Banjir Jakarta: Sepenggal Kisah Nasi Bungkus
Jurnalis : Henry Tando (He Qi Utara), Fotografer : Henry Tando (He Qi Utara)
|
| ||
Di saat pembagian berlangsung, terlihat 2 sosok pria yang langsung memakan nasi bungkus yang baru mereka terima, tidak jauh dari antrian. Saya menghampiri mereka dan memulai perbincangan, ternyata mereka adalah ayah dan anak. Sang ayah bernama Sarbini, warga RT04/RW10 Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Ia terlihat menikmati nasi bungkusnya dengan lahap. Bapak ini baru saja dijemput oleh anaknya yang datang dari Bogor. Anak sulungnya ini bekerja di sana dan tidak tinggal bersama sang bapak lagi.
Keterangan :
Sang anak bercerita bahwa ia melalui perjuangan keras untuk sampai ke rumah bapaknya. Ia berjalan dari daerah Tomang (Jakarta Barat) sampai ke rumah ayahnya di tepian Kali Angke. Ia bercerita bahwa saat tiba di rumah sang ayah, ia melihat sang ayah sendirian di dalam kamarnya, berbalut selimut di atas tempat tidur. Keadaan sang ayah basah kuyup karena ranjang itu sudah terendam air. Sesungguhnya dua hari lalu ibu dan adik-adiknya sudah disuruh oleh sang ayah mengungsi ke Serang-Banten, namun ayahnya sendiri memilih bertahan di rumah yang terendam demi menjaga rumah dan barang-barang yang ada. Anak sulungnya itu pun berkata bahwa ayahnya sudah 2 hari tidak makan dan hanya minum air yang ada di rumah mereka.
Keterangan :
Mendengar kisah bapak ini, saya merasa bahagia sekali karena kedatangan tim relawan untuk membagikan nasi bungkus sangat tepat waktunya. Kalau kita terlambat sedikit pasti kita tidak akan bertemu dengan mereka. Sang anak berencana menjemput sang ayah untuk menjemputnya pulang ke kampungnya di Serang, Banten. Saya meminta izin untuk mengambil foto mereka berdua, dan kebetulan saat itu sang ayah sedang berbicara menggunakan telepon genggam milik anaknya. Terdengar pembicaraan antara sang ayah dengan anaknya yang lain. Kurang lebih isi pembicaraannya seperti ini, “Iya nak, ini Ayah sudah bertemu kakakmu, Ayah mau segera pulang ke kampung. Ayah sudah tidak tahan lagi tinggal di rumah.” Setelah selesai makan mereka berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke kampungnya. Sebelum mereka pergi saya memberikan lagi sebotol air mineral untuk bekal di perjalanan yang mungkin harus mereka tempuh dengan berjalan kaki karena banyaknya daerah yang masih terendam banjir yang tidak bisa dilalui kendaraan. Di raut wajah sang ayah saya melihat dan merasakan kebahagiaan. Saya teringat akan satu kalimat, “Kalau ingin keluarga yang bahagia, keluarga itu senantiasa harus bersama. Kalau keluarga terpisah satu dengan yang lainnya bagaimana bisa disebut bahagia.” | |||
Artikel Terkait
Belajar Konsep Relawan Bagi Murid
18 Juli 2016Pada tanggal 18 Juli 2016, sebanyak 175 pemimpin dan guru sekolah Al-Izhar Pondok Labu melakukan kunjungan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Kunjungan ini terkait dengan salah satu program sekolah tersebut di setiap awal tahun ajaran baru sekolah.