Salah satu wilayah yang telah menjadi langganan banjir adalah wilayah Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara yang tinggal berdampingan dengan Kali Angke. Air bah mulai mengepung wilayah mereka sejak hari Minggu, 12 Januari 2014 lalu. Namun karena dirasa belum mengganggu aktivitas, para warga tetap tinggal di rumah masing-masing. Hingga Jumat (17 Januari 2014), banjir di wilayah mereka semakin meninggi berkisar antara 1-1,5 meter. Mereka mau tak mau mencari tempat yang lebih aman untuk menyelamatkan diri. Barang-barang pun tidak banyak yang mereka selamatkan. “Paling cuma bawa beberapa baju aja,” ujar beberapa warga yang berkerumun dan berbincang satu sama lain. Lurah Kapuk Muara, Purnomo, menjelaskan bahwa banjir ini memang sudah sering melanda wilayahnya dan warganya pun seperti sudah terbiasa dengan keadaan. Namun ketika banjir besar datang, warga tetap merasa panik. Selain itu, sebagian warga yang merupakan warga pendatang lebih banyak yang pulang ke kampung halaman daripada menetap di daerah banjir. Keterangan : - Dengan rapi warga mengantri untuk mendapatkan nasi. Sudah sejak kemarin, warga mengungsi ke tempat yang lebih aman karena banjir semakin meninggi. (kiri).
- Wakil Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menyempatkan diri untuk meninjau lokasi pembagian bantuan (kanan).
Banjir, Jangan Menjadi Hobi!! Hari itu (19 Januari 2014), 16 relawan Tzu Chi datang ke lokasi pengungsian warga di Kapuk Muara. Hujan yang sedari pagi mengguyur, membuat relawan semakin khawatir dengan keadaan para warga di tempat pengungsian yang hanya beralaskan terpal. Sepanjang jalan, Suripto Shixiong banyak bercerita mengenai kecemasannya tersebut. “Banyak wanita dan anak-anak yang harus diperhatikan, Shijie,” ujarnya pada saya. “Masalahnya hujan sudah tidak bisa diprediksi, angin juga kencang sekali. Apalagi mereka tidur cuma pake alas terpal,” tambahnya. Hari ini relawan kembali mendatangi lokasi untuk membagikan 1.200 makanan hangat dan air mineral bagi para pengungsi. Malam sebelumnya, relawan sudah mengunjungi wilayah pengungsian tersebut dan memberikan bantuan berupa 100 lembar selimut. Wakil Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pagi harinya juga menyempatkan diri untuk meninjau lokasi pembagian bantuan Tzu Chi. “Kamsia ya.. kamsia,” ujarnya sambil menyalami satu demi satu relawan yang ada di lokasi. Selain mengungkapkan rasa terima kasih pada Tzu Chi, A Hok, sapaan akrabnya, juga memberikan pesan bagi warga untuk tidak mengandalkan bantuan evakuasi yang diberikan oleh tim tanggap darurat baik tim Tzu Chi maupun tim dari kepolisian. Dia lebih banyak mengimbau warga untuk proaktif dalam menjaga diri mereka masing-masing juga bisa kooperatif dengan tim yang bersiaga di tempat. “Bagi warga, jangan kalau (banjir) sudah tinggi baru minta bantuan. Seharusnya sebelum (banjir) tinggi bisa keluar untuk ke tempat yang lebih aman,” ujarnya. “Ini supaya warga tidak manja dan tidak menjadikan banjir seperti hobi,” tegas A Hok. Keterangan : - Relawan dengan ramah membagikan air mineral bagi para warga (kiri).
- Tempat pengungsian warga yang hanya beralaskan terpal ini membuat kondisi kesehatan warga yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak menurun (kanan).
Pengalaman Menginap di Aula Jing Si Saryati (58 tahun), dengan lahap menyantap nasi bungkus yang masih hangat yang baru saja diterimanya dari relawan Tzu Chi. Nasi itu dibawanya ke tenda tempatnya mengungsi yang pengap dan kotor. Bekas air hujan juga masih tergenang di sisi-sisi dalam tenda. Di sampingnya ada anak perempuan dan dua cucunya yang juga lahap menyantap makan siang. Saat saya menghampirinya, Saryati langsung bersikap ramah dan mempersilahkan saya duduk di sampingnya. “Makasih ya, Dek,” ucapnya menepuk punggung saya. “Tzu Chi ini baik sekali ya,” ujarnya lagi. Saya yang mendengarnya hanya tersenyum saat Saryati memuji Tzu Chi. Tanpa saya tanya, dia kemudian bercerita mengenai pengalaman singkatnya mengenal Tzu Chi. “Tahun lalu saya juga mengungsi di Tzu Chi. Di sana nyaman, enak. Udah gitu kita nggak nganggur kayak sekarang, dulu saya mah bantu ikut bungkusin nasi, ikut bersih-bersih, nyapu, beres-beres. Terima kasih ya,” ungkapnya memasang wajah tersenyum. Saryati sendiri merupakan warga pendatang dari Demak, Jawa Tengah. Ia datang ke Jakarta sudah sejak 20 tahun yang lalu. Dulunya ia merupakan tukang jamu keliling, namun seiring menuanya usia, Ia sudah tak mampu lagi untuk berkeliling. Kini ia hanya mengandalkan anaknya yang juga hanya bekerja seadanya. Hanya ungkapan terima kasih dan juga syukur yang bisa ia berikan saat menerima bantuan dari Tzu Chi, tak tertinggal doa agar Yayasan Buddha Tzu Chi dapat semakin banyak membantu orang yang membutuhkan. |