Banjir Jakarta: Pengobatan Pascabanjir

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto
 
 

foto
Dr. Untoro dengan sabar melayani setiap keluhan warga yang menderita sakit.

Pemberian bantuan untuk korban banjir terus gencar dilaksanakan. Cuaca yang hangat juga mulai membuat genangan air di beberapa titik mulai surut. Hanya di daerah Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara yang masih mengalami kendala dalam menerima bantuan berupa makanan, obat, dan air bersih dikarenakan mereka masih terkepung oleh genangan air setinggi 80 cm.

Relawan Tzu Chi yang mendengar hal tersebut turut prihatin. Maka sejak hari Minggu, tanggal 20 Januari 2013, relawan Tzu Chi kerap berusaha mengunjungi korban banjir yang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Muara Baru untuk memberikan bantuan berupa makanan, minuman, dan pengobatan. Penderitaan warga setempat sungguh tak terkira. Mereka yang mengungsi sungguh hidup menderita karena setiap saat selalu ada bahaya yang mengintai. Kondisi rusun yang kurang layak huni membuat kesehatan warga yang mengungsi semakin memburuk. Sakit seperti pusing, batuk, demam, dan bahkan ada yang mengalami bengkak pada kaki karena terkena pecahan benda tajam seperti beling ataupun paku saat berjalan di jalan yang masih tergenang air.

Kesehatan Adalah Segalanya
Di hari ketiga, tanggal 22 Januari 2013, relawan Tzu Chi kembali memberikan bantuan berupa pengobatan gratis. Dengan berkumpul di Posko Banjir Tzu Chi yang bertempat di Mal Pluit Junction, relawan Tzu Chi beserta rombongan tim medis berangkat menuju Pantai Mutiara, Jakarta Utara untuk pergi ke Rusun Muara Baru dengan menggunakan perahu.

Sesampainya di sana, para relawan membagi tugas, ada yang memberikan bantuan sembako kepada warga Kebon Tebu yang mengungsi ke pesisir pantai, dan ada juga yang memberikan bantuan pengobatan di Rusun Muara Baru.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan Tzu Chi dibantu oleh relawan dari organisasi mahasiswa peduli banjir melakukan perjalanan menuju Pantai Mutiara untuk berangkat ke Rusun Muara Baru, Jakarta Utara (kiri).
  • Kondisi Rusun Muara Baru yang masih belum layak huni menyebabkan kesehatan warga yang mengungsi semakin menurun (kanan).

Untuk bantuan pengobatan, relawan menggunakan gedung rusun blok B lantai 1 No. 6 untuk dijadikan ruang pemeriksaan dan pemberian obat. Ruangan sebesar 3 x 2 m ini perlahan tapi pasti terus didatangi oleh warga yang menderita penyakit. Salah satunya adalah Yani. Wanita paruh baya ini datang dengan dituntun oleh cucunya, Sumarni. Yani sudah tidak dapat melihat dikarenakan kedua matanya yang telah rusak. Mata sebelah kirinya terkena katarak dan sebelah kanannya sudah tidak dapat digunakan. Beberapa tahun yang lalu Yani sempat menjadi salah seorang peserta baksos kesehatan Tzu Chi untuk operasi katarak. Tetapi karena penyakit jantung yang dialaminya, Yani harus menjalani pengobatan rawat jalan terlebih dahulu hingga kondisinya cukup baik untuk dioperasi. Tetapi karena kendala jarak dan biaya transportasi, Yani tidak lagi menjalani pengobatan.

Kini Yani yang tidak dapat melihat mulai terserang penyakit pusing, batuk, dan gatal-gatal.   Selama 5 hari lamanya Yani mengungsi di Rusun Muara Baru. ”Hari Rabu, pas hujan, airnya hanya sepinggang, tetapi begitu hujan Jumat, air langsung naik setinggi 3,5 meter. Ketua RW langsung nyuruh kita untuk pindah ke Rumah Susun Muara Baru untuk sementara, soalnya air sekarang dah setinggi atap,” terang Yani yang tinggal di Gedong Pompa.

Ketika pindah, Yani dan keluarga dapat merasa tenang untuk beberapa saat, karena mereka memiliki tempat untuk berteduh. Ketika malam menjelang, suasana rusun sangat lengang, sunyi, dan gelap. Karena rusun ini dilengkapi dengan fasilitas listrik dan air bersih. Karena minimnya peralatan, Yani dan keluarga juga hanya tidur seadanya di atas lantai dengan ditemani oleh tiupan angin semilir dari laut dan kawanan nyamuk. Lingkungan yang masih penuh sampah juga membuat Yani dan Sumarni menderita sakit. Yani pun mulai mengalami sesak napas, pusing, batuk dan gatal-gatal.

Beruntung pada hari Selasa, 22 Januari 2013, relawan dan Tim Medis Tzu Chi datang berkunjung untuk mengobati warga yang sakit sehingga Yani dan Sumarni dapat teringankan bebannya. “Terima kasih sudah ditolong dikasih obat. Yang penting sekeluarga sehat dulu. Soalnya kalo nggak sehat pusing juga mau berobat kemana, semua jalan keluar kerendem air,” ucap Yani, yang telah tinggal di Gedong Pompa sejak 30 tahun lalu.

foto  foto

Keterangan :

  • Dengan menggunakan bantuan perahu milik setempat, relawan menyebarangi laut untuk sampai ke Rusun Muara Baru (kiri).
  • Di tengah kegelapan, dokter Untoro memeriksa Yani yang menderita pusing dan gatal-gatal (kanan).

Setelah mendapat pengobatan dari dokter, Yani pun berharap dirinya dan keluarga bisa mendapat bantuan untuk penerangan, peralatan tidur, mandi dan air bersih, sehingga jika malam tiba mereka dapat tidur dengan tenang tanpa gangguan nyamuk dan hawa dingin yang menerpa.

