Banjir Jakarta: Berteduh di Rumah Insan Tzu Chi
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
|
| ||
Sebagian besar warga yang enggan dievakuasi beralasan bahwa rumah mereka lebih aman karena mereka memiliki rumah bertingkat, namun banyak juga dari mereka yang memilih mengungsi di hari kelima ini karena berbagai alasan menyangkut dengan persediaan air bersih dan makanan yang semakin menurun. Seperti Teja, warga yang tinggal di wilayah Pluit Timur yang memilih untuk dievakuasi karena pasokan listrik yang tak kunjung menyala. “Saya ikut evakuasi karena listrik yang nggak nyala-nyala,” ujarnya. Sementara itu, Ida seorang warga RW 17, Muara Baru ternyata baru hari ini dapat bernafas lebih lega. Pasalnya sudah empat hari, Ida dan keempat anggota keluarganya melewati malam dengan penuh kekhawatiran karena kondisi air yang bukannya surut tapi malah makin meninggi. Dalam kondisi seperti ini, Ida dan seluruh warga Muara Baru bagaikan terisolasi oleh kepungan air, bahkan hingga hari kelima banjir mereka baru mendapatkan pertolongan pertama. “Sudah empat hari nggak makan,” kata Ida yang sedang menyuapi cucunya, Muhammad Rizky yang baru berusia 2 tahun 3 bulan. Bersama 20 warga lain, Ida dievakuasi dengan menggunakan perahu karet jam 10 pagi dan menempuh perjalanan selama 2 jam menuju Posko Tzu Chi di Muara Karang. Ida ternyata belum lega benar, sambil masih menyuapi cucunya, dia menuturkan cerita banjir kepada relawan sambil masih gelisah. “Ini nanti cuma diperiksa kan ya bu, nggak nginep kan?” tanyanya. Belum sempat dijawab, dia kembali menuturkan, “Soalnya saya nggak mau nginep. Bapak (suaminya) masih di rumah lagi sakit. Saya tadi ikut karena mau periksain cucu saya yang gatal-gatal,” ucapnya. “Sudah tiga hari kami ngungsi di rusun Muara Baru karena cuma itu satu-satunya bangunan yang tinggi. Rumah saya sudah tinggal keliatan gentengnya doang bu..ini cucu juga lagi gatal-gatal, kemarin demam trus dikasih obat tapi malah jadi ada bintik-bintik air di badannya dan gak lama bintik-bintiknya pecah,” ceritanya.
Keterangan :
Bukan tak ingin mengabulkan permintaan Ida yang tak manginginkan untuk menginap di pengungsian Tzu Chi Center, namun demi keamanan dan keselamatan mereka maka akhirnya mereka diboyong ke Tzu Chi Center. “Masalah keluarga nanti kita bisa jemput lagi, kalau balik ke rumah nanti bisa tambah sakit,” ujar relawan menenangkan Ida. Sepenuh Hati Salah satunya adalah Adi Prasetio Shixiong, tempat tinggalnya Jl. Pluit Samudra tak luput dari terjangan banjir sejak kamis (17/1/13) lalu. Barang-barang dan dua mobilnya tak sempat diselamatkan karena Adi Shixiong lebih memilih untuk berteduh di ‘rumah insan Tzu Chi’. “Dua-tiga hari yang lalu kami bantu di Aula Jing Si, pulang bantu dari Aula Jing Si, ternyata rumah saya sudah tergenang tinggi. Hari itu saya masih beraniin diri buat nerobos banjir, akhirnya hari itu bisa terobos. Paginya ternyata air sudah tinggi, apartemen kami sudah kebanjiran, akhirnya kami putuskan untuk ke Aula Jing Si dan menginap di sana, sampai sekarang kita 4 hari nginap di Aula Jing Si,” ucapnya. “Saya yang rumah juga kebanjiran masih merasa kalau saya lebih baik dari mereka (para korban banjir), saya masih bisa tinggal di tempat yang aman, di Aula Jing Si. Rumah yang terendam dan mobil yang terendam juga saya biarkan saja. Sudah terendam ya mau diapain lagi? Ya kita konsen aja buat bantu yang lain yang lebih parah dari kita, bukan cuma mengeluh pada apa yang terjadi,” Tambah Adi Shixiong.
Keterangan :
Bukan hanya menyelamatkan diri sendiri dan diam berpangku tangan melihat kekacauan yang ada, mantan ketua Tim Tanggap Darurat (TTD) bencana Tzu Chi ini juga langsung terjun mengoordinasi bantuan-bantuan dan melakukan evakuasi terhadap warga. Ia terjun langsung ke lapangan, menyisir setiap wilayah dan perumahan yang tergenang banjir ditemani oleh beberapa relawan dan juga pasukan TNI dengan menggunakan truk amfibi. “Makin hari makin banyak yang mengungsi karena kehabisan stok makanan dan air minum, jadi mudah-mudahan kita bisa bantu semuanya dan relawan juga keluar lebih banyak untuk bantu yang lain. Potensi kita untuk bantu masih besar, truk amfibi masih ada 4 dan perahu karet masih 14,” ujarnya. Sudah sejak hari pertama penanganan banjir, Adi Shixiong tidak pernah absen dan mengurungkan niat untuk beristirahat demi membantu terlaksananya proses evakuasi dan pembagian bantuan. Walaupun dengan kondisi badan yang kurang fit, Ia tetap ingin memberikan dedikasinya untuk benar-benar menyalurkan bantuan bagi warga dan merasa turut prihatin atas kondisi yang terjadi, “Turut prihatin juga sama kejadian ini, nggak pernah banjir sebesar ini,” katanya. Adi Prasetio Shixiong memang sosok yang patut dijadikan panutan, pasalnya dedikasi yang tak ada habisnya telah dia berikan sebagai relawan “lapangan”. Beberapa kali Adi dilibatkan dalam Tim Tanggap Darurat bencana Tzu Chi. Sampai pada akhirnya ia diminta menjadi penanggung jawab tim tersebut pada tahun 2007. Dalam menjalankan tugasnya di lapangan, berbagai kondisi yang ditemuinya belum tentu dapat sesuai dengan rencana dan harapan. Dalam menghadapi segala kesulitan ini, Adi berpedoman pada 4 huruf “San Jie Bao Rong” yang berarti berpengertian dan bertoleransi. Tuntunan keempat huruf tersebut membuatnya mantap menerima segala kondisi dengan lapang dada. Sejumlah dokumentasi kejadian bencana seperti gempa Bengkulu, gempa Tasikmalaya, gempa Padang, tanah longsor di Karanganyar-Jateng, hingga letusan Gunung Merapi-Jateng selalu merekam kehadiran Adi dan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi di lokasi bencana. | |||