Banjir Jakarta: Mempraktikkan Jalan Bodhisatwa

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Metta Wulandari, Feranika Husodo
 
 

foto
Posan Shixiong mengungsi ke Tzu Chi Center karena rumahnya di daerah Pluit terendam banjir. Di sini ia tinggal membaur dengan pengungsi korban banjir lainnya.


Perasaan sukacita membuat kita tidak gentar menghadapi kesulitan.
Kekuatan hanya dapat terhimpun bila ada rasa syukur di dalam hati.
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)

 

 

Tjoeng Hasanudin, salah satu relawan komite Tzu Chi, kerap disapa dengan panggilan Posan Shixiong. Ia tampak sedang menghampiri para pengungsi korban bencana banjir yang juga adalah kawan mengungsinya di posko pengungsian Yayasan Buddha Tzu Chi. Hari itu tujuannya adalah untuk membagikan pakaian kepada mereka. Senyum khas nan ramah yang dimilikinya menyapa satu persatu para pengungsi sebelum Posan kemudian menunjukkan beberapa pakaian yang dapat mereka pilih. Sudah 4 malam Posan menikmati tidur nyenyaknya bersama ratusan pengungsi lainnya di posko pengungsian Tzu Chi akibat banjir yang merendam rumahnya di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Guyuran hujan tanpa henti pada Rabu malam hingga Kamis pagi menyebabkan rumah Posan ikut terkena dampak curah hujan yang tinggi. Kamis pagi belum nampak ada tanda-tanda akan ada air yang masuk ke dalam rumah Posan. Beberapa saat kemudian jalan depan rumahnya mulai nampak genangan air. Dan seiring berjalannya waktu, air genangan semakin meninggi dan masuk ke dalam rumah hingga mencapai ketinggian sebatas betis orang dewasa. Kendati demikian tidak terpikirkan olehnya bahwa air akan semakin tinggi hingga siang harinya Posan bersama keluarga keluar rumah untuk mencari makan di salah satu kedai yang masih buka di Mall Pluit Village. Sore hari ketika Posan bersama keluarga pulang, mereka melihat air di dalam rumah semakin meninggi, dan akhirnya memutuskan untuk mengungsi. “Mendingan kita ngungsi aja deh karena perasaan saya ini bisa tinggi,” ucap Posan menirukan ajakan kepada istrinya saat itu. Tidak banyak barang yang dipindahkan untuk diselamatkan sebelum meninggalkan rumah lantaran berpikir bahwa air hanya akan naik 10 – 20 cm.

Malam itu juga, Posan bersama keluarganya memutuskan meninggalkan rumah menuju Aula Jing Si Yayasan Buddha Tzu Chi yang terdapat di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara untuk mengungsi. Posan yang juga salah satu relawan Tzu Chi mendapatkan informasi dari seorang relawan lainnya untuk membantu jaga pengungsi yang akan mengungsi di posko pengungsian Tzu Chi. Posan merasa mendapatkan berkah dengan diberi tanggung jawab sebagai relawan jaga malam di pengungsian sekaligus juga bisa menyelamatkan diri bersama keluarga tanpa dievakuasi. “Berkahnya saya nggak harus di evakuasi jadi bisa menyelamatkan diri,” aku bapak dua anak ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Rumah Posan Shixiong juga mengalami banjir setinggi 2 meter. Karena tidak menduga air akan naik setinggi ini, ia dan keluarganya tak sempat menyelamatkan barang apapun (kiri).
  • Semua warga yang tinggal posko pengungsian dirasakan bagai keluarga sendiri bagi Posan, mengalami suka dan duka bersama (kanan).