Bersyukur dengan Memberikan Bantuan
Dalam memberikan pelayanan medis kepada warga korban banjir, relawan Tzu Chi membutuhkan banyak bantuan dari para relawan medis yang bersedia terjun ke pelosok daerah yang paling terpencil sekalipun seperti rusun Muara Baru. Ia adalah dr. Untoro Wibowo, yang pernah membuka praktik di Rumah Sakit (RS) Fatmawati, Jakarta Selatan ini dengan tenang menghampiri Posko Banjir Tzu Chi di Mal Pluit Junctiondan menyatakan kesediaannya untuk membantu memberikan pelayanan kesehatan kepada warga korban banjir.

Dengan melalui medan yang berat, dimana untuk akses ke Muara Baru ini dr. Untoro harus melewati beberapa daerah kering sehingga perahu mesti beberapa kali digotong, diangkut, lalu diturunkan ke genangan air. Tetapi hal ini tidak membuat semangat pria berusia 60 tahun ini loyo, tetapi justru semakin bersemangat. “Untuk sharing bantuan ke orang itu ternyata memang butuh motivasi yang kuat, karena tadi kita luar biasa lamanya menempuh perjalanan dari Pluit Junction ke Pantai Mutiara, karena medan area yang penuh dengan sampah sehingga membuat motor perahu mati beberapa kali karena tersangkut sampah,” terang dr. Untoro yang baru pertama kali ini mengikuti kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi.

Begitu tiba di lokasi, para warga yang menderita sakit langsung berhamburan keluar untuk meminta pertolongan pengobatan. Melihat warga yang panik, dr. Untoro merasa prihatin karena ternyata di Jakarta masih ada daerah pelosok yang belum terjamah oleh fasilitas kesehatan. Maka dengan penuh senyum ramah, tenang dan sabar ia mendengarkan satu per satu keluhan dari pasien. Beberapa menit kemudian, ketika hari menjelang malam, di tengah-tengah keremangan malam, dr. Untoro masih dengan sabar melayani para pasien. Dr. Untoro mengatakan jika dirinya dapat merasakan bagaimana perasaan panik para warga korban banjir yang harus mengungsi ke tempat yang asing dan terisolir. Perasaan itu tidak nyaman dan sangat menyedihkan. Sebab rumah yang dihuninya sekarang meskipun tidak kemasukan air, tetapi terisolir dari dunia luar karena rumahnya dikelilingi oleh genangan air setinggi 60 – 80 cm. Oleh sebab itu, begitu ada tawaran dari relawan Tzu Chi untuk turut membantu warga korban banjir yang terisolir, dr. Untoro langsung  mengiyakan. “Nilai positif yang saya ambil ialah kita harus bersyukur karena kita tidak mengalami nasib seperti mereka. Kebetulan rumah saya banjir hingga di teras depan rumah. Saya juga terisolasi dengan dunia luar karena listrik dan air bersih juga tidak ada. Karena merasakan sendiri maka saya juga bisa merasakan bagaimana perasaan orang-orang yang terkena bencana banjir dan harus mengungsi ke daerah yang asing,” ungkap dr. Untoro.

Melihat bagaimana di tengah bencana muncul begitu banyak Bodhisatwa dunia yang menyingsingkan lengan mereka untuk menolong yang kurang mampu hati ini sangat terinspirasi. Karena seperti ucapan Master Cheng Yen bahwa kita harus senantiasa bersyukur, karena bencana terjadi silih berganti di dunia. “Bodhisatwa datang karena adanya makhluk yang menderita. Pada saat sekarang ini, kita harus memiliki kesatuan hati dan tekad untuk menolong semua makhluk yang menderita. Setiap hari, saya berkata kepada mereka bahwa kini adalah saatnya untuk menggalang Bodhisatwa dunia. Saya berharap setiap orang bisa bergerak untuk menggalang hati dan menggalang dana bagi para korban bencana. Inilah kekuatan cinta kasih. Kini kita telah melihat dunia ini penuh dengan bencana. Selama masih bisa membantu, mengapa kita tidak melakukannya? Selama masih bisa, kita harus menggenggam waktu pada saat ini untuk melakukannya,” kata Master Cheng dalam ceramahnya kepada relawan.

  
 

Artikel Terkait

Mendidik Kepedulian Melalui Celengan Bambu

Mendidik Kepedulian Melalui Celengan Bambu

26 November 2014

Melatih rasa jiwa sosial sudah sepatutnya ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Oleh karena itu, Kantor Perwakilan Tzu Chi Bandung mengajak siswa SD Cinta Kasih Cikadu untuk peduli pada sesama melalui sosialisasi misi amal Tzu Chi. Kegiatan ini   berlangsung pada tanggal 8 November 2014 dan dihadiri oleh sedikitnya 200 siswa.

Suara Kasih: Mendidik dengan Sungguh Hati

Suara Kasih: Mendidik dengan Sungguh Hati

24 Juli 2012
Saya juga sering berkata tentang batin manusia yang tidak selaras. Kita juga melihat tayangan berita tentang anak muda di Taiwan yang terjerumus ke dalam permainan elektronik. Dalam keterjerumusan tersebut, banyak anak muda secara perlahan-lahan tidak bisa mengendalikan emosi mereka.
Bervegetarian Itu Mudah

Bervegetarian Itu Mudah

15 April 2011 Hari Minggu pukul 08.00 pagi tanggal 10 April 2011, ruangan La Piazza. Di ruangan itu terdapat banyak sekali stan makanan dan minuman.  Satu yang menarik dari stan-stan itu adalah semua makanan yang ditawarkan kepada para pengunjung tidak mengandung daging alias vegetarian.
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -