Banjir Jakarta: Menolong Orang Lain = Menolong Diri Sendiri
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto Setelah menolong keluarga sendiri, Aris segera kembali ke Tzu Chi untuk menjadi relawan dan membantu menyalurkan bantuan. |
| ||
Setelah semua makanan selesai dimasak, saya bersama 9 relawan pun segera mengangkutnya untuk disalurkan ke posko bencana. Perjalanan pertama adalah posko bantuan warga Kapuk Muara di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Uatara. Di tempat ini pembagian bantuan berjalan sangat lancar. Para penerima bantuan berbaris rapi untuk menerima nasi bungkus dan minuman dari relawan. Dan setelah semua warga pengungsi menerima nasi bungkus, kami langsung menuju Teluk Intan di Teluk Gong untuk membagikan 600 nasi bungkus dan 40 kotak biskuit. Rencananya kami akan membagikan makanan itu di RW 12 yang seluruh wilayahnya terendam banjir. Namun perjalanan menuju Teluk Intan tidaklah mudah. Daerah itu memiliki badan jalan yang tidak luas. Ditambah dengan banyaknya warga yang berlalu lalang di jalan membuat jalan yang sempit menjadi sangat macet. Tapi dalam situasi seperti itu para relawan tak mudah putus asa. Suryadi shixiong dan Aris shixiong segera mengatur lalu lintas di tengah guyuran hujan. Saya melihat Suryadi dan Arif begitu sungguh hati mengemban tugas kemanusiaan ini. Sampai rasa dingin dan ketidaknyamanan dari banyak orang yang saling berebut kepentingan di jalan itu pun dapat ia abaikan. Dan sebelum mereka menjadi sangat sibuk, saya sempat berbincang-bincang dengan Aris. Kepada saya ia bercerita, kalau satu hari sebelumnya, tepat menjelang tengah malam ia juga turut membagikan bantuan ke lokasi itu. Saat hujan turun semakin deras, dan kondisi semakin semrawut karena banyaknya warga, saya dan Aris akhirnya terpisah. Saya pun terus berjalan menyusuri bantaran kali untuk menemukan mobil logistik yang terpisah dari rombongan. Di wilayah itu saya menyaksikan banyak warga yang mendirikan tenda darurat atau tidur di dalam mobil yang diparkirkan di pinggir jalan. Mereka tidur dengan kondisi memprihatinkan. Beberapa meter saja dari lokasi tenda darurat saya menemukan pemukiman warga yang memprihatinkan karena terendam air. Di dataran tertinggi saja air mencapai pinggang orang dewasa, maka di dataran terendah diperkirakan bisa mencapai leher orang dewasa.
Keterangan :
Saat pandangan saya terus menerawang mencari mobil logistik, saya berjumpa dengan seorang wanita paruh banya bernama Maria. Ia adalah wakil ketua RT setempat. Di tengah kebingungan ia pun menawarkan bantuan menemani saya untuk mencari mobil logistik dan para relawan. Darinya saya mengetahui kalau banyak warga di Teluk Intan masih terkurung di rumahnya lantaran air yang tinggi dan tidak adanya tempat pengungsian yang layak. Ia juga menjelaskan kalau keluarganya bisa bertahan karena ia memiliki rumah dua lantai. Kendati demikian ia tetap merasa was-was, sebab jika air semakin tinggi suami dan anaknya tentu membutuhkan evakuasi dari para relawan. Yang terlihat beda dari Maria adalah ketegarannya. Meski keluarganya dilanda musibah, Maria tetap menyediakan waktunya untuk membantu warga yang terkena musibah. Hari itu sepanjang hari, Maria menunggu di posko bantuan untuk bersiap diri menyalurkan bahan makanan dari para donatur ke warga-warga. Kebetulan ia adalah warga RW 12 yang akan menerima bantuan Tzu Chi. Ia mengatakan bantuan makanan memang sangat tepat mengingat seluruh warga yang terkena musibah tidak bisa memasak. “Makanan matang memang sangat dibutuhkan,” aku Maria. Melihat keadaan demikian, saya merasa di wilayah ini memang dibutuhkan banyak bahan bantuan, mengingat masih banyak warga yang bertahan di tempat tinggal mereka yang terkurung banjir. Di tengah sulitnya menemukan mobil logistik, saya pun kembali bertemu dengan Aris. Aris mengatakan kalau ia sudah berhasil berkoordinasi dengan panitia penerima bantuan dan barang bantuan siap untuk disalurkan. Malam semakin larut dan hujan masih tak mau berhenti. Tapi Aris yang saya jumpai masih semangat seperti tadi sore. Ia berkata kepada saya kalau ia baru bisa ikut membantu menyalurkan bantuan selama dua hari ini. Baginya membantu orang lain sama dengan membantu diri sendiri. Dan tenyata Aris juga mengalami musibah kebanjiran. Rumahnya yang terletak di Duta Harapan Indah terendam oleh air sejak hari Rabu. Genangannya cukup dalam hingga anak dan istrinya pun harus tinggal di salah satu familinya. “Genangannya tinggi sepinggang orang dewasa,” kata Aris. Tapi setelah urusan keluarga selesai, Aris kembali menetapkan niatnya untuk bersumbangsih sebagai relawan Tzu Chi. Malam itu ia sibuk berlari kesana-kemari untuk berkoordinasi dengan panitia penerima bantuan. Atas usahanya akhirnya ia pun berhasil menemukan panitia korban banjir yang sedari tadi sulit ditemukan karena banyaknya tumpahan warga di tengah jalan. Dan setelah pembagian selesai Aris kembali menjadi ayah yang baik. Ia menghubungi anaknya dan bertemu janji di malam itu. Malam itu pembagian bantuan memang berjalan kurang lancar, lantaran terlalu pesatnya warga di sekitar hingga para relawan saling terpencar satu sama lain. Namun kegigihan relawan untuk membawa barang itu ke tempat tujuan patut dipuji. Mereka tak hanya melupakan waktu makan, tetapi juga waktu istirahat. | |||