Banjir Jakarta: “Lakukan Selagi Masih Bisa”

Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara), Fotografer : Yusniaty, Erli Tan, Feranika Husodo (He Qi Utara)

foto
Tanggal 19 Januari 2014, relawan berkumpul di dapur Tzu Chi Center untuk menyiapkan 5.000 nasi bungkus yang akan disalurkan ke posko-posko banjir Tzu Chi.

Hujan yang mengguyur pagi sore malam seolah tanpa perasaan, telah membuat beberapa wilayah di kota Jakarta mengalami banjir. Sabtu, 18 Januari 2014, relawan Tzu Chi telah menyurvei dan mempersiapkan bantuan yang kiranya dibutuhkan para korban. Segera setelah koordinasi, relawan pun mempersiapkan bantuan. Sore itu juga, pukul 16.30 relawan berkumpul di bagian logistik Tzu Chi Centre, Pantai Indah Kapuk untuk menyiapkan paket bantuan yang akan disalurkan kepada korban.

Keesokan harinya Minggu, 19 Januari 2014 jam 07.00, relawan kembali berkumpul di bagian dapur Tzu Chi Centre untuk menyiapkan 5.000 nasi bungkus hangat yang akan dibagikan langsung kepada korban banjir. Di antara kerumunan relawan yang sedang bekerja, Usman Sutanto Shixiong terlihat tertatih-tatih berjalan untuk memindahkan  satu kardus berisi penuh nasi yang telah dibungkus dan akan disalurkan. “Duh…Shixiong, cari kerjaan yang tidak pake jalan-jalan aja,” ujar saya spontan saat melihatnya.

Telapak kaki kirinya terkena pecahan kaca beberapa hari sebelumnya, dan saat itu darah mengucur deras sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Namun luka ini tidak memudarkan semangatnya dalam bersumbangsih. Relawan yang sehari-harinya memang aktif di bagian logistik ini hanya tersenyum. Yuli Shijie yang bertugas sebagai koordinator bungkus nasi saat itu juga menimpali, “Iya Shixiong, jangan jalan-jalan lagi.” Teguran ini kembali ia tanggapi dengan senyum yang memperlihatkan gurat-gurat jelas di wajah. Ketika seseorang mendapat luka cukup parah yang mengakibatkan pergerakan jadi tidak efisien, biasanya ia akan istirahat saja di rumah. Tapi lain halnya dengan Usman Shixiong, baginya bersumbangsih merupakan sebuah kewajiban yang tak mampu dielaknya.

foto  foto

Keterangan :

  • Tio Mei Hui Shijie(tengah) saat membantu membungkus nasi di dapur Tzu Chi Centre, PIK (kiri).
  • Angelique, Bodhisatwa cilik juga ikut membantu di dapur Tzu Chi Centre, PIK (kanan).

Keseimbangan Batin
Berawal dari bergabungnya kedua anak, yaitu Angelique (9 tahun) dan Bryan (7 tahun) di kelas budi pekerti Qin Zi Ban pada tahun 2011, Usman pun mengenal Tzu Chi. Bersama sang istri Tio Mei Hui, keduanya saat ini aktif dalam kegiatan Tzu Chi. Acapkali Angelique dan Bryan juga dibawa mereka datang mengikuti setiap kegiatan Tzu Chi, termasuk kegiatan dalam dua hari ini. “Angel koq mau ikut Papa dan Mama datang? Pagi-pagi sudah harus bangun, bukannya lebih enak ya tidur lebih siang di rumah?” goda saya. Relawan yang memasak di dapur Aula Jing Si memang sudah tiba di lokasi sejak jam 7 pagi. Angel hanya tersipu, sebaliknya Mei Hui Shijie yang menjawab, “Mereka malah sangat senang, kemarin pulang dari sini mereka bilang: enak, seru..!!” Kedua Bodhisatwa cilik ini sungguh membuat orang gemas. Angel bisa membantu membungkus nasi dan melipat kertas nasi, Bryan bisa menghitung jumlah nasi dalam kardus dan kadang ikut-ikutan beberapa shixiong mendorong troli yang membawa bahan makanan. Mereka melakukannya dengan gembira. Tentunya ini juga tidak terlepas dari didikan keluarga dan contoh bajik dari kedua orang tua.

