Banjir Jakarta: Bersyukur Ada Baksos
Jurnalis : Apriyanto , Fotografer : Apriyanto
|
| ||
Di wilayah Jakarta Barat, kedua daerah itu adalah yang terparah terendam banjir. Wiwi salah satu warga menjelaskan kalau di tempat tinggalnya banjir bisa mencapai dua meter. Maka tak kurang rumah-rumah warga yang rendah dan tak memiliki tingkat hanya tersisa atapnya saja. “Rumah saya hanya terlihat gentengnya saja,” jelas Wiwi. Wiwi berasal dari Solo, Jawa Tengah. Ia tinggal di Jakarta mengikuti ibunya baru beberapa bulan yang lalu setelah di kampung halamannya ia tak lagi memiliki harapan. Suaminya yang bekerja sebagai buruh telah meninggalkannya tanpa sepatah kata sejak tiga tahun yang lalu. Dan hidup tanpa tulang punggung membuat Wiwi semakin sulit dalam membesarkan Warda, putri semata wayangnya. Akhirnya ia pun mengambil keputusan berat untuk menyusul ibunya di Jakarta yang berjulan sayur mayur di pasar tradisional. Pilihan ini memang terbilang berat, lantaran ibunya sebagai penjual sayur memiliki penghasilan yang pas-pasan untuk mencukupi hidupnya. Tapi Wiwi tak memiliki pilihan lain demi menyambung hidup. Saat banjir melanda Rawa Buaya, Wiwi bersama anak dan ibunya segera mengungsi ke rumah kerabatnya. Selama seminggu itu mereka bukan saja tak bisa pulang, tapi juga tak bisa berjualan. Otomatis kehidupan mereka yang bergantung dari berdagang setiap harinya menjadi terasa sangat sulit. Tabungan menyusut, sementara pemasukan tak ada. Kesehatan pun mulai menurun. Warda yang baru berusia 3 tahun lebih mulai batuk-batuk. Kendati demikian Wiwi belum sanggup membawanya ke dokter lantaran minimnya biaya yang ia miliki. Beruntung sebelum penyakit Warda semakin menjadi ia mendapatkan kabar dari warga lain kalau Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan baksos kesehatan di Bojong Indah. Setelah 10 menit berjalan kaki Wiwi pun dengan mudah menemukan Posko Kesehatan Tzu Chi, dan Warda langsung ditangani dengan baik oleh dokter dari Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia.
Keterangan :
Siang itu setelah mendapatkan pemeriksaan, wajah Wiwi terlihat lebih berseri. Ia merasa lega karena mendapatkan bantuan di saat yang tepat. Kecemasannya akan penyakit Warda mulai teratasi dan ia berucap syukur pada Tzu Chi karena telah mendirikan posko kesehatan. “Bantuan ini sangat menolong, terutama kami yang terkena musibah banjir. Sangat meringankan beban,” kata Wiwi. Sambil menyuapi nasi ke Warda, Wiwi terus tersenyum. Mungkin bukan dari jenis bantuannya, tapi dari keseriusan relawan dalam bersumbangsih yang membuat ia tersenyum. Sama seperti nasi bungkus yang ia terima itu adalah sebungkus kesungguhkan hati dari para relawan konsumsi.
Keterangan :
Kesiapan Relawan Hari itu sebelum baksos kesehatan dimulai, Widyanti bersama dua orang relawan sudah bersiap-siap untuk memasak di dapur Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi. Meski relawan lain belum datang mereka langsung bekerja menyiapkan kompor, mencuci sayuran dan memotongnya. Semua dikerjakan dengan tangkas, cepat, dan rapi. Maka ketika jarum jam mendekati pukul 11 siang semua masakan sudah dikemas menjadi 600 bungkus untuk didistribusikan ke dua lokasi baksos kesehatan. Widyanti menerangkan kalau kerja di Tzu Chi (menjadi relawan) telah memberikan kebahagiaan dan tanggung jawab kemanusiaan. Maka selagi Tzu Chi di komunitasnya masih memberikan bantuan, selama itu pula ia akan terus bertugas di bagian konsumsi. Di Tzu Chi memang banyak relawan yang turut terkena musibah banjir. Ada yang rumahnya terendam banjir, ada pula yang tempat usahanya terendam, tapi semua itu tak menyurutkan niat para relawan untuk bersumbangsih bagi masyarakat. Bagi mereka urusan pribadi bisa cepat diatasi, sesudah itu menolong orang lain jauh lebih penting. | |||