“Belum sempat menyelamatkan barang-barang di rumah, karena saya pikir banjir tidak terlalu tinggi seperti ini”, ungkap Posan tenang. Ia hanya sempat menyelamatkan barang-barang seperti data-data, juga televisi yang sudah dinaikkan ke atas ranjang dan barang-barang lainnya yang kebetulan ditaruh di tempat lebih tinggi. Namun demikian, barang yang sudah diselamatkan itu pun masih terendam air akibat banjir di rumahnya mencapai ketinggian 2 meter. “Yang mau datang tidak bisa ditolak, yang mau pergi tidak bisa dicegah jadi ya happy-happy aja,” ungkapnya. Kata-kata ini terpatri dalam hati Posan sehingga ia tidak terlarut dalam kesedihan dan kekecewaan tentang apa yang dialaminya saat ini.

Bagaikan Keluarga di Posko Pengungsian
Menjadi korban bencana bukan berarti harus berdiam dalam kesedihan dan berpangku tangan menunggu bantuan dari para dermawan. Posan mulai dari hari pertama menginap hingga empat malam berlalu turut bersumbangsih mengalirkan cinta kasihnya kepada sesama pengungsi korban banjir di posko pengungsian Tzu Chi. Ratusan pengungsi yang terus berdatangan dari daerah Kapuk Muara dan Kompleks Pluit dari hari ke hari kian memadati pengungsian. Mereka terdiri dari orang tua, anak-anak hingga anak di bawah tiga tahun. Sebagai insan Tzu Chi, Posan memperlakukan para pengungsi layaknya saudara sendiri, keluarga sendiri. Ketika terdapat pengungsi yang sakit, Posan langsung menghubungi tim dokter TIMA melalui Handy Talky yang dipegang petugas keamanan Tzu Chi. Selain membantu mengurus pengungsi yang sakit, Posan juga menghibur para pengungsi dan memberikan motivasi kepada mereka.

Di pengungsian juga terdapat banyak anak yang bermain-main bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain jempuritan, lari-larian, juga menonton televisi. Momen seperti ini dimanfaatkan Posan untuk berkumpul bersama anak-anak di kala malam. “Anak-anak kalau malam suka ngobrol sama saya, kita kasih motivasi, cerita tentang pelestarian, pungut sampah,” jelasnya. Banyak cara yang dilakukan Posan untuk memberikan pendidikan mengenai pelestarian lingkungan kepada anak-anak di pengungsian. Salah satu contoh ketika Tzu Ching mengunjungi pengungsi, Posan meminta kepada para Tzu Ching untuk memberikan games terkait pelestarian lingkungan kepada anak-anak dan yang menjadi juara akan mendapat hadiah makanan ringan. Dari kegiatan inilah Posan memasukkan pendidikan bagaimana menyayangi bumi dan menyelamatkannya dengan tidak membuang sampah sembarang tempat. Pendidikan penyelamatan bumi dan motivasi lainnya disampaikan Posan dengan diselingi canda hingga para pengungsi tidak tegang dan merasa nyaman.

foto  foto

Keterangan :

  • Tzu Ching dan relawan Tzu Chi mengajak bermain anak-anak yang tinggal di posko pengungsian, sambil mendidik mereka akan mencintai lingkungan (kiri).
  • Tinggal bersama dengan pengungsi memberikan kesukacitaan tersendiri bagi Posan karena ia menjadi lebih bersyukur dan dapat menjalin jodoh baik dengan banyak orang (kanan).

Menjadi relawan di pengungsian merupakan berkah yang memberikan sukacita tersendiri bagi Posan. “Di sini adalah tempat yang paling nyaman dan happy. Tidur nyenyak,” jawab Posan saat ditanya bagaimana rasanya tinggal di pengungsian. Posan menganggap semua pengungsi sama rata. Pengungsian yang penuh dengan orang dirasa seperti rumah sendiri bagi Posan. Kekeluargaan yang terjalin membuat insan Tzu Chi ini merasa betah dan nyaman tinggal di pengungsian. Baginya memilih tinggal bersama pengungsi lainnya di posko pengungsian Tzu Chi memberikan kebahagiaan melalui getaran rasa syukur para pengungsi. Kedekatan Posan dengan para pengungsi menumbuhkan rasa saling memiliki dan saling berbagi dalam merasakan suka dan duka. Sementara Posan mengungsi di pengungsian Tzu Chi, istri dan keluarganya mengungsi di rumah saudaranya di Muara Karang, Jakarta Utara. “Keluarga tinggal di Muara karang di rumah saudara, malam ini nyusulin tinggal di sini,” ungkapnya.