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah nasi dibungkus dan dimasukkan dalam kardus, Bryan menghitung nasi dengan isi 50 bungkus per kardus. Nasi siap untuk diberangkatkan ke lokasi (kiri).
  • Usman Shixiong juga ikut turun ke lapangan, membagi-bagikan langsung nasi bungkus kepada warga Kapuk Muara yang menjadi korban banjir (kanan).

“Tadi siang sempat pulang sejenak dan ke rumah orang tua saya, karena setiap Minggu kami punya kebiasaan pulang melihat orang tua. Sebelum kembali lagi ke sini saya sempat keluar dulu membeli bahan, saat itu malah mereka berdua (anak-anak) yang tidak sabaran, saya ditelepon dan ditanya apakah beli bahannya sudah selesai dan apakah sudah bisa berangkat?” tukas Usman dengan sedikit senyum dan gelengan kepala.

Sekeluarga mereka berempat setiap hari berlangganan menikmati drama DAAI TV, dan bagi Usman ini merupakan sebuah kebahagiaan. Ceramah Master Cheng Yen tentunya juga tidak terlewatkan olehnya. “Dulu saya sangat aktif di wihara, hanya mendengar dharma dan melafalkan sutra. Tapi di Tzu Chi, Master bukan hanya mengajarkan Dharma, di sini kita juga bisa berkontribusi. Dan melalui ceramah Master, kita bisa melihat secara visual (nyata), sehingga (dharma) mudah dicerna dan mudah dimengerti,” tuturnya. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya sumbangsih yang diberikan, ia merasa pilihannya tidak keliru. Keseimbangan batin yang terasa membuatnya merasa yakin, inilah jalan yang benar, sehingga memantapkan batinnya untuk terus berjalan. “Selagi masih bisa, saya akan lakukan terus,” ujarnya mantap. Hari itu Usman bahkan sempat turun ke lapangan, ikut membagi-bagikan nasi hangat di posko Tzu Chi Kapuk Muara. “Menggenggam setiap saat”, yang sering diucapkan oleh Master Cheng Yen dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh Usman Shixiong sebagai murid. Walaupun sibuk, walaupun kaki sakit dan harus berjalan jinjit sebelah, tidak mengurungkan niatnya untuk terus berjalan di jalan Bodhisatwa.

 

  
 

Artikel Terkait

Membuka Lembaran Baru

Membuka Lembaran Baru

08 Januari 2013 Kesehatan adalah modal utama dalam kehidupan setiap manusia,  namun apa jadinya bila modal tersebut berkurang dan mempengaruhi aktivitas dan kehidupan kita? Seperti misalnya indera penglihatan, dimana mata bisa merenspon dan menerima cahaya untuk menangkap serta menggambarkan suatu obyek di sekitar kita.
Menggaungkan Pelestarian Lingkungan

Menggaungkan Pelestarian Lingkungan

25 November 2015
Hal inilah yang dilakukan insan Tzu Chi yang secara rutin mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan. Bagi relawan Tzu Chi, kegiatan pelestarian lingkungan memberikan banyak manfaat positif baik untuk diri sendiri maupun lingkungan.
“Namaku Tek Tan Nio”

“Namaku Tek Tan Nio”

16 Maret 2009 Sudah beberapa minggu ini, aku tidak bisa tidur nyenyak. Kepala rasanya sakit sekali seperti ditusuk ribuan jarum tajam yang perlahan menembus kulit. Setiap malam yang kulakukan hanya membolak-balikkan badan, mengganti baju yang basah karena keringat, dan setiap satu jam sekali rutin melongok kondisi mama yang tengah tertidur. Lelah sekali! Jika sudah tidak kuat menahan sakit, aku pun terpaksa minum obat tidur, agar badan ini bisa sedikit beristirahat.
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -