Banjir Jakarta: Melihat, Mendengar, Melaporkan
Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara), Fotografer : Erli Tan, Mettasari (He Qi Utara)
|
| ||
Pagi jam 9 tanggal 19 Januari 2013, saya berangkat ke Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, dengan dijemput oleh Melliza Shijie. Sehari sebelumnya, Melliza yang biasanya bertugas di bagian sekretariat mengungkapkan keinginannya untuk turut hadir dan bersumbangsih dalam tim dokumentasi 3 in 1, mendengar itu saya pun melonjak gembira, terharu sekaligus terinspirasi. Pasalnya pada hari itu ia prihatin, mengapa pemberitaan mengenai sumbangsih insan Tzu Chi di media masih minim padahal insan Tzu Chi sudah banyak berkontribusi, ia bahkan sempat mencari-cari kameranya yang sudah ia simpan entah di mana. Walaupun pada akhirnya ia tidak berhasil menemukan kameranya, namun ia telah berhasil membuat saya bersemangat dan memutuskan untuk meminta izin dari kantor agar saya dapat bersumbangsih penuh selama 2 hari di Tzu Chi. Sumbangsih Para Pengungsi
Keterangan :
Sepanjang hari itu, walaupun tugas utama kami adalah meliput, namun tidak jarang pada saat meliput kami menemukan banyak hal yang mengharuskan kami ikut turun tangan mengingat terbatasnya relawan. Banyak tugas-tugas kecil lain yang juga kami lakukan, terutama saat pengungsi mulai berdatangan lagi ke Tzu Chi Center, hampir sepanjang malam itu kami ikut stand by dan membantu pengungsi yang datang, karena ada di antara mereka yang sedang dalam keadaan sakit, ada juga beberapa Lansia yang butuh perhatian lebih, seorang di antaranya malah datang sendirian karena memang tidak memiliki anak atau saudara, hidup sebatang kara. Melihat hal tersebut dan kurangnya relawan membuat Melliza Shijie berinisiatif sendiri. Walaupun sore itu ia sudah kehujanan akibat ikut membagikan nasi di daerah Jelambar, lantas tidak membuatnya langsung istirahat di kamar setelah mandi, namun ia keluar lagi dengan berseragam lengkap dan stand by hingga jam 11 malam. Esoknya, tanggal 20 Januari 2013, kami pun melanjutkan merekam jejak-jejak cinta kasih. Pagi jam 8.30, kami tiba di posko bantuan Tzu Chi di Pluit Junction. Di sana terdapat banyak bahan bantuan yang sebagian besar adalah sumbangan dan ungkapan perhatian serta cinta kasih dari masyarakat. Yayasan Buddha Tzu Chi akan menyalurkan setiap bantuan kepada warga yang membutuhkan. Saat itu, di posko itu kami kedatangan seorang bapak dengan membawa seorang anak kecil, keduanya basah kuyup, kedinginan, dan tanpa alas kaki. Tak sempat merasa pilu, beberapa relawan pun dengan sigap segera memberi handuk dan pakaian kering agar keduanya dapat terhindar dari sakit. Tan Kim Siong (45) dan anaknya Anis (11) saat itu datang ke posko untuk meminta bantuan. Rumahnya di Teluk Gong pun telah terendam banjir selama beberapa hari. Dengan penuh kasih beberapa relawan langsung memberi barang bantuan berupa selimut dan paket sembako. Senyum terpancar dari wajah Tan Kim Siong, namun yang membuat relawan merasa tidak tega adalah Anis yang masih duduk di kelas 5 SD, sedikitpun ia tidak mengeluh ketika harus ikut ayahnya datang ke posko dengan berjalan kaki dan kehujanan di tengah banjir. “Anis lapar enggak?” Metasari Shijie dengan penuh perhatian menanyakan. “Iya, lapar.” “Makan roti ya!” Anis pun mengangguk pelan sambil meraih sekerat roti dari tangan Metasari Shijie. Hangatnya cinta kasih bak seorang ibu mungkin pada saat itu dirasakan oleh Anis, karena sejak ia kecil ibunya telah meninggal dunia. Tiba di posko Tzu Chi, kedua ayah dan anak itu pun sudah aman.
Keterangan :
Dari sekian barang bantuan yang akan disalurkan di antaranya terdapat sekitar 100 paket yang siap dibagikan ke warga yang membutuhkan. Dalam paket itu terdapat biskuit, roti, mi instan, minyak angin, pakaian, sikat gigi, odol, dan popok bayi. Bersama dengan Airu Shijie, Metasari Shijie, 3 anggota TNI, 1 anggota SAR Satyabuana, dan beberapa reporter dari stasiun TV, dengan mengendarai perahu karet di tengah hujan membawa paket bantuan itu, kami pun berangkat memasuki daerah Pluit Sakti, Jakarta Utara. Di daerah tersebut air masih menggenang setinggi 100 hingga 120 cm, tenang, tak ada suara, bagaikan kota mati, namun masih ada sebagian warga yang memilih bertahan dan tidak mau dievakuasi. “Bapak-bapak Ibu-ibu, kami dari Yayasan Buddha Tzu Chi, apakah ada yang membutuhkan bantuan, atau makanan, atau ingin dievakuasi?” Dengan memakai toa, Metasari Shijie pun memanggil-manggil bilamana ada yang membutuhkan bantuan. Sementara itu Airu Shijie terlihat sesekali menelepon ataupun membaca pesan yang ada di telepon genggamnya, yaitu informasi dan alamat warga yang minta dibantu. Terdapat 10 orang, terdiri dari dua keluarga, yang sempat dievakuasi, di antaranya terdapat anak kecil dan ibu hamil. Menurut penuturan mereka, banjir di daerah ini tidak pernah setinggi ini, inilah banjir yang terparah. Paket bantuan berhasil disalurkan, warga yang dievakuasi juga tiba di tempat yang aman dengan selamat, semua ini adalah hasil dan wujud dari cinta kasih serta kepedulian antarsesama. Mari menebar lebih banyak lagi cinta kasih yang kita miliki, agar dunia ini lebih indah dan damai. Karena cinta kasih tidak akan berkurang bila dibagikan, malah akan tumbuh berkembang menjadi tak terhingga banyaknya. | |||
Artikel Terkait
Keharuan dan Ungkapan Cinta di Hari Ibu
05 Desember 2024Gathering Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) kali ini mengajak anak-anak mengungkapkan rasa terima kasih kepada ibu dan pentingnya berbakti kepada orang tua. Ini menjadi simbol cinta kasih yang mendalam.