Baginya memiliki batin yang tenang dan rasa syukur merupakan pondasi bila ingin memperoleh kebahagiaan. “Kalau batin tidak tenang maka tidak mungkin memperoleh ketenangan. Batin bisa tenang karena ada rasa syukur. Saya bisa di sini, melihat mereka, bersama mereka saya bisa bersyukur meskipun saya kena banjir, tapi saya bersyukur bahwa saya bisa sehat, sehingga ada ketenangan, kebahagiaan, dan tidur nyenyak,” ujar Posan tersenyum lebar.

Ungkapan Salut
Sulastri (20 tahun) merupakan salah satu pengungsi yang membawa batita bersama suami dan adik perempuannya ke pengungsian Tzu Chi akibat banjir yang melanda tempat tinggalnya di daerah Pluit. Ia mengungkapkan rasa salut kepada para insan Tzu Chi yang sudah membantu dengan tulus kepada para korban salah satunya Posan atas keramahannya. “Bapak itu ramah sekali dan suka bercanda sama kita-kita,” tuturnya. Sulatri dan keluarganya sudah 2 malam mengungsi di pengungsian. Begitu juga dengan Sakir (54 tahun), seorang petugas kebersihan di RW 05 Pluit, saat sedang memilih pakaian untuk cucunya yang sedang demam mengungkapkan bahwa relawan Tzu Chi semuanya sangat ramah kepada siapapun. “Bapak itu juga ramah banget,” tuturnya sambil menunjuk ke arah Posan.

Istri Posan, Yuanita (46 tahun) yang akrab disapa Nita bersama putrinya Sevi (20 tahun) dan adiknya , mulai mengungsi di Tzu Chi Center pada Minggu malam. Ibu dari dua anak ini mendukung kegiatan yang dilakukan oleh suaminya sebagai insan Tzu Chi. “Saya dukung aja, daripada nggak ada kegiatan di sini, lalu hanya mikir rumah terus,” ungkap Nita haru.

  
 

Artikel Terkait

Di Balik Penampilan Drama Sutra Bakti Seorang Anak

Di Balik Penampilan Drama Sutra Bakti Seorang Anak

20 November 2019

Terdiri dari 10 bab, drama ini dimainkan 288 anak Tzu Shao Ban dan Qin Zi Ban dari berbagai komunitas dari total 326 pemain. Beberapa hadirin tampak terharu setelah menyaksikan drama ini. Walaupun yang memerankan adalah anak-anak, mereka  dapat memerankan dengan baik dan mampu membuat penonton hanyut dalam alur drama.

Berbakti Kepada Orang Tua, Sekaranglah Saatnya

Berbakti Kepada Orang Tua, Sekaranglah Saatnya

08 Juli 2015

KKPK dengan tema "Hari Ibu”  rutin dilaksanakan setiap tahunnya, dengan harapan baik para relawan maupun para Gan En Hu (penerima bantuan) memiliki kesempatan menunjukkan baktinya pada orang tua khususnya kepada Ibu.

Berseminya Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun

Berseminya Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun

10 Juni 2011
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei mengajak seluruh relawan untuk terus bersemangat menyumbangkan tenaganya di Tzu Chi. “Saya sangat terharu dan bangga terhadap relawan Tanjung Balai Karimun, karena meskipun merupakan kota kecil, tetapi mampu mendirikan Kantor Penghubung Tzu Chi sendiri,” kata Liu Su Mei.
Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -