-anaknya tak terlalu peduli, kini mereka senantiasa menyiapkan waktu dan tenaga untuk membawanya kapan pun mereka diperlukan. Sebuah perubahan kecil yang kentara dilihat olehnya.

Siang itu, Jumat, 13 Februari 2009, Haryanto juga menghubungi Maruli Hutagalung yang juga tetangga Dadi. Tak lama Maruli pun datang. Keanehan terlihat di mulutnya. Manusia pada umumnya memiliki rahang yang seimbang dengan wajah. Namun tak demikian dengan Maruli, rahangnya maju sedemikian besar. Rupanya Maruli mengidap penyakit tumor di mulutnya. Beruntung, tumor yang diidapnya itu adalah tumor jinak sehingga tak membahayakan jiwa. Walau begitu, karena besarnya tumor, membuat Maruli tak leluasa bergerak.

Ketiadaan biaya menjadi alasan utama mengapa Maruli tak melanjutkan pengobatan. Melalui Dadi, Maruli mengajukan bantuan pengobatan ke Tzu Chi, dan kini masih menunggu kepastian bantuan tersebut. Tumor ini awalnya berasal dari bisul kecil di gusi giginya. Itu terjadi 7 tahun yang lalu (September 2001 -red). Namun bisul itu makin membesar seperti saat ini. Maruli yang kini tak lagi memiliki pekerjaan hanya menggantungkan harapan kepada sang istri yang berdagang nasi uduk di dekat rumah mereka.

Mengetahui hal ini Haryanto mengatakan, "Nanti pas meeting kasus saya akan bicarakan soal ini, namun saya tidak bisa menjanjikan apapun yah, Pak Maruli." Tak lama setelah itu, Haryanto pun berpamitan pulang karena ia harus menghadiri rapat di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. "Saya pamit dulu yah Pak Dadi dan Pak Maruli," ujarnya. Sepeda motor pun dihidupkan, dan Haryanto pun perlahan menyusuri jalan-jalan kecil di Pesing Koneng untuk segera menuju tempat rapat. Lambaian tangan Dadi, Masiah, dan Maruli pun melepas kunjungan kasih siang itu.

 

Artikel Terkait

Merapatkan Barisan Mendaki Gunung Sumeru

Merapatkan Barisan Mendaki Gunung Sumeru

09 Oktober 2012 Para relawan dan petugas lainnya bersama-sama bersatu hati dengan penuh semangat berlatih untuk menyambut acara Peresmian Aula Jing Si yang akan dilaksanakan pada hari Minggu, 7 Oktober 2012.
 Berbuat Kebajikan dan Melestarikan Lingkungan

Berbuat Kebajikan dan Melestarikan Lingkungan

16 Desember 2009 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Pekanbaru mencoba memberikan suatu contoh nyata yang baik bagi masyarakat, khususnya generasi muda dengan mengadakan kegiatan Bazar Amal pada Minggu, 13 Desember 2009.
Menggenggam Kesempatan Berbuat Kebajikan

Menggenggam Kesempatan Berbuat Kebajikan

27 Maret 2017

Banyak cara untuk berbuat kebajikan, di antaranya melalui sumbangsih dana, tenaga, waktu, dan pikiran. Walau begitu banyak cara, namun tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama. Seperti yang terjadi pada bakti sosial donor darah tanggal 25 Maret 2017 di Sekolah Permai, Muara Karang, Jakarta Utara.

Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -